Kisah Emmy Saelan Gugur di Tengah Ledakan Granat Saat Memata-matai Belanda

Kisah Emmy Saelan Gugur di Tengah Ledakan Granat Saat Memata-matai Belanda

Al Khoriah Etiek Nugraha - detikSulsel
Kamis, 21 Apr 2022 19:55 WIB
Emmy Saelan
Foto: Emmy Saelan. (dok. istimewa)
Makassar -

Emmy Saelan adalah salah seorang pejuang wanita asal Sulawesi Selatan yang namanya tercatat dalam sejarah. Emmy Saelan merupakan perawat yang turut berperan dalam mempertahankan Republik Indonesia saat Belanda kembali ingin berkuasa pada periode 1945-1949.

Dia melawan Belanda dengan berbagai bentuk perjuangan. Emmy Saelan bergabung dengan Laskar Pemberontak Rakyat Indonesia Sulawesi (LAPRIS) di bawah komando Ranggong Daeng Romo pada tahun 1946.

"Bentuk perlawanannya macam-macam. Terjun langsung ke dalam medan pertempuran, membantu pasukan yang bertempur langsung, menjadi mata-mata, dapur umum, persiapan-persiapan lainnya, dan sebagainya," tutur Sejarawan Universitas Hasanuddin (Unhas) Ilham Daeng Makkelo kepada detikSulsel, Kamis (21/4/2022).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Emmy Saelan tergabung dalam LAPRIS sebagai penanggung jawab dalam bagian Palang Merah. Pejuang wanita asal Sulawesi Selatan ini kemudian merawat para pejuang yang terluka.

Namun, tidak hanya merawat para pejuang yang terluka, Emmy Saelan juga berjuang dengan mengangkat senjata. Dia turut berperan untuk mencegah Belanda kembali menguasai Republik Indonesia.

ADVERTISEMENT

Emmy Saelan Mengemban Tugas sebagai Mata-mata

Melansir jurnal nasional Universitas Negeri Makassar (UNM) yang berjudul "Emmy Saelan: Perawat Yang Berjuang", disebutkan bahwa salah satu peran yang diemban oleh Emmy Saelan saat masa perjuangan adalah misi spionase. Emmy Saelan menjadi mata-mata untuk mencari informasi mengenai kekuatan lawan dalam hal ini KNIL/NICA di Makassar.

Emmy Saelan dipilih untuk mengemban tugas tersebut, dengan pertimbangan dirinya pernah bertugas di Rumah Sakit Stella Marris. Dia dianggap mengetahui seluk-beluk Kota Makassar. Saat menjalankan misi sebagai mata-mata tersebut, Emmy Saelan didampingi oleh Sangkala Tinggi.

Sesampainya mereka di pinggiran kota, Emmy Saelan dan Sangkala Tinggi menunggu waktu yang tepat untuk menyusup ke dalam kota. Namun, dua hari menunggu, mereka tidak kunjung menemukan kesempatan yang tepat untuk menyusup. Rekannya, Sangkala Tinggi pun memutuskan bertolak menuju markas LAPRIS di Takalar dan bertemu dengan Ranggong Daeng Romo.

Sementara itu, Emmy Saelan memutuskan untuk tetap berada di lokasi pemantauan dan menunggu waktu yang tepat menyusup ke kota. Di dalam laporan Sangkala Tinggi, disebutkan bahwa proses penyusupan tidak berhasil. Selain itu, dia juga melaporkan bahwa dalam perjalanannya ia berpapasan dengan iring-iringan pasukan dari LAPRIS.

Maka, Ranggong Daeng Romo memerintahkan Sangkala Tinggi dan seorang pemuda lainnya bernama Sonrong untuk menyusul pasukan tersebut. Sebelum tersusul oleh Sangkala, ternyata pasukan tersebut telah berada di pinggiran kota dan bergabung dengan Emmy Saelan yang berada di lokasi pemantauan.

Akhirnya posisi Emmy Saelan terbaca oleh pihak lawan dalam hal ini KNIL/NICA. Kontak senjata kemudian tidak bisa dihindari.

Pantang Menyerah, Emmy Saelan Ledakkan Granat

Tepatnya 20 Januari 1947, kontak senjata antara pasukan gabungan dari LAPRIS yang di dalamnya terdapat Emmy Saelan dengan KNIL/NICA berlangsung hingga malam hari. Posisi Emmy Saelan dan pasukan gabungan LAPRIS pun terdesak hingga ke daerah Tidung.

Keesokan harinya, pada 21 Januari 1947, beberapa pasukan dari LAPRIS berhasil ditangkap dan menjadi tawanan. Sementara itu, posisi Emmy Saelan telah terkepung oleh KNIL/NICA.

Melansir Gerakan Literasi Nasional Kemendikbud, saat pasukan merangsek ke markas-markas laskar pemuda, termasuk ke Desa Tidung, Wolter Mongisidi yang saat itu memimpin pasukan Laskar Pemuda di Tidung meminta Emmy Saelan memisahkan diri dan memintanya untuk menuju ke Kassi-kassi membawa pemuda yang terluka.

Namun perjalanan Emmy Saelan ke Kassi-kassi tidak berjalan mulus. Mereka bertemu pasukan tentara KNIL/NICA. Karena kalah jumlah, mereka terdesak. Belanda mencoba membujuk Emmy Saelan agar menyerahkan diri.

Tanpa ada kata menyerah, di dalam pengepungan tersebut, Emmy Saelan mengambil tindakan untuk melawan tentara KNIL/NICA dengan jalan melempar granat. Ledakan Granat tersebut tidak hanya meluluhlantakkan para tentara KNIL/NICA yang mengepungnya. Emmy Saelan pun akhirnya gugur bersama ledakan granat tersebut.

"Pada saat posisi yang sulit, Emmy Saelan melakukan perlawanan bersenjata secara terbuka. Emmy Saelan terkenal dengan keinginannya untuk tidak menyerah maka dia melakukan tindakan meledakkan granat. Meledakkan granat merupakan puncak dari perlawanannya Emmy Saelan," ucap Ilham Daeng Makkelo.




(asm/nvl)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads