Tentang Wuthering Height, Proyek Margot Robbie Jadi Rebutan

Asep Syaifullah
|
detikPop
LONDON, ENGLAND - JULY 30:   Margot Robbie attends the UK Premiere of Once Upon a Time...In Hollywood at the Odeon Luxe Leicester Square on July 30, 2019 in London, England. (Photo by David M. Benett/Dave Benett/Dave Benett/WireImage)
Margot Robbie. Dave Benett/WireImage/David M. Benett
Jakarta - Tawaran menggiurkan diberikan oleh Netflix untuk film terbaru Margot Robbie yakni Wuthering Heights. Film yang diadaptasi dari novel karya Emily Bronte pada 1847 itu diproduksi oleh Lucky Chap yang merupakan perusahaan milik Margot.

Dilansir dari Deadline ada banyak sekali tawaran untuk mendistribusikan film ini dan akhirnya dimenangkan oleh Warner Bros (mengingat kerjasama keduanya selama satu dekade belakangan). Padahal tawaran tertinggi justru diberikan oleh Netflix yang mencapai $150 juta atau sekitar Rp 2,3 triliun.

Namun Margot Robbie dan sutradara, Emerald Fennell, lebih memilih film tersebut ditayangkan di bioskop dibandingkan layanan OTT berlogo merah itu. Hal ini pun senada dengan apa yang ditawarkan oleh Warner Bros yang hanya memberikan penawaran setengahnya saja dari apa yang diajukan Netflix.

Wuthering Heights sendiri akan menjadi kerjasamanya dengan Emerald Fennell, penulis dan sutradara yang proyek sebelumnya, Promising Young Woman dan Saltburn, yang menjadi hit dan transgresif beberapa tahun lalu. Film ini akan dibintangi oleh Margot Robbie sebagai Catherine Earnshaw dan Jacob Elordi sebagai Heathcliff yang pemarah.

Berdasarkan karya Ms. Fennell sebelumnya, film dengan rating dewasa ini cukup menjanjikan dan akan menjadi seksi, gotik, dan sangat modern. Proses syuting juga baru akan dimulai pada tahun depan.

Film ini pun juga sudah menuai kontroversi berupa reaksi keras terhadap pemilihan aktor Australia Jacob Elordi sebagai Heathcliff. Reaksi kritikus di media sosial menunjukkan betapa kuatnya konsensus ini.

Pernyataan "dia jelas-jelas belum membaca bukunya" dan "ceritanya ditutup-tutupi" telah dilancarkan ke arah Fennell. Yang melatarbelakanginya jelas adalah persoalan representasi "etnis minoritas" dalam sastra klasik.

Inilah sebabnya mengapa drama zaman sekarang semakin banyak dipentaskan untuk membuat Inggris di masa lalu terlihat seperti Inggris yang multietnis di masa sekarang. Meskipun dapat dimengerti, ada kecenderungan hal ini meluas ke klaim absolutis yang ironisnya menjadi esensialis secara rasis - seperti Heathcliff berkulit hitam.

Meskipun menggambarkan dia memiliki kulit gelap, mata gelap dan rambut gelap, Bronte meninggalkan latar belakang ras dan etnis Heathcliff yang agak kabur dan ambigu. Ada spekulasi bahwa dia mungkin adalah orang Amerika atau Spanyol yang terbuang.


(ass/dar)


TAGS


BERITA TERKAIT

Selengkapnya


BERITA DETIKCOM LAINNYA


Belum ada komentar.
Jadilah yang pertama berkomentar di sini

TRENDING NOW

SHOW MORE

PHOTO

VIDEO