Ketua KPU Hasyim Asyari mengusulkan agar pelaksanaan pemungutan suara untuk pilkada 2024 dimajukan ke September. Alasannya sulit terwujud pelantikan serentak di Desember 2024 jika pilkada tak dipercepat.
"Mungkin nanti KPU akan mengajukan usulan itu satu saja, untuk pemungutan suara Pilkada maju jadi September 2024," ujar Hasyim dalam diskusi bertajuk 'Menyongsong Pemilu 2024: Kesiapan, Antisipasi dan Proyeksi' yang disiarkan melalui kanal YouTube BRIN Indonesia dilansir dari detikNews, Kamis (25/8/2022).
Jadwal pemungutan suara untuk pilkada jika merujuk UU Nomor 10 Tahun 2016 Pasal 101 dijadwalkan pada November 2024. Namun Hasyim menilai tak hanya waktu pemungutan suara yang dilakukan serentak namun juga perlu keserentakan pelantikan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jika keserentakan pelantikan belum, padahal dalam UU Pilkada ada, keserentakannya adalah bersama-sama dengan pelantikan pejabat yang masa jabatannya paling akhir," kata Hasyim.
"Karena Pilkada serentak kira-kira begini, kalau tonggaknya di tengah, masa jabatan yang habis di awal, diisi penjabat, lalu dimundurkan. Kalau yang masih menjabat, pilkada dimajukan, incumbent masih mendudukkan jabatan. Apalagi kalau incumbent nyalon Pilkada dimajuin, kalah," imbuhnya.
Menurut Hasyim, keserentakan pelantikan pada Desember 2024 sulit tercapai jika pemungutan suara dilakukan pada November 2024. Hitung-hitungannya karena ada kemungkinan gugatan hasil pilkada ke MK. Ada potensi putusan MK untuk mengulang pemungutan suara atau rekapitulasi suara.
"Kami pada saat audiensi dengan presiden berbincang soal ini. Kira-kira kemungkinannya yang paling rasional atau memungkinkan, the most possible, kita akan ajukan supaya coblosannya September," tutur Hasyim.
"Pertama begini, kalau September itu kalau kira-kira Pilkada kabupaten/kota sudah ada hasil 7 hari. Ada orang gugat ke MK, Pilgub 14 hari gugat. Kalau ada pemungutan suara perhitungan suara kita masih bisa mengejar pelantikan pada Desember 2024," imbuhnya.
Dengan demikian menurut Hasyim, persepsi Pilkada 2024 yang ditujukan untuk membentuk pemerintahan di tahun yang sama bisa tercapai. Apalagi jabatan Presiden akan berakhir pada Oktober 2024 yang menurutnya juga bisa jadi tantangan.
"Kalau coblosannya November 2024, kira-kira kabinet sudah terbentuk atau belum, stabilitas nasional kan pasti berpengaruh. Ini presiden baru, belum bisa, bayangan saya ya. Sebagai desainer kepemiluan, bayangan saya kalau presiden dilantik Oktober, presiden baru, masih tarik-menarik mengisi kabinet, ngisi Panglima TNI, ngisi Kapolri, menjaga stabilitas keamanan masih menajdi tantangan besar," jelas Hasyim.
"Tapi beda kalau pencoblosannya September. Presiden yang sekarang, pemerintahannya bisa dikatakan masih utuh, walaupun hasil Pemilu-nya sudah diketahui siapa yang terpilih, itu relatif lebih masuk akal kalau coblosan September," lanjutnya.
Simak selengkapnya di halaman selanjutnya..
Selanjutnya hasil dari Pilkada yang pesertanya mengajukan gugatan ke MK dan telah diregister namun diputus sehingga bisa segera penetapan calon dan kursi terpilih. Ketiga, jika dilanjutkan pemeriksaan pembuktian tapi putusannya ditolak dapat langsung menetapkan calon dan kursi terpilih. Terakhir adalah gugatan dikabulkan.
"Pengalaman 2019 yang dikalbulkan hanya 19 perkara. Kalau pencoblosan September, kira-kira kan Juni itu sudah ada kepastian, partai apa dapat suara berapa, kursi berapa, DPRD mana," kata Hasyim.
"Pasti nanti ada perubahan mekanisme UU Pilkada, seperti kemarin 2020 September jadi Desember," imbuhnya.
Simak Video "Video: KPU Sebut Partisipasi Pemilih Pilkada 2024 di Bawah 70%"
[Gambas:Video 20detik]
(tau/asm)