Kericuhan pecah di Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan (Sulsel), saat polisi hendak mengamankan eksekusi lahan sengketa seluas 4.000 meter persegi di Desa Bubun Lamba, Kecamatan Anggeraja. Aksi massa yang beringas menyerang petugas dengan lemparan batu membuat warga lainnya lari bersembunyi.
Seperti yang diungkapkan pengacara warga yang menjadi tergugat dalam sengketa lahan ini, Ida Hamida. Saat kericuhan pecah dan tidak terkontrol, dia langsung melarikan diri sembunyi di dalam toilet.
"Saya masih sembunyi di toilet ini. Tadi panik sekali akibat ricuh. Batu beterbangan dan gas air mata dimana-mana," ungkap Ida Hamida kepada detikSulsel, Senin (7/3/2022)
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ida Hamida mengaku turun langsung untuk mendampingi kliennya, yang mengaku memiliki sertipikat hak milik atas lahan seluas 4.000 meter persegi yang menjadi sengketa.
Pihaknya juga meminta agar pihak kepolisian dan warga masing-masing dapat menahan diri. Jangan sampai ada pihak yang terluka akibat aksi penolakan ini.
"Ini kan juga sudah lewat jam kantor. Semestinya pihak keamanan pulang. Ini kami lihat masih tetap ada di lokasi," urainya.
![]() |
Ia mengaku heran aksi penolakan tiba-tiba ricuh. Padahal kesepakatan awal warga yang menjadi tergugat tidak melakukan aksi anarkis.
"Kami curiga ada provokator. Ada yang tiba-tiba melempar. Kami sepakat jangan ada keributan dan gerakan tambahan," paparnya.
Alasan Warga Menolak Eksekusi Lahan Berakhir Enrekang Ricuh
Ida menambahkan, perlawanan dilakukan tergugat dibantu oleh warga dan mahasiswa. Mereka memberikan dukungan sebab merasa kasus ini terdapat kejanggalan dan proses hukumnya masih sementara berjalan.
"Seperti yang kita tahu di kampung itu solidaritas masyarakat sangat tinggi. Makanya selain keluarga tergugat, ada juga warga dan mahasiswa yang ikut membantu," paparnya.
Perintah eksekusi lahan dilakukan berdasarkan Keputusan Pengadilan Negeri (PN) Enrekang dalam perkara No.6/Pdt.G/2015/PN.Ern.
Untuk diketahui, lahan seluas 4.000 meter persegi di Desa Bubun Lamba, Kecamatan Anggeraja telah dimenangkan penggugat atas nama Hj Saddia T, Satiah T dan Sadaria T, yang merupakan anak dari Bangun yang mengaku sebagai ahli waris lahan yang menjadi sengketa.
Penggugat mengaku memiliki lahan tersebut dengan dasar Surat Keterangan Penyerahan Bidang Tanah ter tanggal 8 September 1978, diberikan secara hibah oleh Baddu Sabang.
![]() |
Sementara itu, Ida mewakili kliennya masing-masing atas nama Taro Tajang, Ansyar, Mamu, Dedi, Jamal, Hasanuddin, Darmince, dan Nasruddin, selaku tergugat. 8 Orang itu mengaku memiliki alas hak yang kuat atas lahan sengketa, dengan memiliki bukti SHM.
Menurut Ida, penolakan eksekusi lahan dilakukan karena pihaknya menilai ada kejanggalan dalam amar putusan PN Enrekang.
"Kami menolak eksekusi lahan ini sebab banyak kejanggalan dalam putusannya. Kami meminta kepada Ketua Pengadilan Negeri Enrekang menunda sampai upaya hukum kami selesai," ujar Ida Hamida.
Sementara, Panitera Pengadilan Negeri (PN) Enrekang, Abdul Kadir mengatakan, perkara tersebut sudah inkrah atau berkekuatan hukum tetap. Pihaknya juga sudah memberikan pemberitahuan sejak 2018 mengenai penggusuran lahan sengketa.
"Sudah ada peringatan sejak 2018, kami bahkan ingatkan lagi di 2021. Ini sudah inkrah dan berkekuatan hukum," kata Abdul.
Wakapolres Jadi Luka Kena Lemparan Batu Saat Enrekang Ricuh
Wakapolres Enrekang Kompol Ismail H Purwanto turut menjadi korban kericuhan. Dia terluka akibat terkena lemparan batu dan langsung dilarikan ke puskesmas.
"Pengamanan kita hari ini lengkap. Eksekusi mendapatkan perlawanan dari warga dan mahasiswa, dan terjadi chaos (kericuhan). Namun Pak Wakapolres Enrekang tadi terluka dan sedang dirawat di puskesmas," ungkap Komandan Batalyon B Pelopor Satbrimob Polda Sulsel, Kompol Ramli kepada detikSulsel, Senin (7/3)
Dalam pengamanan eksekusi lahan sengketa di lokasi, polisi menurunkan 1 SSK (Satuan Setingkat Kompi) Batalyon B Pelopor Brimob Parepare dibantu anggota Polres Enrekang yang diterjunkan ke lokasi.
"Seperti yang rekan-rekan lihat tadi perlawanan terjadi, tetapi kami tetap sesuai protap. Kita tetap mengedepankan aspek humanis dalam pengamanan tetapi memang ada perlawanan tadi," jelasnya.
Pihaknya juga memastikan perlawanan yang dilakukan oleh warga bersama mahasiswa yang ikut mempertahankan lahan seluas 4.000 meter persegi tersebut masih dapat dimaklumi. Makanya pihaknya juga sampai saat ini belum melakukan pengamanan.
"Sejauh ini tidak ada warga yang dimankan karena kami menganggap masih demo seperti biasa dan tidak ada yang terlalu anarkis," jelasnya.
(nvl/nvl)