Kebijakan baru dari Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, membuat geger dunia dan hampir semua terkena imbasnya. Di antara negara-negara lainnya, China menjadi salah satu yang melakukan perlawan atas tarif baru tersebut.
Negeri Tirai Bambu itu dikenakan tarif impor sebesar 104% (sekarang dinaikkan lagi menjadi 125%) oleh Amerika karena dianggap tak mau menurunkan tarif balasan atas barang-barang dari AS. Hal ini pun membuat mereka membuat kebijakan baru mengenai produk dari Amerika Serikat, salah satunya adalah film.
Dilansir dari The Hollywood Reporter, China tengah menggodok ide untuk melakukan ban terhadap Hollywood. Lantas bagaimana perkembangan sinema di sana tanpa hadirnya film-film seperti Superman hingga Avengers: Doomsday?
Baru beberapa bulan ini China membuktikan kekuatan pasar mereka lewat film animasi Ne Zha 2. Film garapan Studio Chengdu Coco Cartoon milik Jiaozi itu berhasil memeroleh pendapatan Rp 29,4 triliun hanya dari pemutaran domestik saja dan menjadi film terlaris sepanjang masa di China (sekarang menjadi film animasi terlaris di seluruh dunia).
Hal ini seolah menjadi booster untuk meningkatkan kepercayaan diri sineas China bahwa mereka bisa berdiri di atas kakinya sendiri tanpa perlu Hollywood. Apalagi raihan ini menjadi tren positif setelah mengalami penurunan besar di tahun lalu.
Khususnya pada Februari 2024 di mana mereka sempat menorehkan rekor buruk dengan pendapatan hanya mencapai Rp 328 miliar saja pada pekan pertama di bulan itu.
Dilansir dari China Daily disebutkan jika sembilan bioskop di Hong Kong pun terpaksa tutup akibat sepinya pengunjung, salah satunya adalah Cinema City di Mong Kok, yang mana bisa menghabiskan Rp 12,3 miliar per bulannya untuk biaya sewa.
Crucindo Hung Cho-sing, Chairman of the Hong Kong Motion Picture Industry Association, mengatakan penutupan ini menimbulkan tantangan bagi sektor film.
"Berkurangnya jumlah layar berarti film tidak dapat dirilis tepat waktu sehingga akan memperpanjang periode pemulihan bagi investor, dan berpotensi menghambat investasi di masa depan."
Sekuat apa film Ne Zha 2 yang membangkitkan industri itu?
Ne Zha 2 menandai pergeseran dari kisah epik patriotik yang telah mendominasi sinema China selama beberapa tahun terakhir. The Battle at Lake Changjin, yang digeser Ne Zha 2 ke posisi kedua (film terlaris), adalah film yang disponsori Partai Komunis pada 2021 yang menggambarkan tentara Tiongkok yang bertempur melawan Amerika dalam perang Korea.
Wolf Warrior 2, yang kini berada di posisi ketiga dalam peringkat box office Tiongkok, adalah film yang dirilis pada 2017 tentang seorang tentara Tiongkok yang melindungi pekerja bantuan di Afrika.
Penonton Tiongkok memang tak bisa jauh dari patriotisme, kata seorang kritikus film independen di Beijing, yang meminta untuk tetap anonim. Namun, ada rersonansi yang tercipta sejak perilisa Ne Zha 2.
Dilansir dari Guardian dalam konferensi pers tentang ekonomi di sela-sela China's Two Sessions, pertemuan politik yang digelar tiap tahun, Menteri Perdagangan Wang Wentao, memuji keberhasilan film tersebut dalam menarik penonton ke bioskop di saat China sangat ingin meningkatkan belanja konsumen.
Satu perusahaan di provinsi Shandong, bahkan menghabiskan 40.000 yuan atau Rp 41 juta, membeli 1.000 tiket untuk dibagikan ke karyawannya. Resonansi itu juga terjadi di sebuah bar di Beijing yang secara khusus menawarkan koktail "Ne Zha reborn" berisi gin, rasberi, bluberi, rosela, dan lemon, seharga 95 yuan atau Rp 217 ribu. Ada juga penata rambut yang menawarkan diskon kepada pelanggan yang datang dengan struk pembelian Ne Zha 2.
"Ketika sesuatu menjadi viral, setiap pemerintah kota akan mencoba mengklaim keterlibatan mereka atau mengatakan bahwa mereka adalah bagian dari kisah sukses," kata kritikus film tersebut.
Simak Video "Video: Film Animasi Terlaris Dunia 'Ne Zha 2' Segera Tayang di Indonesia"
(ass/nu2)