Gedung Harmonie Panggungrejo, Jejak Arsitektur Kolonial di Pasuruan

Gedung Harmonie Panggungrejo, Jejak Arsitektur Kolonial di Pasuruan

Fadya Majida Az-Zahra - detikJatim
Senin, 29 Sep 2025 04:00 WIB
Gedung Harmonie di Kota Pasuruan
Gedung Harmonie di Kota Pasuruan Foto: Muhajir Arifin/detikJatim
Pasuruan -

Di tengah hiruk pikuk Kota Pasuruan, berdiri sebuah bangunan bersejarah yang masih menyimpan kisah eksklusif masa kolonial. Bangunan itu adalah Gedung Harmonie Panggungrejo yang berlokasi di Jalan Pahlawan No. 21, Pekuncen, Kecamatan Panggungrejo, Jawa Timur.

Dahulu dikenal sebagai Societeit De Harmonie, gedung ini bukan sekadar peninggalan arsitektur kolonial, melainkan simbol gaya hidup elit Eropa pada akhir abad ke-19. Gedung ini menjadi pusat pertemuan sosial, politik, hingga bisnis kalangan bangsawan. Bagaimana perjalanan sejarahnya hingga direvitalisasi pada 2022? Berikut penjelasannya.

Jejak Eksklusivitas Kaum Elit

Gedung Harmonie di Kota PasuruanGedung Harmonie di Kota Pasuruan Foto: Muhajir Arifin/detikJatim

Menurut catatan Muhammad I'mad Hamdy (2021), nama Societeit De Harmonie berasal dari bahasa Belanda yang berarti "Perkumpulan Harmoni" atau "Masyarakat Harmoni". Gedung ini sejak awal memang dirancang sebagai tempat berkumpul kaum elit Eropa.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sebagai sebuah societeit, fungsinya sangat beragam: mulai dari tempat hiburan, pesta dansa, ruang biliar, hingga restoran yang menyajikan anggur khas Eropa. Namun, aksesnya sangat terbatas. Hanya orang Eropa, sebagian bangsawan Tionghoa, dan priyayi pribumi tertentu yang bisa masuk. Gedung ini sekaligus menegaskan ketatnya stratifikasi sosial pada masa kolonial.

Selain untuk hiburan, gedung ini juga menjadi pusat komunikasi penting. Para petinggi Eropa, bangsawan Tionghoa, hingga priyayi pribumi menjalin relasi politik dan bisnis. Kehadirannya mencerminkan upaya orang Eropa mempertahankan gaya hidup sekaligus membatasi interaksi dengan penduduk asli.

ADVERTISEMENT

Pusat Sosial, Politik, dan Bisnis

Seiring waktu, Gedung Harmonie berkembang menjadi ruang strategis bagi berbagai kegiatan. Bukan hanya pesta dan pertemuan sosial, tetapi juga forum komunikasi, arena politik, hingga diskusi intelektual.

Beberapa catatan sejarah menunjukkan peran penting gedung ini:

  • De Indische Courant (17 Oktober 1939): melaporkan upacara penghargaan untuk dr. Ir. P. Honig, tokoh penting industri gula, yang kala itu menjadi tulang punggung ekonomi kolonial.
  • Rapat tahunan Harmonie (1933): berlangsung selama beberapa hari dan membuktikan bahwa gedung ini menjadi pusat pengambilan keputusan penting kalangan elit.
  • Soerabaijasch Handelsblad (16 Maret 1931): mencatat kuliah ilmiah Dr. M. Van Blankenstein tentang krisis ekonomi Eropa, menegaskan peran gedung ini sebagai wadah diskusi intelektual.

Dari berbagai catatan itu, terlihat jelas bahwa Gedung Harmonie bukan sekadar pusat hiburan, melainkan juga ruang interaksi sosial-ekonomi dan politik yang berpengaruh.

Revitalisasi Gedung Harmonie

Pada 2022, Pemerintah Kota Pasuruan melakukan revitalisasi besar-besaran untuk mengembalikan kejayaan gedung ini. Langkah tersebut menjadi bagian dari upaya mengembangkan kawasan wisata heritage di kota ini.

Beberapa hal penting dalam revitalisasi antara lain:

  • Pengembalian Identitas Asli: Tulisan "SMK Untung Suropati" di bagian depan diganti kembali dengan nama "Harmonie" untuk menonjolkan nilai historisnya.
  • Perbaikan Eksterior: Fasad gedung yang kusam dicat ulang, pagar depan yang menutupi pandangan dihilangkan, sehingga kemegahan gedung terlihat jelas dari jalan.
  • Pencahayaan Artistik: Pemasangan lampu-lampu di sekitar gedung menambah daya tarik, terutama pada malam hari, menjadikannya ikon visual baru Kota Pasuruan.

Revitalisasi ini berhasil mengubah Gedung Harmonie menjadi lebih dari sekadar bangunan bersejarah. Kini, ia tampil sebagai destinasi wisata heritage sekaligus motor penggerak pariwisata Pasuruan dengan daya tarik arsitektur kolonial yang terjaga keasliannya

Kini, Gedung Harmonie Panggungrejo tidak lagi menjadi ruang eksklusif bagi segelintir orang, melainkan terbuka untuk siapa saja yang ingin menapaki jejak sejarahnya. Bangunan ini bukan hanya saksi bisu masa kolonial, tetapi juga pengingat tentang bagaimana sebuah kota tumbuh dari percampuran budaya, politik, dan ekonomi. Revitalisasi yang dilakukan pemerintah menjadi upaya menjaga warisan masa lalu sekaligus menjadikannya sumber inspirasi bagi generasi saat ini.

Artikel ini ditulis Fadya Majida Az-Zahra, peserta magang PRIMA Kemenag di detikcom.




(ihc/abq)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads