Jember Fashion Carnaval (JFC) yang dulu hanya sebuah karnaval lokal, kini menjelma menjadi salah satu festival mode terbesar di dunia. Festival tahunan yang diadakan di Jember, Jawa Timur ini tak hanya menarik perhatian ribuan penonton lokal, tetapi juga menjadi magnet bagi penggemar dan praktisi mode internasional.
Dilansir dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Kebudayaan, JFC telah tiga kali berturut-turut masuk dalam Top 10 dari Daftar 100 Calendar of Events (CoE) Kementerian Pariwisata. Hal ini sekaligus mewujudkan mimpi Dynand Fariz, pendiri JFC, agar Jember kota asalnya dikenal di seluruh dunia.
Perjalanan JFC Dikenal Dunia
Dilansir dari DPPPAKB Kabupaten Jember, JFC dimulai pada tahun 2001 yang diinisiasi seorang seniman lokal Dynand Fariz. JFC awalnya diselenggarakan bertujuan memperkenalkan bakat dan kreativitas anak-anak muda Jember.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Karnaval ini berbeda dengan parade mode tradisional, karena menghadirkan kostum yang megah, dramatis, dan penuh warna dengan tema yang berubah setiap tahunnya. Seiring waktu, JFC mulai menarik perhatian nasional berkat inovasi dan keunikan dalam setiap pertunjukannya.
Dilansir dari Jurnal Universitas Jember berjudul Jember Fashion Carnival: Konstruksi Identitas dalam Masyarakat Jaringan yang ditulis Raudlatul Jannah, JFC adalah sebuah karnaval yang menampilkan catwalk terpanjang di dunia, sepanjang 3,6 km di sepanjang jalan Kota Jember.
Setiap tahun, karnaval ini mengusung tema berbeda. Karnaval ini memberikan kesempatan kepada banyak orang untuk menunjukkan bakatnya. Peserta JFC sendiri dipilih melalui audisi yang digelar panitia JFC Council (JFCC).
Peserta terpilih akan mendapatkan pelatihan selama enam bulan, mulai dari merancang kostum hingga berlatih catwalk. Tiba pada hari karnaval, mereka mengenakan kostum hasil rancangan, berjalan mengikuti irama musik yang energik di sepanjang rute, yang berakhir di Stadion Utama Kota Jember.
Inovasi yang Membawa JFC Mendunia
Salah satu faktor utama di balik suksesnya JFC di panggung global adalah keberanian peserta dalam bereksperimen dengan tema-tema yang berani dan penuh makna. Tema-tema seperti "Tribal Grandeur", "Victory", dan "Archipelago" menampilkan perpaduan yang menarik antara budaya lokal Indonesia dan tren mode global. Setiap kostum di JFC dirancang dengan detail yang rumit dan artistik, yang menunjukkan kreativitas para perancang lokal.
Dilansir dari jurnal Universitas Negeri Surabaya berjudul Jember Fashion Carnaval (JFC) Dalam Industri Pariwisata Di Kabupaten Jember, yang ditulis Chandra Ayu Proborini, setiap tahun JFC selalu menghadirkan inovasi, baik dalam pertunjukan maupun pengelolaannya. Inovasi pertunjukan meliputi eksplorasi tema, desain kostum, bahan pembuatan kostum, bentuk pertunjukan, serta penambahan elemen pertunjukan yang relevan.
Tak hanya itu, seiring perkembangannya, JFC juga menambahkan unsur drama, tari, dan musik. Salah satu contohnya adalah kolaborasi dengan marching band yang dinamakan JFC Marching Band untuk memperkuat penampilan. Di sisi pengelolaan, inovasi dilakukan dengan meningkatkan kualitas area pertunjukan, memperbaiki akses, dan memperhatikan aspek-aspek lain yang mendukung keberlangsungan acara.
Semua inovasi ini bertujuan untuk menjaga eksistensi dan prestasi JFC. Inovasi-inovasi ini diyakini mampu membawa nama JFC terkenal hingga ke berbagai penjuru dunia. JFC juga menggandeng peserta dan designer dari dalam maupun luar negeri untuk semakin memperkenalkan event tahunan ini.
Dampak Ekonomi dan Sosial di Jember
Selain menjadi ajang pamer kreativitas, JFC juga memberikan dampak ekonomi yang signifikan bagi Jember. Pada setiap penyelenggaraannya, ribuan turis dari dalam dan luar negeri datang ke kota kecil ini, sehingga meningkatkan pendapatan sektor pariwisata, mulai dari hotel, restoran, hingga usaha kecil menengah lainnya.
JFC telah berhasil meningkatkan jumlah wisatawan domestik yang berkunjung ke Jember. Pada tahun 2018, tercatat 100.000 wisatawan Nusantara datang, dan jumlah ini naik menjadi 150.000 pada tahun 2019. Sementara itu, jumlah wisatawan mancanegara pada tahun 2018 mencapai 325 ribu orang, yang kemudian meningkat menjadi 385 ribu orang pada tahun 2019. Rata-rata mereka menghabiskan waktu tiga hari dua malam di Jember.
Permintaan kamar hotel juga melonjak signifikan, dari 1.900 kamar pada tahun 2018 yang menghasilkan pendapatan Rp 1,95 miliar, menjadi 2.200 kamar pada tahun 2019 dengan pendapatan Rp 2,53 miliar. Sektor kuliner pun mengalami peningkatan, dari 67 lokasi usaha pada tahun 2018 dengan omset Rp 601 juta, menjadi 78 lokasi pada tahun 2019 dengan omset Rp 793 juta. Secara keseluruhan, JFC 2019 berhasil menghasilkan pendapatan Rp 7,077 miliar hanya dalam empat hari pelaksanaan karnaval.
Transformasi JFC dari sebuah karnaval lokal menjadi festival mode global membuktikan bahwa kreativitas dan inovasi tanpa batas bisa menciptakan dampak yang luar biasa. Jember, sebuah kota kecil di ujung timur Jawa, kini telah diakui sebagai salah satu pusat mode dunia, dan JFC adalah buktinya. Dengan pertumbuhan yang terus berlanjut, tak diragukan lagi, JFC akan selalu menginspirasi dan membawa nama Indonesia lebih tinggi lagi di kancah internasional.
JFC 2024
Tema JFC 2024 adalah "Algorithm: Beyond Binary of Our Story". JFC 2024 berlangsung pada 2-4 Agustus 2024, menampilkan parade kostum, desainer muda berbakat, serta peserta dari berbagai daerah di seluruh Indonesia.
Selain tema utama, JFC 2024 juga memiliki beberapa sub-tema, antara lain Wayang, Catur, Versailles, Media, Ikan Cupang, Iklim, Zodiak, Peri, Jember, dan Rio. Setiap sub-tema memberikan variasi artistik yang memperkaya pertunjukan.
JFC tahun ini juga menekankan pentingnya keberlanjutan, dengan mewajibkan setiap peserta menggunakan setidaknya 30 persen bahan daur ulang dalam kostum mereka. Hal ini sejalan dengan komitmen JFC untuk mendukung mode yang lebih ramah lingkungan.
Artikel ini ditulis oleh Sri Rahayu, peserta Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.
(ihc/irb)