Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar saling bantah dengan orang tua (ortu) soal legalitas pengkaderan yang berujung seorang mahasiswi Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Zhafirah Azis Syah Alam (20) tewas. Prosedur dan perizinan kegiatan pengkaderan pun disorot.
Ayah korban, Abdul Azis menilai ada keganjilan dalam persiapan pelaksanaan kegiatan itu. Dokumen persuratan yang harusnya jadi tembusan ke orang tua tidak disiapkan panitia penyelenggara pengkaderan.
"Walaupun tidak ada informasi misalnya persetujuan dari pihak universitas bahwa itu ilegal, bukan saya meragukan tapi tidak ada bukti tertulis seperti pada umumnya kalau kita akan melaksanakan kegiatan di kampus atau di luar kampus," ujar Abdul Azis saat dihubungi detikSulsel, Selasa (27/7/2022).
Menurut Azis, bukti tertulis menjadi hal paling mendasar untuk sebuah kegiatan dinyatakan legal. Hal inilah yang menurutnya ganjil lantaran dirinya menuding pengkaderan Senat FKM UMI Makassar tidak dilengkapi hal yang dimaksud.
"Ada hal yang ganjil menurut saya. Kalau ada kegiatan (pengkaderan) seperti itu biasanya dimohonkan persetujuan tertulis (surat izin) dari orang tua," ucapnya.
Tidak sampai di situ, panitia pelaksana pengkaderan tidak menyiapkan surat keterangan dokter dari peserta. Padahal dokumen ini jadi dasar pertimbangan kesiapan peserta mengikuti kegiatan.
"Kedua kalau hal seperti ini (pengkaderan) biasanya dilampirkan surat keterangan dokter untuk menyatakan bahwa yang bersangkutan tidak atau sedang mengidap suatu penyakit," tuturnya.
Makanya Azis mempertanyakan legalitas pengkaderan yang dilaksanakan di wilayah Perkemahan Bukit Embun Pagi, Kelurahan Buluttana, Kecamatan Tinggimoncong, Gowa, tersebut. Dirinya hanya ingin kejelasan terkait anaknya, Zhafira, yang tewas dalam pengkaderan pada Minggu dini hari (24/7).
"Saya sudah hampir 30 tahun menjadi tenaga pengajar barusan tidak ada (tanda bukti surat) seperti itu," sebut Azis yang juga dosen di Universitas Negeri Makassar (UNM) ini.
Azis menuturkan, sebelum berangkat pengkaderan anaknya memang meminta izin secara lisan mengikuti pengkaderan. Dia menyetujui dengan asumsi kegiatan sudah terkontrol.
"Dia minta izin, bilang tetta (ayah) saya mau minta izin ke kegiatan pengkaderan. Saya tanya siapa adakan. Dia bilang fakultas dengan jawaban itu saya percaya bahwa kegiatan itu dilaksanakan oleh anak-anak yang punya payung hukum (legalitas) di fakultas. Jadi saya bilang iya, kapan berangkatnya dan kapan pulangnya," tutur Azis.
Simak respons Rektor UMI di halaman selanjutnya.
(sar/hmw)