Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Tana Toraja, Sulawesi Selatan (Sulsel) batal memusnahkan kerbau yang terkonfirmasi positif penyakit mulut dan kuku (PMK). Peternak tidak terima kerbaunya hanya diberi kompensasi Rp 10 juta.
"Hari ini tidak jadi, karena peternak tidak mau kerbaunya disembelih. Mereka menilai kompensasi Rp 10 juta itu tidak sesuai harga kerbaunya," kata Kepala Bidang (Kabid) Peternakan Tana Toraja Henok kepada detikSulsel, Rabu (13/7/2022).
Henok mengungkapkan beberapa peternak juga mengaku jika kerbaunya sudah dalam keadaan baik. Gejala seperti pembusukan di bagian kuku dan mulut sudah mulai menghilang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kita tadi periksa, ada beberapa kerbau memang sudah tidak menimbulkan gejala yang parah. Sudah menunjukkan ciri-ciri kesembuhan, luka bagian kuku dan mulut sudah kering. Makannya juga sudah lancar," jelasnya.
Menurut Henok, Pemkab Tana Toraja tidak memaksa jika peternak tak ingin kerbaunya dimusnahkan. Meski demikian, untuk sementara ini peternak diwajibkan melakukan karantina kerbau yang positif PMK, dan memisahkan kandang dengan kerbau yang sehat. Hingga saat ini, jumlah kerbau yang terkonfirmasi PMK di Tana Toraja berjumlah 28 kerbau.
"Kandangnya juga jangan disatukan dengan ternak yang sehat karena virus ini sangat cepat menular. Hingga saat ini kita belum mendapat informasi mengenai penambahan kerbau terkonfirmasi, masih 28 jumlahnya positif," jelas Hanok.
Sementara itu, salah seorang peternak kerbau, Sompaeng menjelaskan, dia memilih kerbaunya tidak dimusnahkan karena jumlah kompensasi yang diberikan tidak setimpal dengan harga kerbaunya. Apalagi kerbaunya yang terkonfirmasi positif PMK itu sudah dirawatnya bertahun-tahun.
"Tidak tega saya kalau dimusnahkan begitu saja. Memang itu ada kompensasi tapi tidak setara pak, kita sudah rawat bertahun-tahun harganya kerbau saya ini Rp 40 juta. Coba lihat mi selisihnya," ucapnya.
(tau/sar)