Sinopsis:
Tak banyak orang yang hidup dengan pilihan. Terkadang satu-satu pilihan ialah tidak bisa memilih. Itu juga yang dialami oleh Jefri (Marthino Lio) selama masa pandemi COVID-19. Profesinya sebagai debt collector mengharuskannya menagih utang ke sejumlah peminjam yang tengah kesusahan. Ada tukang obat yang cucunya baru operasi, ada ibu hamil yang tak tahu harus menjual barang apalagi buat bertahan hidup.
Di situasi seperti ini, Jefri menghadapi pilihan dilematis. Ia juga butuh uang karena istrinya, Ella (Sallum Ratu Ke) mau melahirkan anak kedua mereka. Setelah anak pertamanya meninggal, Jefri tak ingin kehilangan buah cintanya lagi.
Namun, sebuah insiden membuat Ella harus mendapat penanganan persalinan lebih cepat. Sayangnya, di masa pandemi, akses ke fasilitas kesehatan begitu sulit. Apalagi bagi orang miskin seperti mereka. Kondisi tersebut membuat Jefri dan Ella terdampar di Klinik Persalinan Kamboja.
Klinik yang sebenarnya bukan fasilitas kesehatan, tetapi tempat orang-orang menumbalkan jabang bayi demi pesugihan. Mungkinkah Jefri dan Ella masih bisa selamat dari petaka ini?
Review:
Sutradara Charles Ghozali kembali hadir dengan horor action yang menjadi signaturenya. Bedanya, kali ini cerita tidak datang dari timnya. Charles berkolaborasi Salman Aristo dan kawan-kawan sebagai penulis cerita. Maka hasilnya adalah film horor yang tak hanya menyajikan ketakutan, tetapi juga aksi laga dan drama memilukan.
Latar waktu saat pandemi menjadi gambaran nyata tentang betapa terpuruknya hidup masyarakat pada masa tersebut. Orang-orang harus lintang-pukang mencari penghasilan ketika masa pembatasan sosial. Semuanya terasa terhimpit lantaran uang sangatlah susah dicari. Di satu sisi, ancaman gangguan kesehatan terus mengintai. Oleh karena itu, meminjam uang ke lintah darat merupakan jalan yang tak bisa mereka hindari.
Kehadiran karakter Jefri sebagai sosok debt collector dalam film cukup relevan. Sebab, Jefri tak digambarkan sebagai sosok penagih utang yang kejam dan kerap melakukan intimidasi.
Jefri yang berasal dari Indonesia Timur, membuang stereotip yang biasa melekat pada mereka. Jefri justru hadir dengan sifat humanis. Sifat ini sekaligus membawa Jefri dalam pergulatan dilema moral. Ia bisa merasakan empati sebagai sesama orang miskin. Sampai di sini, Tumbal Darah bukan sekadar film horor. Ia adalah drama manusia.
Ketika nuansa horor sudah muncul, Tumbal Darah dipenuhi dengan ketegangan yang intens. Makhluk gaib yang mengerikan di Klinik Kamboja membawa teror yang mencekam. Aksi laga a la horor action dari Charles Ghozali terus ditampilkan.
Sekilas, Jefri mungkin akan mengingatkan kita pada ustaz Qodrat yang ikonik itu. Jefri mempunyai ciri khas sendiri: ia membawa golok yang dibungkus kain merah. Aksinya pun dipenuhi muncratan darah seperti horor gore.
Sepanjang durasi, cerita bergerak cepat. Meski ada beberapa kelemahan pada efek CGI dan klise menjelang akhir film.
Kendati demikian, Tumbal Darah merupakan tontonan horor yang cukup memuaskan dahaga pecinta horor yang bosan pada film horor itu-itu saja. Tumbal Darah akan membuat kita berteriak, sedih dan sesekali tertawa getir. Kita pun sadar, hidup orang yang terjerat kemiskinan ternyata bisa se-horor itu.
Film Tumbal Darah ini tengah tayang di bioskop.
Genre | horror |
Runtime | 92 minute |
Release Date | 23 October |
Production Co. | Magma Entertainment Wahana Kreator Sinemaku Pictures |
Director | Charles Gozali |
Writer | Asaf Antariksa Diva Apresya Salman Aristo |
Cast | Marthino Lio as Jefri Bani Sallum Ratu Ke as Ella Agla Artalidia as Sandra Donny Alamsyah as Iwan Aksara Dena as Bakar |
Simak Video "Video Film Horor 'Weapons' Wujud Ketakutan Sutradara Zach Cregger"
(rdp/ass)