Avatar: Fire and Ash Dikritik, James Cameron: Ini Film Saya!

Muhammad Ahsan Nurrijal
|
detikPop
LAS VEGAS, NV - APRIL 14:  Writer/director James Cameron of Avatar 2 speaks onstage during CinemaCon 2016 as 20th Century Fox Invites You to a Special Presentation Highlighting Its Future Release Schedule at The Colosseum at Caesars Palace during CinemaCon, the official convention of the National Association of Theatre Owners, on April 14, 2016 in Las Vegas, Nevada.  (Photo by Alberto E. Rodriguez/Getty Images for CinemaCon)
(Foto: Alberto E. Rodriguez) James Cameron
Jakarta - Sutradara James Cameron lagi-lagi membuat netizen dan kritikus film terdiam. Setelah sukses besar dengan Avatar: The Way of Water (2022), sekuelnya yang akan datang, Avatar: Fire and Ash, dipastikan akan semakin mengandalkan teknologi canggih high-frame-rate (HFR) 3D.

Seperti biasa, keputusan dari James Cameron tak luput dari cibiran. Banyak yang mengkritik penggunaan HFR karena membuat film terlihat aneh, karena terlihat mirip video game.

Dalam wawancara terbarunya dengan Discussing Film, James Cameron akhirnya angkat bicara dan membalas kritikan soal penggunaan 3D dan HFR di Avatar 3.

"Saya rasa angka $2,3 miliar (atau sekitar Rp 38,364 triliun untuk pendapatan The Way of Water) sudah mengatakan bahwa kalian mungkin salah soal itu. Tapi argumen dari artistik adalah saya kebetulan menyukainya, dan ini adalah film saya," kata James Cameron dilansir Senin (15/12/2025).

Sebagai informasi, film-film standar Hollywood biasanya disajikan dalam kecepatan 24 frames per second (fps). Namun, Avatar: The Way of Water (seperti film The Hobbit milik Peter Jackson sebelumnya) menggunakan HFR dengan kecepatan 48 fps untuk sebagian besar durasi film.

Penggunaan 48 fps ini dimaksudkan untuk meningkatkan imersivitas penonton, terutama di dunia 3D. Sehingga adegan-adegan (terutama di bawah air) terlihat jauh lebih nyata.

Meskipun The Way of Water dipuji sebagai salah satu contoh filmmaking 3D paling memukau secara visual, kritik umum terhadap HFR adalah justru mengurangi sensasi sinematik tradisional. Sehingga membuat film terasa terlalu mulus dan malah jadi mirip seperti video game.

James Cameron secara konsisten membela HFR sebagai cara untuk menyempurnakan pengalaman 3D. Kesuksesan box office The Way of Water membuktikan kalau penonton bersedia menerima format ini di bawah kondisi yang tepat.

Toh, film Avatar pertama (2009) yang mendorong batas 3D bahkan masih jadi film terlaris sepanjang masa dengan pendapatan $2,9 miliar atau sekitar Rp 48,4 triliun.

Lihat juga Video 'Pintu Pandora Resmi Dibuka, Pecinta Avatar Berani Masuk?':

(ahs/aay)




TAGS


BERITA TERKAIT

Selengkapnya


BERITA DETIKCOM LAINNYA


Belum ada komentar.
Jadilah yang pertama berkomentar di sini

TRENDING NOW

SHOW MORE

PHOTO

VIDEO