Predator: Badlands, Petualangan Seru Si Pemangsa
EDITORIAL RATING
AUDIENCE RATING
Sinopsis:
Memerah intellectual property (IP) sampai titik penghabisan adalah hal yang biasa di Hollywood. Kadang kala hasilnya adalah sesuatu yang basi. Tapi dalam beberapa percobaan, kadang bisa menghasilkan seperti Predator: Badlands-film terbaru dari franchise Predator karya Dan Trachtenberg.
Setelah berhasil merevitalisasi kisah predator dalam Prey, Trachtenberg mendapatkan kanvas yang lebih besar. Inovasinya yang terbaru adalah menjadikan si predator sebagai tokoh utama.
Dek (Dimitrius Schuster-Koloamatangi) mungkin kelihatan raksasa bagi kita para manusia tapi di mata Yautja-nama species makhluk ini-ia adalah makhluk cacat yang perlu dibuang. Ia bahkan dipaksa bertanding dengan kakaknya sendiri, Kwei (Mike Homik), untuk membuktikan bahwa dia adalah Yautja yang sesuai sebelum akhirnya ia dilempar ke sebuah planet bernama Genna.
Cuplikan adegan dalam film Predator: Badlands (2025). Foto: Dok. Ist |
Tugasnya adalah membawa hasil buruannya, sebuah makhluk bernama Kalisk yang konon tidak bisa dibunuh. Tapi bahkan sebelum Dek bertemu dengan Kalisk, ia harus menghadapi lingkungan yang sangat tidak ramah. Genna adalah sebuah planet yang menginginkan makhluknya untuk berperang.
Rumput-rumputnya setajam silet dan ini sebelum kita bertemu dengan berbagai makhluk yang saling membunuh. Ada akar yang bisa meluluhlantakkan benda apa pun, ada hewan seperti badak yang raksasa, ada serangga seukuran pesawat terbang dan lain sebagainya.
Petualangan Dek menjadi semakin lengkap ketika ia akhirnya bertemu dengan Thia (Elle Fanning), android yang badannya tinggal separuh yang akan mengantarnya ke Kalisk. Tapi tentu saja, ada pelajaran berharga yang nantinya akan ia dapatkan sebelum bisa menyelesaikan misinya.
Review:
Dengan bujet yang jauh lebih besar, tentu saja sutradara Dan Trachtenberg melukis Predator: Badlands dengan gambar yang lebih mempesona. Genna adalah sebuah planet yang terasa megah. Ia menakutkan, menyeramkan tapi juga sekaligus enak dipandang. Semua desain flora dan faunanya yang original tidak ada yang mengecewakan.
Disaksikan di layar lebar, Predator: Badlands terasa superior dan menyegarkan. Dari pertama kali penonton bertemu dengan Dek sampai akhirnya ia terlempar di Genna, tidak ada satu pun gambar dalam film ini yang terlihat boring.
Setelah 10 Cloverfield Lane dan Prey, tentu saja kita tidak perlu meragukan lagi kemampuan Trachtenberg dalam meramu adegan aksi atau bagaimana ia membangun ketegangan. Predator: Badlands bisa dibilang adalah sebuah blockbuster Hollywood yang tradisional.
Cuplikan adegan dalam film Predator: Badlands (2025). Foto: Dok. Ist |
Kamu bisa menebak ceritanya dari awal film dimulai. Tapi karena semuanya disajikan dengan baik, semua emosi yang film ini harapkan tertransfer dengan baik. Dari tegang, lucu sampai dramatis semuanya hadir dalam film ini.
Tapi mungkin yang paling mengejutkan dalam Predator: Badlands adalah kenyataan bahwa film ini cukup emosional. Ini adalah pertama kalinya film Predator menggunakan karakter Yautja sebagai protagonisnya dan Trachtenberg berhasil membuat saya langsung peduli dengan karakter utamanya.
Baca juga: Abadi Nan Jaya: Wabah Zombie di Desa |
Tidak hanya itu, ia berhasil membuat saya sebagai penonton paham dengan perjalanan emosi Dek padahal karakter tersebut menggunakan bahasa sendiri dan wajahnya bukan manusia. Panduan emosional penonton adalah mata karakternya dan Dimitrius Schuster-Koloamatangi berhasil menerjemahkan itu semua hanya melalui matanya.
Tidak hanya itu, Predator: Badlands juga sangat berhasil membuat saya peduli dengan nasib binatang- binatang fiksi yang ada di dalamnya. Film ini tidak punya urusan untuk membuat saya menangisi karakter fiksi tapi hal tersebut lahir secara alamiah berkat penggambaran dunia yang sangat tiga dimensional.
Cuplikan adegan dalam film Predator: Badlands (2025). Foto: Dok. Ist |
Hubungan antara Dek, Thia dan makhluk bernama Bud menjadi pondasi yang sangat kuat; siapa pun yang menontonnya akan mendukung perjalanan mereka. Dalam pembukaannya Predator: Badlands mengatakan bahwa untuk menjadi predator yang kuat, seorang Yautja tidak boleh menjadi buruan dan harus kuat. Ia tidak boleh lemah secara fisik dan emosional.
Dek belajar yang sebaliknya-sadar akan perasaan diri sendiri bukan berarti lemah. Tapi justru itu yang membuatnya menjadi pemburu paling kuat. Setelah Predator: Badlands, saya tahu bahwa nasib franchise ini akan tetap aman selama Dan Trachtenberg masih mempunyai amunisi untuk mencari angle yang segar.
Candra Aditya adalah seorang penulis dan pengamat film lulusan Binus International.
| Genre | sci-fi, action |
| Runtime | 107 minute |
| Release Date | 7 November |
| Production Co. | Lawrence Gordon Productions Davis Entertainment Toberoff Entertainment |
| Director | Dan Trachtenberg |
| Writer | Dan Trachtenberg Patrick Aison |
| Cast | Elle Fanning as: Thia/Tessa Dimitrius Schuster-Koloamatangi as Dek/Njohrr Mike Homik as Kwei |














































