Bendera Pembajak Indonesia Berkibar di Konser Live Aid yang Agung

Nugraha
|
detikPop
LONDON, UNITED KINGDOM - JULY 13: Freddie Mercury of Queen performs on stage at Live Aid on July 13th, 1985 in Wembley Stadium, London, England (Photo by Pete Still/Redferns)
Penampilan bersejarah vokalis Queen, Freddie Mercury di Live Aid yang digelar di Stadion Wembley Foto: Redferns/Pete Still
Jakarta - Konser Live Aid 85 merupakan pergelaran musik rock kolosal yang agung. Seluruh hasil dari konser itu diamalkan buat penanganan krisis di Ethiopia.

Bob Geldof merupakan pentolan dari konser tersebut. Dia terinspirasi bikin pertunjukan amal setelah melakukan perjalanan ke Ethiopia, melihat sendiri kondisi mengerikan di sana. Orang-orang kelaparan, kekeringan hingga tragedi pembunuhan.

Sekembalinya ke London, vokalis band Boomtown Rats, asal Irlandia, itu menginisiasi buat mengumpulkan artis top bikin single berjudul Do They Know It's Christmas?.

Lagu itu jadi yang terlaris di Inggris, berhasil mengumpulkan belasan juta dolar yang dipakai buat membantu krisis pangan Ethiopia. Bob Geldof lalu mempersiapkan sebuah konser besar di Stadion Wembley dan JFK, serta 13 satelit menyiarkan secara langsung acara tersebut.

Live Aid akhirnya digelar pada 13 Juli 1985, menampilkan artis besar seperti U2, David Bowie, Sting dan yang paling fenomenal adalah Queen. Kini Live Aid menginjak usia 39 tahun. Tapi di balik penampilan bersejarah dari Freddie Mercury yang salah satunya tampil membawakan Bohemian Rhapsody, nama Indonesia juga selalu muncul dalam sejarah konser amal tersebut.

Sebagai promotor, Bob Geldof mengakui rekaman konser tersebut gak dilindungi hak cipta. Tapi dia menuduh rekaman itu direproduksi secara ilegal oleh pembajak. Bahkan ia menyebut para pembajak mengambil keuntungan yang merupakan hak milik Live Aid, buat orang-orang kelaparan di Ethiopia.

"Uang yang dihasilkan para pembajak bikin orang gak bisa hidup. Orang-orang yang menghalangi kehidupan orang itu disebut pembunuh. Ketika lo membeli ini (rekaman ilegal), lo membunuh orang lain," kata Geldof dikutip dari L.A Times kala itu.

"Apa yang sebenarnya dimasukkan ke dalam kantong orang-orang ini adalah makanan, air, transportasi, tempat tinggal, dan obat-obatan," semprotnya.

Konser Live Aid mengumpulkan sekitar USD 60 juta buat British Band Aid Trust, sementara konser di Philadelphia menghasilkan USD 25 juta (Rp 27,5 milliar) untuk Live Aid Foundation di Amerika Serikat.

"Band Aid dan Live Aid bajakan telah terjual 4,5 juta kopi sejauh ini, dan itu berarti USD 3 juta (Rp 3,3 miliar) hingga USD 5 juta (Rp 5,5 miliar) dicuri," kata juru bicara Federasi Internasional Produser Fonogram dan Videogram, James Wolsey kala itu.

Live Aid concert at Wembley Stadium. All the stars on the stage at the end for the grand finale including George Michael, U2 lead singer Bono and Queen frontman Freddie Mercury, 13th July 1985. (Photo by Kent Gavin/Mirrorpix/Getty Images)Live Aid concert at Wembley Stadium. All the stars on the stage at the end for the grand finale including George Michael, U2 lead singer Bono and Queen frontman Freddie Mercury, 13th July 1985. (Photo by Kent Gavin/Mirrorpix/Getty Images) Foto: Getty Images/Mirrorpix

Federasi yang mewakili 650 perusahaan rekaman di hampir 70 negara, mengaku telah menemukan enam versi konser ilegal, semuanya merupakan kaset dan rekaman profesional yang dibuat di Indonesia.

Sementara, Geldof mengatakan sekitar 1,5 juta kaset lagu Live Aid buatan Indonesia telah terjual di luar negeri dan di pasar dalam negeri. Tuduhan itu menjadi perbincangan internasional, apalagi setelah Geldof mengecam Indonesia.

"Siapa saja yang beli kaset bajakan Live Aid dari Indonesia, sebenarnya ikut membunuh pengungsi Ethiopia yang mana seluruh keuntungan dari konser itu akan disalurkan ke sana," kata Geldof.

Ada satu lagi ungkapan dari Bob Geldof yang cukup mencengangkan. Ternyata, dia baru mengetahui pembajakan itu dari musisi besar Inggris, Eric Clapton.

"Eric Clapton waktu itu di Italia mengirim saya paket berbentuk box set. Isinya kaset-kaset bajakan rekaman Live Aid yang diproduksi di Indonesia. Saya kemudian menuntut peredarannya dihentikan dan pemerintah Indonesia membayar royalti kepada kami sebesar USD 500 ribu (Rp 550 juta)," ungkapnya di Guardian.

Menurut L.A Times, seorang pejabat dari Kementerian Penerangan Indonesia, membantah tuduhaan Bob Geldof. Menurutnya, pemerintah gak mengambil keuntungan dari pajak rekaman bajakan Live Aid. Meski begitu, mereka juga mengaku bakal mempertimbangkan permintaan Geldof buat melarang penjualan rekaman bajakan dari konser amal tersebut.

"Geldof sadar dia gak bisa berbuat apa pun secara hukum. Tapi dia meminta kerja sama kita," kata pejabat itu.

Tapi balik lagi, di era itu, hampir semua album musik luar negeri diedarkan secara ilegal di Indonesia. Sebab Indonesia telah resmi keluar dari Konvensi Berne pada 1958.

Dalam modul Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia disebut, Perdana Menteri Djuanda menyatakan Indonesia keluar dari Konvensi Berne agar para intelektual Indonesia bisa memanfaatkan hasil karya, cipta, dan karsa bangsa asing tanpa harus membayar royalti.

Konvensi Berne digelar di Swiss, berisi tentang perjanjian internasional yang mengatur perlindungan karya seni dan sastra di seluruh dunia. Indonesia baru menyepakati kembali Konvensi Berne, dengan keputusan presiden nomor 18 tahun 1997.

Simak juga Video 'Bendera Merah Putih Berkibar di Pertandingan FC Dallas, Ini Faktanya':

[Gambas:Video 20detik]

(nu2/nu2)




TAGS


BERITA TERKAIT

Selengkapnya


BERITA DETIKCOM LAINNYA


Belum ada komentar.
Jadilah yang pertama berkomentar di sini

TRENDING NOW

SHOW MORE

PHOTO

VIDEO