Suzzanna: The Queen of Black Magic Hantui Hollywood

Film garapan David Gregory menampilkan cuplikan-cuplikan penampilan Suzzanna di era kejayaannya pada 80-an.
"Ratu Horor Indonesia", begitu ia kemudian dikenal, lahir di masa Perang Dunia II; ia sudah tahu sejak usia dini bahwa ia ingin menjadi bintang film.
Saat remaja, pemeran film pertamanya menuai pujian dari kritikus. Namun, ia baru benar-benar meraih tahta genrenya di tahun 1980-an, ketika ia membintangi serangkaian film horor yang mengerikan-tak terelakkan, seorang wanita yang bangkit dari kubur untuk membalas dendam-berdasarkan setan-setan terkenal dari cerita rakyat Indonesia.
![]() |
Suzzanna: The Queen of Black Magic mengeksplorasi kehidupan dan karier Suzanna Martha Frederika van Osch-ia berdarah campuran Belanda, yang menjelaskan nama belakangnya.
Namun, film ini juga menggali dampaknya terhadap perfilman Indonesia dengan menyentuh sejarah politik dan budaya Indonesia yang rumit, terutama seiring dengan kebangkitannya menuju ketenaran.
Konteks inilah yang semakin memperkaya kisahnya begitu pula dengan dimasukkannya perjuangan pribadinya dalam film, terutama kematian putranya saat remaja, untuk membantu kita memahami emosi yang memandu penampilannya.
Suzzanna memiliki kecantikan dan bakat, ia juga memiliki kualitas seram yang melekat, seperti yang dikatakan sutradara horor Indonesia Joko Anwar dalam film dokumenter tersebut, menempatkannya setara dengan Boris Karloff, Vincent Price, dan Bela Lugosi.
Tatapan matanya-menatap, sendu, dan penuh kejutan-adalah ciri khasnya, dan seperti yang diutarakan seorang penggemar di sini, "Ia mampu memainkan peran hanya dengan tatapannya."
Suzzanna memupuk mistik di luar layar yang sejalan dengan peran yang dipilihnya; ia melakukan ritual magis saat mendalami karakter, dan banyak penggemar percaya bahwa ia sendiri memiliki kekuatan supernatural, sebuah pandangan yang tampaknya ia dukung.
Ia sangat berdedikasi pada karyanya; pada satu titik kita mendengar dari seorang penata rias yang mengingat Suzzanna secara khusus ingin menggunakan ular hidup dalam hiasan kepala yang ia kenakan dalam film Nyi Blorong untuk memastikan teror dan penampilan yang maksimal.
Sepanjang film dokumenter ini, ditekankan betapa budaya Indonesia sangat dipengaruhi oleh legenda dan kisah hantunya.
Di antara para produser, cendekiawan, pengagum, teman, dan anggota keluarga yang hadir sebagai narasumber, terdapat pula seorang profesor mitologi Jawa.
Perspektif ini membantu penonton dunia memahami pentingnya Suzzanna dalam memerankan tokoh-tokoh cerita rakyat tradisional, yang sebagian besar memiliki rambut hitam panjang dan tawa melengking yang sama, serta dimotivasi oleh tema-tema seputar kehamilan, persalinan, dan balas dendam.
Tampaknya hanya ada sedikit wawancara dengan Suzzanna; yang kita lihat tentangnya di luar cuplikan film diambil dari konferensi pers, di mana ia menghindari membahas kehidupan pribadinya.
![]() |
Namun, Suzzanna: The Queen of Black Magic juga mengupas skandal di usia senja yang berkisar seputar suami keduanya. Kita bertemu dengannya di awal film saat ia mengajak kita berkeliling rumah yang mereka tinggali bersama, termasuk kamar tempat Suzzanna meninggal pada 2008.
Bersamaan dengan film dokumenter yang kini tayang di Shudder, platform horor tersebut juga menambahkan empat film favorit kultus yang sering disebut-sebut: Sundelbolong (1981), The Queen of Black Magic (1981), Nyi Blorong (1982), dan Sankuriang (1982).
Kayaknya sulit untuk tidak langsung menontonnya setelah melihat cuplikan-cuplikan adegan mengerikannya.
(ass/tia)