Melihat Lukisan 'Dewi Keadilan' di GBK Unfolds

Khairunnisa Mukinin
|
detikPop
Pameran Seni GBK Unfolds di Artotel Gelora Senayan
Foto: Khairunnisa Mukinin/ detikPop
Jakarta -

Main-main ke GBK Unfolds di Artotel Gelora Senayan, pasti kamu bakal temukan lukisan vibrant dengan warna-warna terang menyala. Dipadukan gambar seorang wanita membawa sebuah timbangan dan sebuah pedang dengan mata tertutup.

Lukisan itu diberi nama Without Prejudice. Lokasi lukisan itu persis di samping pintu masuk restoran.

Sang seniman di balik terciptanya lukisan tersebut yakni Age Airlangga yang akrab dipanggil Tutu. Untuk meriahkan pameran GBK Unfolds, Tutu memberikan karya terbaiknya yang ia lukis pada 2022. Meski sudah dua tahun berlalu, tampaknya buah tangannya masih relevan dengan keadaan saat ini.

Bagaimana tidak, karya Tutu ini menggambarkan 'Dewi Keadilan' sebagai respons terhadap kejadian yang terjadi beberapa tahun ke belakang.

"Latar belakangnya itu saya mau menengahkan soal bagaimana manusia harusnya atau hendaknya dalam kehidupan sehari-hari berpikir untuk bersikap adil. Sehakikatnya manusia itu tambah umur tambah dewasa itu jadi lebih adil dan bijaksana. Saya ngelihat sesuatu yang bisa membuat manusia lebih bijaksana, yang pertama itu dilihat dari segi keadilan, kedua bagaimana seorang manusia itu punya hati nurani untuk berbuat adil, bukan hanya hukum, tetapi ada hati nurani yang bermain di situ," ungkap Tutu saat diwawancarai redaksi detikpop di Art Space Artotel pada Jum'at (26/04).

Menurut seniman postgraffiti, manusia itu hidup di dalam sistem. Setiap karyanya memang bercerita mengenai esensinya menjadi manusia. Karyanya yang ini tentunya bukan kali pertama dirinya mengangkat tema tentang manusia. Sejak 2020, Tutu aktif menceritakan bagaimana manusia punya sisi yang baik dan jahatnya lewat karya-karyanya.

"Kita hidup di dunia yang sebenarnya itu bisa menjadi ladang untuk kita menempa diri, bagaimana kita bisa menjadi manusia yang baik menurut kita. Makanya, di situ ada juga (kebetulan) ini menyangkut bagaimana keadilan tersebut ditegakkan karena saya sadar, kita itu hidup di dalam negara yang punya sistem. Maka kita harus tunduk pada sistem itu. Tapi, kan di balik sistem itu juga banyak kebobrokan ya. Makanya, ini soal bagaimana kita juga punya hati nurani buat menyikapi itu, ini bener atau nggak sih. Kita bisa bener-bener bijak nggak sih buat berperilaku untuk mengeluarkan hati nurani kita dan kita punya takarannya," sambungnya.

Dari situ, Tutu tuangkan pemikirannya ke dalam satu sosok yang ia sebut sebagai 'Dewi Keadilan'. Ia anggap sosok tersebut mewakili keresahannya terhadap sifat manusia di zaman sekarang yang sudah nggak terlalu mementingkan keadilan.

Menurutnya, manusia saat ini mudah untuk condong pada satu sisi tanpa memikirkan sisi yang lain. Ini juga yang mendorong timbulnya 'hating' dan 'judging'.

Apalagi, di era kemajuan teknologi, manusia dengan mudahnya dapat memperoleh informasi, dan dengan mudahnya mengadili informasi tersebut tanpa cross-check terlebih dahulu. "Without Prejudice" punya makna sebagai manusia, seharusnya kita memiliki empati dan takaran yang membuat kita bisa berpikir sebelum menerima informasi.

Makanya, Tutu menggambar Dewi Keadilan yang sosoknya digambar dengan mata tertutup, hanya bisa mendengar tanpa bisa melihat, agar keputusannya bisa adil tanpa memihak siapa pun.




(mg2/tia)


TAGS


BERITA TERKAIT

Selengkapnya


BERITA DETIKCOM LAINNYA


Belum ada komentar.
Jadilah yang pertama berkomentar di sini

TRENDING NOW

SHOW MORE

PHOTO

VIDEO