Stephen Chow: Dulu Diejek hingga Revolusi Industri Film Asia

Stephen Chow ada di bagian terakhir karena dia agak beda dengan lainnya. Semuanya mungkin masih bisa berkomedi, tapi jarang sekali yang bisa seperti aktor kelahiran Hong Kong 22 Juni 1962 itu.
Mengidolakan Bruce Lee sejak menyaksikan penampilannya di The Big Boss, Chow yang berusia 9 tahun itu pun langsung ngebet ingin jadi bintang film laga. Sayangnya, ia gak punya biaya dan cuma bisa bertahan di sekolah bela diri selama tiga bulan saja meski akhirnya masih bisa juga masuk TVB.
Baca juga: Bibi Lung Ogah Pacaran Lagi |
Ia malah lebih sering dicemooh dan dianggap sebagai aktor kelas B saja. Bahkan dirinya disebut gak akan bisa sejajar dengan Chow Yun Fat kala itu. Semua kritikan dan ejekan itu yang memecut semangatnya untuk melakukan inovasi di industri film.
Chow mungkin berhasil dengan Fight Back to School (1991) dan menjadi salah satu film terbaiknya. Tapi dia masih ngerasa itu belum cukup hingga akhirnya muncul Crouching Tiger Hidden Dragon (2000) yang memakai efek Computer Generated Imagery (CGI).
Sadar jika dirinya tak memiliki dasar bela diri seperti bintang-bintang lainnya, ia pun memanfaatkan teknologi untuk membuatnya menjadi seorang ahli kung fu dan bintang film laga yang kemudian justru malah mengubah 'permainan' dari film-film aksi di Asia dan juga dunia.
![]() |
Di sinilah ide-ide gilanya mulai tumbuh. Efek yang kala itu diejek murahan oleh para kritikus (tentunya karena dibandingkan dengan Hollywood) justru dialihkan menjadi senjata baru oleh Stephen Chow. Shaolin Soccer (2001) dan Kung Fu Hustle (2004) kemudian menjadi pengubah arah film-film aksi di Mandarin.
Meski awalnya dicibir, Stephen Chow menerapkan prinsip-prinsip bela diri di film itu bahkan ia pun mengajak koreografer legendaris seperti Tony Ching Siu (di Shaolin Soccer) dan Yuen Woo Ping (di Kung Fu Hustle). Hasilnya tentunya jadi sajian baru bagi para penikmat film laga.
Stephen Chow berusaha mengawinkan gerakan-gerakan bela diri tradisional yang dipadukan dengan imajinasi liar seperti halnya dalam komik. Pujian pun akhirnya diberikan pada aktor sekaligus sutradara berusia 61 tahun itu.
"Shaolin Soccer tak dapat dipungkiri merupakan kisah yang diangkat dari manga populer dari Jepang yakni Captain Tsubasa. Jadi itu memberikan sentuhan berbeda pada unsur bela diri di dalam film tak hanya secara tradisional, tapi lebih ke anime/manga yang dipoles dengan baik lewat efek visual," ujar Frank Djeng, pakar film Asia, dalam wawancaranya bersama South China Morning Post.
Karya-karyanya mendorong para penikmat film dan sineas untuk lebih membuka diri dan berkembang agar tak terjebak dalam konsep yang sama selama berpuluh-puluh tahun. Bahkan film Stephen Chow tersebut dianggap menarik kembali para penonton yang sudah mulai jenuh dengan genre aksi.
"Pada akhir 1990-an, bioskop Hong Kong sering dicemooh oleh penonton karena murah dan berkualitas rendah, dan penonton film semakin memilih film Hollywood."
"Para pembuat film Hong Kong mencoba membuat gambar-gambar berat CGI untuk merayu penonton, dan Chow menggunakan waktunya untuk menemukan kegunaan yang cerdas dari teknologi tersebut, pertama menggunakannya untuk memadukan kung fu dan olahraga untuk Shaolin Soccer, dan kemudian memperbarui film klasik untuk Kung Fu Hustle," tutur Tim Youngs, pakar film Hong Kong.
(ass/tia)