Review
Sang Kembang Bale: Kisah Pilu Ronggeng Gunung

Suara Ariel Tatum menggema di atas panggung NuArt Scuplture Park. Perempuan kelahiran 8 November 1996 itu memakai kemben dan kain jarik, lengkap dengan sampur merah di pundaknya. Lantunan lagu berbahasa Sunda halus dinyanyikannya dengan indah.
Dari atas panggung, Ariel Tatum bermonolog panjang tentang kisah seorang ronggeng gunung yang ditunjuk buat menari. Belajar jadi ronggeng, menembang, dan mantra-mantra agar jiwa ronggeng bisa merasuk ke dalam tubuhnya. Tirakat demi tirakat juga dilakoni.
"Dari masa kecil yang pedih, kelaparan di mana-mana. Sekarang aku melihat padi-padi dikirim ke lumbung oleh nyanyianku," katanya lirih.
Di usia yang masih remaja, ia dipilih menjadi ronggeng. Dalam tradisi Sunda, masyarakat menyebutnya sebagai seni ketuk tilu. Saban hari, ia menari dan menembang semalam suntuk. Menari telah merasuk jiwa dan raganya.
Sebagai seorang ronggeng, kisah dalam Sang Kembang Bale nggak hanya diliputi oleh cerita kemiskinan, mistisnya dunia seorang ronggeng sampai digilai lelaki di segala penjuru kampung. Tapi juga latar ketika kesenian tradisi dilarang dimainkan di Indonesia, ketika dekade 1965 orang-orang ditangkap dan dituduh sebagai PKI, kelompok seni yang dipimpin Mang Ali dan sang kembang bale juga merasakan hal serupa.
"Mengapa mencintai kesenian bisa dianggap pengkhianatan negara? Mengapa mencintai warisan leluhur bisa dianggap perlawanan..."
![]() |
Ariel bertanya apa yang terjadi saat itu. Mang Ali yang kembali dari entah berantah dengan tampah yang tadinya berisi seuseupahan (sesajen) cuma bisa tersenyum.
"Sudahlah setiap kejadian itu terjadi ujian bagi kesetiaan kita. Kesenian ini bukan hanya kesenian rakyat tapi pusaka yang harus dijaga dan dirawat, tidak ada satupun yang melarang, melanjutkan selama mendapatkan restu dari leluhur dan Tuhan," ucapannya kala itu.
Selama 1,5 jam, kesyahduan pentas bertambah dengan suasana di NuArt Sculpture Park yang hening dan menghipnotis. Suara gemericik pun jadi latar yang pas. Artistik panggung rumah kayu yang sederhana ciptaan Iskandar Loedin dan Adri Pradipta dengan tim musik sukses membuai.
Meskipun di awal pertunjukan, saat Ariel Tatum membuka cerita Sang Kembang Bale, narasi yang diceritakan agaknya terlalu panjang sebagai pembuka. Tone penjelasan latar cerita Sang Kembang Bale seharusnya disisipi lagu atau dialog yang dinyanyikan namun tampaknya Titimangsa menyadari pilihan itu. Meteka memutuskan menampilkan pilihan yang ada di panggung.
Selain secuil kesalahan teknis saat preview Sang Kembang Bale, Ariel Tatum patut diacungi jempol menari, menembang, dan akting sebagai seorang ronggeng. Dia bisa menyiasati dan berganti peran dalam sekejap di atas panggung secara live khususnya saat jadi Indung Asih dengan tone suara berat.
Tubuh Ariel Tatum telah jadi seorang penari, terlihat dari gerakan kaki yang jadi khas seni ketuk tilu. Ariel Tatum tak lagi dikenal sebagai seorang Nani dan menunggu suami polisinya pulang dari tugas, tapi ia menjelma jadi ronggeng gunung.
Populerkan Tradisi Ronggeng Gunung
Sang Kembang Bale juga ingin kasih pesan bagi pencinta seni buat kembali mempopulerkan tradisi Ronggeng Gunung. "Banyak yang belum tahu ini, pelaku tinggal dua orang. Ingin mengenalkan seperti yang Ariel ceritakan proses yang nggak mudah. Resiliensi dan pelaku seni yang patut dicontoh hari ini," kata Produser Sang Kembang Bale, Pradetya Novitri.
Di satu sisi, sutradara Heliana Sinaga mengapresiasi hingga memuji sisi keaktoran seorang Ariel Tatum. Dia menganggap panggung monolog adalah ujicoba buat mengetahui kualitas akting seseorang.
"Ariel punya kecerdasan tubuh dan emosional. Menari, menyanyi, akting, semuanya di-split dengan baik. Ariel telah mempersembahkan yang terbaik buat Sang Kembang Bale," pungkasnya.
(tia/nu2)