Hari jadi Luwu Utara (Lutra), Sulawesi Selatan (Sulsel) diperingati setiap tanggal 27 April sejak resmi berpisah dari Kabupaten Luwu pada 1999. Pemekaran Luwu Utara menjadi daerah otonomi baru (DOB) turut menyimpan cerita perjuangan yang dimulai sejak 1959.
Perjalanan pembentukan Luwu Utara menjadi DOB terbilang panjang. Gagasan pemekaran Kabupaten Luwu Utara mulai merebak sejak tahun 1959 dan beberapa kali mengalami kegagalan di pemerintahan Orde Baru.
Pembentukan Kabupaten Luwu Utara baru bisa terealisasi saat diterbitkannya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999, tentang Pemerintahan di Daerah saat Reformasi bergulir. Undang-undang tersebut merubah mekanisme pemerintahan yang mengarah pada Otonomi Daerah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mengutip luwuutarakab.go.id tercatat bahwa pada tanggal 10 Februari 1999 DPRD Kabupaten Luwu mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 03/Kpts/DPRD/II/1999 tentang Usul dan Persetujuan Pemekaran Wilayah Kabupaten Dati II Luwu yang dibagi menjadi dua Wilayah Kabupaten. Kemudian usulan ini ditindaklanjuti oleh Gubernur KDH Tk.I Sul-Sel dengan menerbitkan Surat Keputusan No.136/776/OTODA tanggal 12 Februari 1999.
Akhirnya tepat pada tanggal 20 April 1999, terbentuklah Kabupaten Luwu Utara yang ditetapkan melalui UU Republik Indonesia No. 13 Tahun 1999. Awalnya, pemekaran Kabupaten Luwu hanya menjadi dua bagian wilayah administrasi yaitu Kabupaten Luwu dan Kabupaten Luwu Utara.
Sejarawan Universitas Hasanuddin (Unhas), Ilham Daeng Makello mengatakan pada tahun 1999 setelah reformasi, Luwu Utara menjadi kabupaten tersendiri dengan mengambil kecamatan-kecamatan yang berada di bagian utara dari wilayah Luwu sebelumnya.
"Kabupaten Luwu Utara itu kabupaten pecahan dari Kabupaten Luwu yang ada sebelumnya, yang pertama kali ada saat itu. Jadi awal itu Kabupaten Luwu saja di wilayah luwu yang begitu luas. Kemudian dengan undang-undang otonomi daerah maka ada banyak daerah kemudian melakukan pemekaran. Termasuk Luwu kemudian terbagi Luwu Utara," jelasnya kepada detikSulsel, Selasa (26/4/2022).
Pada awal pembentukannya, Kabupaten Luwu Utara memiliki batas Saluampak Kecamatan Sabbang sampai dengan batas Provinsi Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara, terdiri dari 19 Kecamatan. Namun, pada tahun 2003, di usianya yang ke-4, Kabupaten Luwu Utara kembali dimekarkan menjadi dua kabupaten sehingga lahirlah Kabupaten Luwu Timur.
Pemekaran wilayah Luwu Utara tersebut disahkan melalui UU Nomor 7 Tahun 2003 pada tanggal 25 Februari 2003. Pasca pemekaran tersebut Kabupaten Luwu Utara terdiri dari sebelas kecamatan masing-masing Kecamatan Sabbang, Kecamatan Baebunta, Kecamatan Limbong, Kecamatan Seko, Kecamatan Masamba, Kecamatan Rampi, Kecamatan Malangke, Kecamatan Malangke Barat, Kecamatan Mappedeceng, Kecamatan Sukamaju dan Kecamatan Bone Bone.
Ilham Daeng Makkelo menambahkan pemekaran ini terjadi mengingat wilayah Luwu yang sangat luas sehingga efektivitas pemerintah serta kesejahteraan masyarakat menjadi terbatas. Apalagi, di setiap pecahan wilayah Luwu tersebut. Termasuk Luwu Utara memiliki potensi yang besar untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya.
"Efektifitas pemerintahan dan kesejahteraan masyarakat itu menjadi terbatas karena pemerintahannya masih satu. Dengan menjadi kabupaten tersendiri maka ruang gerak, sumber daya manusia, sumber daya ekonomi itu bisa lebih maksimal untuk dikelola," tambahnya.
Awal Perjuangan Pembentukan Kabupaten Luwu Utara
Mengutip Jurnal Ilmiah Balai Pelestarian Nilai Budaya Sulawesi Selatan yang berjudul "Pembentukan Kabupaten Luwu Utara: Kisah dari Tokoh di Balik Layar Pada 1999" dijelaskan bahwa gagasan pembentukan Kabupaten Luwu Utara sudah merebak dan diperjuangkan sejak tahun 1959.
Dasar utamanya, Undang-undang Nomor 29 Tahun 1959 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II di Sulawesi Selatan (L.N. 1959 Nomor 74 TLN Nomor 1822) yang mengamanatkan bahwa semua Daerah Eks Onder Afdeling di Sulawesi Selatan, termasuk di antaranya bekas Kewedanan Masamba akan ditingkatkan statusnya menjadi kabupaten.
Akan tetapi, usaha pembentukan Kabupaten Luwu Utara gagal karena situasi keamanan Sulawesi Selatan, terutama adanya Gerakan DI/TII Kahar Muzakkar, di mana ruang lingkup gerakan ini juga meliputi wilayah Kewedanan Masamba.
Meski begitu, harapan kembali berkembang ketika dikeluarkan Resolusi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong (DPRD-GR) Daerah tingkat II Luwu di Palopo pada 2 Mei 1963, yang menyetujui eks Onder Afdeling Masamba menjadi Kabupaten. Kemudian kian berkembang dengan dikeluarkannya Resolusi Nomor 9/Res/DPRD-GR/1963 yang memutuskan untuk meninjau kembali Resolusi Nomor 7/Res/DPRD-GR/1963 tersebut.
"......mendesak Pemerintah Pusat RI Cq. Departemen Pemerintahan Umum dan Otonomi Daerah agar membagi Dati II Luwu menjadi 4 Dati II yang baru terdiri dari Dati II Palopo, Dati II Tanah Manai, Dati II Masamba dan Dati II Malili." kutipan bunyi konsiderans resolusi tersebut.
Pada Paripurna VI DPRD Provinsi Sulawesi Selatan tanggal 9 Mei 1966 disetujui Eks Kewedanaan Masamba menjadi kabupaten. Keputusan ini tidak lepas dari peran mahasiswa yang berasal dari wilayah Eks Kewedanaan Masamba. Mereka bersama-sama mendesak DPRD Provinsi Sulawesi Selatan untuk merekomendasikan pembentukan Kabupaten di Wilayah Eks Kewedanaan Masamba.
Pada tanggal 8 Oktober 1966 Panitia Persiapan Pembentukan Daerah Tingkat II Malili dan Masamba menghadap Sekjen Depdagri pada waktu itu dijabat oleh Soemarman, SH. Pada pertemuan itu, Sekjen berjanji akan mengirimkan Tim ke Daerah yang bersangkutan.
Akan tetapi, perjuangan pembentukan Kabupaten Luwu Utara kembali gagal. Hal ini karena iklim politik pada pemerintahan Orde Baru yang cenderung sentralistik dan kontrol pusat terhadap daerah sangat kuat.
Gagasan Pemekaran Kembali Mencuat
Tuntutan reformasi di segala bidang yang dilakukan oleh mahasiswa periode 1997-1998 akhirnya membawa Indonesia masuk ke era baru yaitu era reformasi. Pada masa itu, mulai muncul gagasan-gagasan tentang desentralisasi dan pentingnya reformasi pemerintahan.
Gagasan-gagasan tersebut kemudian sangat membantu Luwu Utara untuk kembali menyampaikan keinginannya untuk membentuk sebuah kabupaten sendiri berpisah dari Luwu. Apalagi sejak disahkannya Undang[1]Undang Nomor 22 tahun 1999 yang memberi hak dan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mengelola daerahnya sendiri di atas prakarsa, inisiatif masyarakat berdasarkan potensi daerahnya.
Sejumlah pemekaran wilayah pun terjadi di Indonesia. Pembentukan Luwu Utara pada 1999 merupakan reaksi atas keinginan masyarakat Luwu Utara yang telah lama dan kemudian didukung oleh Undang-Undang Nomor 22/1999. Gerakan-gerakan pemekaran pun disikapi oleh tokoh-tokoh Luwu Utara yang kemudian mengusulkan kepada Gubernur Sulawesi Selatan HZB Palaguna untuk menyetujui pemekaran Luwu.
Usulan ini kemudian ditindaklanjuti oleh Gubernur Sulawesi Selatan yang meminta Kepala Direktorat Sosial Politik (Kaditsospol) Provinsi Sulawesi Selatan untuk membantu persiapan pemekaran Luwu. Sempat menuai pro dan kontra, mahasiswa Masamba ikut turun memperjuangkan pemekaran Luwu Utara hingga ke Pemerintah Pusat di Jakarta.
Akhirnya setelah melalui proses yang cukup panjang dari tahun 1959 sampai dengan tahun 1999, Kabupaten Dati II Luwu resmi dibagi menjadi 2 (dua) Kabupaten Dati II, yaitu Kabupaten Dati II Luwu dan Kabupaten Dati II Luwu Utara. Sehingga berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1999 tertanggal 27 April 1999 terbentuklah Kabupaten Dati II Luwu Utara dengan ibukotanya Masamba.
(tau/hmw)