Penyanyi AI Tembus Billboard: Era Baru Musik atau Awal Bencana Digital?

Dicky Ardian
|
detikPop
Xania Monet
Foto: Xania Monet
Jakarta - Teknologi kecerdasan buatan alias AI makin gak bisa dibendung. Amerika Serikat baru saja melahirkan Xania Monet, penyanyi digital pertama yang berhasil debut di tangga lagu Billboard.

Semuanya berawal dari ide seorang penulis lagu asal Mississippi, Telisha 'Nikki' Jones, yang menciptakan Xania lewat bantuan platform musik berbasis AI bernama Suno, platform yang lagi naik daun di kalangan kreator digital. Lagu-lagu Xania beraliran R&B modern dengan nuansa yang emosional dan surprisingly... manusiawi.

Lagu Xania yang paling viral, How Was Supposed to Know, pertama kali meledak di TikTok sebelum akhirnya menembus chart R&B Billboard, menjadikannya penyanyi digital pertama dalam sejarah yang berhasil melakukannya.

Sejak debut empat bulan lalu, Xania Monet sudah merilis 44 lagu di Spotify, mengumpulkan 1,2 juta pengikut, dan nyaris 800 ribu fans di media sosial.

Popularitasnya yang gila-gilaan menarik perhatian label besar Hallwood Media, yang langsung menandatangani kontrak kerja sama senilai USD 3 juta (sekitar Rp 48 miliar).

Jones, sang kreator, menegaskan kalau proyek Xania bukan sekadar eksperimen teknologi, tapi cara baru mengekspresikan jiwa lewat musik.

"Saya hanya mengambil apa yang saya sukai dan memadukannya dengan teknologi. Saya merasa jika AI ini adalah era baru yang kita jalani, sebuah alat dan instrumen yang dapat saya manfaatkan," ungkapnya.

Namun, gak semua seniman melihat langkah ini sebagai kemajuan. Banyak musisi merasa AI bisa jadi ancaman serius bagi kreativitas manusia.

Kekhawatiran ini memuncak karena AI mampu menciptakan lagu dengan kecepatan dan efisiensi yang gak bisa ditandingi manusia, dan hal ini dikhawatirkan akan menyisihkan musisi asli di masa depan.

Bahkan lebih dari 1.000 musisi ternama dunia, termasuk Kate Bush, Damon Albarn, Annie Lennox, Paul McCartney, dan Elton John, turun tangan memprotes kebijakan pemerintah Inggris yang mengizinkan perusahaan AI menggunakan karya berhak cipta tanpa izin.

Sebagai bentuk protes, mereka merilis album tanpa suara berjudul Is This What We Want?, simbol masa depan suram di mana musik manusia bisa hilang begitu saja.

Komposer Ed Newton-Rex, yang juga penggagas proyek ini, memperingatkan kebijakan itu berpotensi menghancurkan fondasi industri kreatif.

"Kebijakan ini tidak hanya merugikan musisi, tetapi juga tidak diperlukan. Inggris bisa tetap menjadi pemimpin dalam AI tanpa harus mengorbankan industri kreatifnya," ujarnya.

Album tanpa suara itu berisi 12 trek kosong dan mencantumkan nama lebih dari 1.000 seniman sebagai bentuk sindiran keras terhadap pemerintah Inggris. Kate Bush bahkan menyampaikan keresahannya lewat kalimat yang menggugah.

"Apakah di masa depan suara kita akan hilang begitu saja?"

Kebijakan yang mengizinkan perusahaan AI menggunakan karya kreatif untuk melatih algoritma dinilai sebagai bentuk pencurian legal oleh banyak pihak. Beberapa media besar seperti The Guardian dan The Times ikut menyuarakan perlawanan lewat kampanye #MakeItFair, dengan dukungan tokoh-tokoh besar seperti Ed Sheeran, Stephen Fry, dan Andrew Lloyd Webber.

Di sisi lain, pemerintah Inggris justru beralasan perubahan aturan ini diperlukan untuk mendorong kemajuan industri AI. Namun, banyak seniman menilai pendekatan tersebut seperti membiarkan hama merusak kebun demi pertumbuhan yang lebih cepat, meminjam kata-kata Stephen Fry.

"Kamu tidak bisa membiarkan AI mengonsumsi semua karya kreatif kita tanpa batas," katanya.

Sementara dunia masih berdebat tentang etika penggunaan AI di bidang seni, Xania Monet terus melangkah. Jones, sang kreator, menegaskan bahwa ia bukan penyanyi, tapi seniman di balik layar yang menggunakan AI sebagai medium baru untuk menyalurkan puisinya ke dunia musik.

"AI hanya alat bantu," katanya. "Dan saya adalah seniman sesungguhnya di balik proyek ini."

Manajer Xania, Romel Murphy, bilang ke CNN, AI bukan diciptakan untuk menggantikan musisi manusia, melainkan untuk memperluas batas seni itu sendiri.

"AI kami jadikan alat untuk meningkatkan seni kami," jelasnya.


(dar/tia)


TAGS


BERITA TERKAIT

Selengkapnya


BERITA DETIKCOM LAINNYA


Belum ada komentar.
Jadilah yang pertama berkomentar di sini

TRENDING NOW

SHOW MORE

PHOTO

VIDEO