Usulan Tompi Tentang 2 Prinsip Pengkolektifan Royalti ke WAMI

Di sisi lain, Tompi mengusulkan dua prinsip yang mungkin bisa menjadi pertimbangan WAMI (Wahana Musik Indonesia). Ia sendiri mempersilakan semua orang maupun pengusaha untuk memutar lagunya.
"Gini, saya setuju dengan konsep royalti itu harus berjalan dengan benar. Tapi dengan prinsip satu, tidak memberatkan yang membayar. Yang kedua, prinsip yang harus dijunjung tinggi adalah sesuai dengan apa adanya realita lapangan. Misalnya gini, lagu saya diputar cuma tiga kali setahun, ya sudah bayarnya tiga kali saja. Gitu, jangan gak diputar pun terima. Nah ini sekarang tuh ada begitu-begitunya tuh. Gak jelas keputarnya berapa kali, tapi tetap terima," tutur Tompi saat ditemui di kawasan Senayan, Jakarta Pusat, kemarin.
Bagi Tompi, aturan penghitungannya saat ini tidak jelas. Ia merasa WAMI adalah lembaga kolektif bukan sebuah yayasan.
"Kalau mau nolong bikin yayasan, bukan bikin lembaga pengutip. Jadi bedain. Bedain yayasan tolong-menolong dengan yayasan pengutip, dengan lembaga pengutip. Lembaga pengutip ya harusnya bekerja dengan apa adanya. Kalau memang diputar sejuta kali ya dia dapatnya sejuta, satu juta porsi," tegas Tompi.
Tompi sendiri menyatakan sebelumnya untuk keluar dari WAMI. Ia sudah geram karena sistem royalti yang tidak betul sejak lama.
"Cuma, ya itu, ada semacam pembiaran, ya. Pembiaran sih. Pembiaran yang dibungkus dengan semangat seolah-olah memihak kepada kesejahteraan musisi, pencipta lagu ataupun yang perform, gitu. Tapi pada dasarnya, kita ngelihat pembiaran," jelas Tompi.
(mau/pig)