Biar Semua Bayar, Promotor Usul Tarif Royalti Konser Jadi 1 Persen

Dicky Ardian
|
detikPop
Penonton Konser
Ilustrasi penonton konser. (Foto: Hanif Hawari)
Jakarta - Asosiasi Promotor Musik Indonesia (APMI) membawa satu usulan besar ke meja DPR: tarif royalti untuk konser musik sebaiknya dipotong setengah.

Usulan ini disampaikan langsung oleh Novry Hetharia, Ketua Bidang Advokasi dan Perizinan APMI, dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Harmonisasi RUU Hak Cipta dengan Baleg DPR RI pada Selasa, 18 November.

APMI adalah asosiasi yang menaungi 25 promotor musik besar di Indonesia, dan untuk masuk jadi anggota saja harus lewat proses verifikasi yang tidak main-main.

Menurut Novry, tarif royalti performing rights yang saat ini berada di angka dua persen, baik dari total penjualan tiket untuk konser berbayar maupun total biaya produksi untuk konser gratis, dirasa terlalu tinggi dan justru membuat banyak promotor memilih tidak membayar.

Ia pun langsung menyodorkan angka baru yang dianggap lebih realistis: satu persen saja. Menurutnya, penurunan tarif justru akan membuat lebih banyak event organizer (EO) dan promotor ikut taat aturan.

"Bagaimana supaya ribuan EO atau promotor itu supaya membayar (royalti)? Tadi saya sampaikan di awal, daripada kita ditagih 2 persen tapi yang bayar cuma 25 promotor (anggota APMI), lebih baik 1 persen tapi ribuan promotor bayar," kata Novry, melansir TV Parlemen, Kamis (20/11/2025).

Novry juga mengusulkan model pembayaran royalti yang sistemnya mirip seperti pajak: ada setoran awal dalam bentuk deposito sebelum acara berlangsung. Bukti deposito ini nantinya bisa dilampirkan ke kepolisian ketika mengurus izin acara.

"Kalau dalam perizinan, waktu Polda atau Mabes (Polri) mau mengeluarkan izin, itu harus ada rekomendasi, misalnya dari LMK (Lembaga Manajemen Kolektif)," jelas Novry.

"Dan kita bayar deposit dulu. Nanti hasilnya akhirnya dibayar di setelah penyelenggaraan acara," imbuhnya.

Menurutnya, mekanisme ini bisa membantu Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) dalam memungut royalti dengan lebih mudah dan lebih terstruktur.

Saat ini, Novry menilai masih ada gap besar antara jumlah promotor yang aktif membuat pertunjukan dan jumlah yang benar-benar membayar royalti. Hal ini bahkan membuat promotor anggota APMI yang patuh pembayaran merasa tidak adil.

"Karena yang sekarang ini, saya rasa ada kesulitan, baik pada LMK maupun LMKN, untuk memungut royalti tersebut," katanya.

"Sementara kami yang 25 promotor ini merasa agak cemburu. Kami membayar, tapi ada ribuan yang tidak membayar," tandasnya.

Dengan usulan ini, APMI berharap ekosistem konser musik di Indonesia bisa berjalan lebih sehat, lebih tertib, dan lebih menguntungkan, bukan cuma buat musisi, tapi juga untuk para penyelenggara acara.


(dar/aay)


TAGS


BERITA TERKAIT

Selengkapnya


BERITA DETIKCOM LAINNYA


Belum ada komentar.
Jadilah yang pertama berkomentar di sini

TRENDING NOW

SHOW MORE

PHOTO

VIDEO