Kita dan Mereka, Pergulatan Agustinus Wibowo dengan Identitasnya

Penulis perjalanan (travel writer) Agustinus Wibowo meluncurkan karya terbarunya yang berjudul 'Kita dan Mereka'. Agak beda dengan buku-buku perjalanannya terdahulu, buku ini merupakan pergulatan Agus dengan identitas.
Pria yang akrab disapa Agus dikenal sebagai penulis kondang yang telah membuahkan beberapa buku catatan perjalanan. Beberapa di antaranya adalah Garis Batas, Selimut Debu, Titik Nol dan Jalan Panjang untuk Pulang. Kita dan Mereka adalah buku kelima Agus yang diterbitkan oleh Penerbit Mizan.
Buku ini secara resmi diluncurkan pada Minggu (24/3/2024) lalu di Universitas Pertamina, Jakarta Selatan. Dalam peluncurannya, hadir pula sastrawan Nirwan Dewanto sebagai pembahas buku ini.
Bagi Agus, buku ini merupakan karya yang paling sentimentil baginya. Sebab, ia mencurahkan semua kegelisahannya terkait dilema identitas yang ia alami selama ini.
Agus bercerita tentang pengalamannya menjadi warga keturunan Tionghoa di Indonesia. Meskipun beretnis Tionghoa, Agus yang terlahir di Lumajang, Jawa Timur ini sudah merasakan sebagai orang Indonesia yang seutuhnya.
Sayangnya, pengalaman tidak mengenakkan justru ia terima saat membuat paspor pada 1999. Agus ditolak hanya karena masalah akte kelahiran dan situasi sistem kala itu. Agus tetap dianggap sebagai orang China, belum utuh sebagai Indonesia. "Saya harus pergi dan disumpah lagi," katanya.
![]() |
"Dan itu menyakitkan saya ditolak hanya karena satu digit di akte kelahiran," katanya.
Namun, ketika Agus berkuliah di China, ia justru merasakan rasa ke-Indonesiaan yang kuat. Menurut Agus, inilah ironinya.
"Justru anehnya ke-Indonesiaan saya sangat kuat ketika berada di Tiongkok. Ironi ya. Ketika saya di Indonesia saya merasa orang China. Ketika saya di China saya merasa orang Indonesia," tutur Agus.
Akhirnya, Agus pun bisa berdamai dengan kegelisahannya soal identitasnya. Perjalanannya ke berbagai negara membuatnya menemukan dirinya. Agus pun percaya, identitas erat kaitannya dengan narasi dalam kepala tiap manusia.
"Buat saya identitas itu narasi yang kita buat dalam kepala kita," ujarnya.
Semua pengalaman ini diramu oleh Agus menjadi tulisan mendalam dalam buku Kita dan Mereka. Tak hanya menuliskan pengalamannya, Agus juga membaca ratusan buku untuk memantapkan pemahamannya soal identitas.
Atas ketekunan Agustinus ini, Nirwan menyebut Agus sebagai manusia yang langka. Sebab, Agus dinilai berani kritis terhadap identitasnya.
(rdp/tia)