Hina Grup Virtual Idol di Korea Tetap Bisa Kena Hukuman

Pengadilan Distrik Uijeongbu di Goyang, Provinsi Gyeonggi, mengambil alih kasus ini. Memutuskan K-netz yang menuliskan hujatan online didenda 500 ribu Won (sekitar Rp 5,9 juta), masing-masing 100 Won untuk 5 member PLAVE.
Dilansir dari The Korea Times pada Jumat (19/9/2025), terdakwa dihukum denda karena menuliskan komentar bernada merendahkan dan menghina di media sosial tengah tahun lalu. Spesifik menyerang para pengisi suara di balik karakter boyband virtual PLAVE.
Sejak debut dan sukses, PLAVE gak pernah menunjukkan sosok di balik karakter 2 dimensinya. Hal ini dilakukan oleh perusahaan yang mendebutkan grup virtual itu demi menjaga pengalaman penonton dalam menikmati konten-konten PLAVE.
Dalam komentar jahat yang dibawa ke ranah hukum, terdakwa menyebut orang-orang di balik Bamby, Yejun, Eunho, Hamin, dan Noah "pasti aslinya jelek". Ada juga komentar dengan kata-kata kasar menyebut mereka sebagai "tipikal cowok Korea" dalam konteks negatif.
Tulisan ini kemudian dipermasalahkan oleh para 'aktor' di balik karakter PLAVE. Membuat laporan ke kepolisian dan mengaku mengalami tekanan mental akibat komentar negatif tersebut. Masing-masing menuntut kerugian 6,5 juta Won.
Kasus ini terbilang unik dan baru di industri hiburan Korea Selatan. PLAVE merupakan virtual idol K-Pop pertama yang terkenal luar biasa sampai memicu komentar negatif soal orang-orang di balik karakternya.
Ketika kasus ini dibawa ke jalur hukum, terdakwa berdalih PLAVE adalah karakter fiksi tanpa identitas personal di dunia nyata. Sehingga hal-hal yang biasanya terjadi ke idola K-Pop betulan termasuk pencemaran nama baik atau efek negatif dari komentar jahat di internet gak bisa diaplikasikan ke grup ini.
Tapi klaim itu kemudian dibantah pengadilan.
Dalam putusannya, pengadilan menegaskan bahwa avatar seperti PLAVE merupakan salah satu bentuk ekspresi dan interaksi sosial, bukan hanya gambar digital. Dijelaskan lebih lanjut, apabila avatar dikenal luas mewakili user (pengguna) di baliknya, penghinaan yang ditujukan ke avatar itu bisa dianggap sebagai penghinaan ke user.
Di kasus penghinaan terhadap 'member' PLAVE ini, pengadilan menegaskan tulisan netizen itu sudah masuk ke tahap penyerangan personal, sehingga menyebabkan tekanan mental.
Soal gugatan ganti rugi yang diminta para 'member', pengadilan hanya mengabulkan sebagian kecil saja. Putusan dibuat setelah berbagai pertimbangan mulai dari penggunaan kata kasar dalam tulisan netizen tersebut hingga berbagai hal terkait.
Kasus penghinaan terhadap orang di balik avatar PLAVE ini jadi yang pertama di Korea Selatan. Hal ini kemudian dijadikan preseden untuk perselisihan yang melibatkan identitas digital dan ucapan online, dan rujukan buat masalah serupa di masa depan.
Baca juga: 100 Lagu Terbaik di Korea Selatan Pekan Ini |
(aay/dar)