28 Years Later: Hidup Setelah (Serangan) Zombie

Candra Aditya
|
detikPop

EDITORIAL RATING

4/5

AUDIENCE RATING

-
28 Years Later

Sinopsis 28 Years Later:

Sekelompok orang di sebuah pulau, harus bertahan di tengah virus zombie yang menyerang. Tapi mereka dipaksa buat bergerak. Ketika grup meninggalkan pulau buat sebuah misi, di sana juga pertaruhan nyawa dimulai.

Kamu bakal diajak balik ke dunia penuh kekacauan dan monster ganas. Lebih dari dua dekade setelah 28 Days Later pertama, sutradara Danny Boyle kembali lagi dengan kelanjutan dari semesta post-apokaliptik ciptaannya.

Review 28 Years Later:

Cerita tentang zombie yang berlari dengan cepat mungkin tidak akan mengejutkan banyak penonton sekarang. Tapi di tahun 2002, saat 28 Days Later dirilis, cerita tentang zombie yang bisa lari sprinting mengejar manusia menjadi salah satu teror yang tidak bisa dilupakan.

Ditulis oleh Alex Garland dan disutradarai oleh Danny Boyle, film tersebut mengubah lanskap film zombie. Tanpa film tersebut, kita mungkin tidak akan mendapatkan tontonan macam War World Z atau semua hal yang berhubungan dengan The Walking Dead.

Setelah sekuel pertamanya yang kurang begitu memuaskan, Boyle dan Garland kembali lagi untuk meneruskan kitab mereka dalam 28 Years Later. Ceritanya tentang sekelompok orang yang hidup berdampingan, jauh dari para zombie yang berkeliaran karena mereka hidup di sebuah pulau kecil. Jauh dari perkotaan dan hidup sederhana, tokoh sentral film ini adalah Spike (Alfie Williams), bocah 12 tahun yang dalam pembukaan film ini diajari oleh ayahnya, Jamie (Aaron Taylor-Johnson), untuk menghabisi zombie.

Dengan waktu yang sudah lama berlalu dan kenyataan bahwa manusia melakukan segala cara untuk menghabisi orang-orang yang terjangkit virus, ada banyak hal yang berubah dengan para zombie ini. Mereka yang lemah berubah menjadi obesitas dan memangsa apapun yang bisa membuat mereka hidup, siap-siap melihat adegan close-up zombie memakan cacing tanah.

Tapi ada juga yang disebut dengan Alpha, zombie spesial yang mempunyai kemampuan fisik yang luar biasa. Alpha tidak akan tumbang hanya dengan beberapa tusukan panah.

Perjalanan Spike menjadi pembunuh zombie tidak berjalan mulus. Tapi Jamie tetap bangga dengan aksi anaknya. Masalahnya adalah respons Jamie terhadap kondisi ibunya, Isla (Jodie Comer), yang membuat Spike memutuskan untuk melakukan hal yang nekat: membawa ibunya keluar dari pulau tersebut dan bertemu dengan orang yang menurut kakeknya adalah sosok yang berbahaya.

Ada berita baik atau buruk mengenai 28 Years Later, dan semua ini tergantung ekspektasi penonton terhadap film ini. Berita buruknya adalah film ini sama sekali tidak sama dengan 28 Days Later. Berita baiknya adalah film ini sama sekali tidak sama dengan 28 Days Later.

Kalau kamu mengharapkan sebuah film zombie yang penuh dengan aksi lari-larian yang memompa adrenalin dan memberikan teror tanpa setop, kamu mungkin akan kecewa. Tapi kalau kamu mengharapkan eksplorasi yang berbeda tentang genre yang sudah lapuk ini, kalau mau menghindari kata 'basi', bersiaplah untuk tertawa senang.

Jangan salah sangka, 28 Years Later sebagai sebuah entertainment musim panas masih tetap menjanjikan semua hal yang membuat film aslinya terkenal. Masih ada berbagai sekuens yang menegangkan dari aksi pertama bertemu dengan Alpha sampai sekuens di dalam kereta api yang terbengkalai yang menjadi salah satu highlight film ini.

Salah satu hal yang membuat film aslinya terkenal adalah tidak hanya karena desain zombienya yang unik tapi juga bagaimana Boyle mempersembahkan filmnya. Di tahun 2002, Boyle menggunakan kamera digital yang memungkinkan dia untuk melakukan berbagai adegan yang gila.

Eksplorasi teknis ini terus dipertahankan oleh Boyle karena penggunaan iPhone dalam film ini tidak hanya membuat 28 Years Later menjadi unik tapi juga menambah ketegangan saat film ini membutuhkan genjotan adrenalin.

Boyle bersama sinematografer Anthony Dod Mantle, yang juga merekam film aslinya, mempersembahkan visual yang sangat menarik. Gerakan kameranya sangat liar tapi pada saat yang bersamaan, mereka memberikan warna-warna alam yang memukau. Kontras antara lanskap yang enak dilihat dengan konten yang hardcore ini membuat 28 Years Later menjadi sangat kuat.

Bagian yang membuat 28 Years Later terasa sangat mengejutkan, terutama bagi penonton yang mengharapkan sensasi yang mirip dengan film aslinya, adalah kenyataan bahwa Garland dan Boyle membingkai film ini dalam kanvas film coming-of-age. Ini adalah film tentang zombie tapi pada saat yang bersamaan ini adalah kisah tentang seorang bocah yang tumbuh besar di dunia yang asing.

Ia tidak mengenal televisi, ponsel atau internet. Hidupnya adalah bagaimana caranya bertahan hidup. Itulah sebabnya ketika film ini bergerak ke arah melodrama di babak terakhir, 28 Years Later mendadak menjadi sebuah meditasi tentang hidup dan kematian yang tulus.

Awalnya memang aneh sekali bahwa film yang diiklankan sebagai penggedor jantung ternyata menawarkan sebuah filosofi yang menarik soal hidup dan mati. Tapi begitu saya menerima ide ini, 28 Years Later menjadi tontonan yang jauh lebih baik.

Satu-satunya kekurangan 28 Years Later mungkin adalah kenyataan bahwa kisah ini belum selesai. Perjalanan Spike belum komplit karena film ini hanyalah bagian pertama dari sebuah trilogi yang akan ditulis oleh Garland. Melihat awal triloginya semeyakinkan ini, saya tak sabar untuk melihat apa yang terjadi di babak berikutnya.

28 Years Later dapat disaksikan di seluruh jaringan bioskop di Indonesia

GenreHorror, Thriller, Zombie
Runtime1h 55m
Release Date19 Juni 2025
Distributed by:Sony Pictures Releasing
DirectorDanny Boyle
WriterAlex Garland
CastJodie Comer
Aaron Taylor-Johnson
Ralph Fiennes
Alfie Williams
Sienna Giblin
Girl Villager
Amy Cameron
Stella Gonet


TAGS


MOVIE LAINNYA

SHOW MORE