7 Waralaba Film yang Mati Suri
Sementara beberapa waralaba terus berjalan selama puluhan tahun, ada pula kisah-kisah yang "mati" terlalu cepat, terhenti setelah satu sekuel yang buruk, atau gagal mencapai box office yang diharapkan.
Dilansir dari ComicBook.com, berikut adalah tujuh waralaba film yang dianggap memiliki potensi yang terlalu besar untuk ditinggalkan dan sangat pantas untuk mendapatkan kesempatan kedua melalui reboot atau kelanjutan yang layak.
1. Sinister (2012)
Sinister Foto: (dok.The Wrap) |
Waralaba horor ini menjadi contoh klasik dari kesuksesan besar yang terbunuh oleh sekuel yang mengecewakan. Film pertama, yang disutradarai oleh Scott Derrickson, adalah fenomena box office, meraup $87.7 juta secara global dengan budget produksi yang sangat minim, hanya $3 juta.
Film ini berhasil menciptakan ketakutan otentik melalui sosok iblis Bughuul dan rekaman snuff film bergaya found footage.
Namun, Sinister 2 (2015) gagal total, baik secara kritik maupun komersial, menghilangkan elemen-elemen terbaik yang membuat film pertamanya menakutkan.
Di tengah kebangkitan genre horor saat ini, Sinister sangat layak mendapatkan reboot yang cerdas, yang kembali fokus pada konsep horor yang lambat, atmosfer gelap, dan meninggalkan kebergantungan pada sekuel yang buruk.
2. A Nightmare on Elm Street
A Nightmare on Elm Street Foto: A Nightmare on Elm Street (imdb) |
Karya klasik Wes Craven pada 1984 ini tidak hanya sekadar film slasher terbaik, melainkan sebuah revolusi dalam genre horor. Karakter Freddy Krueger, pembunuh di dunia mimpi, adalah salah satu ikon horor paling dikenal.
Setelah delapan film orisinal dan satu crossover dengan Jason Voorhees, upaya reboot pada tahun 2010 gagal total, gagal menangkap kengerian yang membuat Freddy begitu ikonik. Waralaba ini kini telah mati selama lebih dari satu dekade.
Dengan potensi eksplorasi trauma dan dunia mimpi yang tak terbatas, A Nightmare on Elm Street membutuhkan reboot baru yang berani, yang dapat mengembalikan elemen psiko-horor yang gelap dan menyeramkan dari film aslinya.
3. Hitman
Diadaptasi dari seri video game populer tentang pembunuh bayaran berkode nama Agent 47, waralaba film ini gagal total dalam dua kali percobaan.
Pertama melalui film 2007 yang dibintangi Timothy Olyphant, dan kemudian reboot tahun 2015 yang dibintangi Rupert Friend. Kedua film tersebut gagal mendapatkan ulasan positif maupun kesuksesan box office yang signifikan.
Materi sumber (game Hitman) menawarkan narasi spionase dan aksi yang sangat dingin dan terencana. Kegagalan adaptasi ini menunjukkan bahwa Hollywood belum menemukan cara yang tepat untuk menerjemahkan keunikan karakter dan gameplay Agent 47.
Sebuah reboot dengan sutradara yang tepat bisa menghasilkan film aksi-thriller yang setara dengan Mission: Impossible atau John Wick.
4. The LEGO Movie
The Lego Movie 2 Foto: (imdb.) |
Mungkin ini adalah waralaba yang "mati" paling mengejutkan dalam daftar ini. The LEGO Movie (2014) dan The LEGO Batman Movie (2017) mendapat pujian universal dari kritikus, dipuji karena kecerdasan, humor, dan kejutan emosionalnya, serta menghasilkan keuntungan besar.
Namun, dua spin-off berikutnya dan The LEGO Movie 2: The Second Part (2019) gagal mencapai kesuksesan yang sama, yang secara efektif menghentikan waralaba utama.
Para penggemar merasa kehilangan, karena IP ini memiliki kreativitas tanpa batas dan karakter yang dicintai (Emmet, Wyldstyle, Batman). Kebijakan lisensi film LEGO telah berpindah studio, membuka peluang bagi studio baru untuk merencanakan The LEGO Movie 3 dan memberikan penutup yang layak bagi petualangan Emmet.
5. 300
Waralaba epik visual Zack Snyder, yang didasarkan pada komik Frank Miller, sukses besar dengan film pertamanya pada tahun 2006. Film ini mendefinisikan estetika slow-motion dan warna yang sangat berani di genre film aksi sejarah.
Meskipun sudah ada sekuel/prekuel 300: Rise of an Empire (2014), potensi dunia peperangan kuno dengan gaya visual sinematik yang khas ini masih sangat besar.
Ada laporan yang menunjukkan bahwa Zack Snyder mungkin kembali ke mitologi ini, bukan untuk film layar lebar, melainkan untuk serial TV prequel yang akan mengeksplorasi kisah sebelum film-film tersebut.
Ini adalah format yang sempurna untuk mengembangkan lore dan karakter baru dalam dunia "Sparta" yang sangat stylish ini.
6. 21 Jump Street
Waralaba komedi aksi ini adalah permata sejati di Hollywood. Diarahkan oleh Phil Lord dan Chris Miller serta dibintangi oleh duo yang luar biasa, Channing Tatum dan Jonah Hill, 21 Jump Street (2012) dan 22 Jump Street (2014) meraih pujian kritis dan sukses besar di box office.
Namun, waralaba ini dihentikan di puncak kejayaannya, mungkin karena para pembuat film ingin menghindari risiko penurunan kualitas. Meskipun keputusan ini cerdas, chemistry yang kuat antara Schmidt dan Jenko terlalu berharga untuk dibiarkan hilang.
Waralaba ini layak untuk dilanjutkan, entah melalui film ketiga yang ditunggu-tunggu atau spin-off perempuan (23 Jump Street) yang pernah dikembangkan.
7. The Man from U.N.C.L.E. (2015)
Film mata-mata karya Guy Ritchie ini mungkin adalah kasus waralaba yang paling disayangkan. Dengan style visual tahun 60-an yang memukau, musik yang keren, dan chemistry yang apik antara Henry Cavill dan Armie Hammer sebagai agen mata-mata CIA dan KGB, film ini seharusnya menjadi hit besar.
Sayangnya, performa box office-nya tidak memuaskan, mengubur rencana sekuel yang sangat dinanti oleh para kritikus dan penggemar yang menyukai film ini. The Man from U.N.C.L.E. adalah tontonan yang penuh gaya, cerdas, dan menawarkan alternatif yang segar dari film-film mata-mata modern yang terlalu serius.
Potensinya sebagai waralaba spy-caper yang berkelas masih sangat tinggi dan layak mendapatkan reboot atau kebangkitan.
Tujuh waralaba ini membuktikan bahwa di balik kegagalan, selalu ada benih ide yang kuat. Dengan sutradara dan visi yang tepat, film-film yang telah "mati" ini bisa kembali menjadi hit besar dan menguasai box office di masa depan.
(ass/tia)














































