Kampoeng Heritage Kajoetangan merupakan kampung tertua di Kota Malang yang sudah berdiri sejak abad ke-13. Berkat keindahannya, kampung ini masuk ke dalam peringkat 75 besar Anugerah Desa Wisata Indonesia (ADWI) 2023 sebagai salah satu desa wisata terbaik.
Kampung ini terletak di pusat Kota Malang, cukup dekat dari Balai Kota dan Alun-alun Kota Malang, tepatnya di Kelurahan Kauman, Kecamatan Klojen. Destinasi wisata ini mengusung konsep heritage dengan beberapa warisan budaya peninggalan yang menggabungkan dengan unsur budaya, sejarah, dan ekonomi.
Baca juga: 5 Kampung Tematik di Kota Malang |
Pesona Kampoeng Heritage Kajoetangan Malang
Ada banyak daya tarik di Kampoeng Heritage Kajoetangan, di antaranya Rumah Produksi Ontbijtkoek, Makam Mbah Hinggo, Rumah Mbah Ndut, hingga Pasar Talun. Ada juga aktivitas seru yang dapat dicoba wisatawan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mulai dari spot foto menarik, pemainan anak-anak, belajar membatik, bahkan menyaksikan pertunjukan musik keroncong dan kenangan. Berikut ini detikJatim rangkumkan pesona yang dapat ditemui wisatawan ketika berkunjung ke Kampoeng Heritage Kajoetangan Malang.
1. Rumah Namsin
Sebuah bangunan ruko yang dikenal dengan nama Rumah Namsin berada di Jalan Basuki Ahmad Nomor 31 Kota Malang. Bangunan ini diperkirakan dibangun pada tahun 1990-an dengan pemilik pertamanya merupakan orang Belanda bernama Van Doorene.
Pada tahun 1924-1940, bangunan ini dipakai sebagai toko mesin jahit Singer. Sementara itu, bagian belakangnya dipakai untuk produksi es lilin. Kini, Rumah Namsin difungsikan sebagai rumah sekaligus toko bergaya Nieuwe Bouwen.
Toko bergaya internasional dengan ciri khasnya, di antaranya volume bangunan berbentuk kubus, atap bangunan datar, tidak ada ornamen. Sehingga terkesan bersih, ruangan berbentuk persegi panjang, dan menggunakan warna lembut.
2. Rumah Jengki
Rumah Jengki merupakan salah satu rumah terluas di wilayah Kampoeng Heritage Kajoetangan yang berlokasi di Jalan Basuki Rahmad Gang VI Nomor 976. Bangunan seluas 160 meter persegi ini bergaya arsitektur jengki di mana sudut atapnya asimetris.
Rumah ini dibangun pada tahun 1960, dan direnovasi pada tahun 1968 dengan pemilik berasal dari keturunan Arab bernama HSM Ali. Ciri khas bangunan ini menggunakan kerawang sebagai lubang ventilasi.
Selain itu, kosen dan jendela dibangun tidak asimetris. Apabila dilihat dari luar, Rumah Jengki akan tampak miring, akan tetapi interiornya tetap berbentuk kubus dengan tembok tegak, serta bagian langit-langit datar.
3. Rumah 1870
Bangunan ini menjadi rumah tertua di wilayah Kampoeng Heritage Kajoetangan, yang diperkirakan berdiri pada tahun 1870-an. Rumah ini berlokasi di Jalan Basuk Rahmad Gang VI Nomor 988. Bangunan berukuran 8x11 meter ini mempunyai atap perisai, dan listplang ornamen khas Betawi.
Ciri bangunan ini adalah gaya arsitekturnya yang khas kolonial tampak pada bagian elemen ventilasi, jendela, dan pintu. Selain itu, terdapat ukiran kayu sebagai ornamen atap terasnya, dan ada teras kecil yang dibatasi tembok di depan rumahnya.
4. Rumah Cerobong
Rumah ini berdiri sejak tahun 1950-an berukuran 12x6 meter persegi berada cukup dekat dengan beberapa bangunan rumah tua sebelumnya di Basuki Rahmad Gang VI Nomor 953. Awalnya, bangunan ini hanya berdiri tembok dan bambu.
Hingga pada tahun 1967 dilakukan renovasi dengan penambahan cerobong asap pada bagian dapur. Cerobong asap digunakan untuk mengeluarkan asap dari hasil merebus daging sapi, yang kemudian dijual di pasar pagi Celaket dan Pecinan.
5. Gubuk Ningrat
Gubuk Ningrat berada di Jalan AR. Hakim II Nomor 1190, yang didirikan pada tahun 1964. Gubuk bergaya arsitektur jengki ini masih mempertahankan batu pondasinya yang terlihat, teralis, dan jendela yang menggunakan jenis kaca es.
Ciri khas lainnya ialah mahkota di bagian atas rumah berjumlah lima tingkat. Mahkota di atas rumah ini mengungkap bahwa pemilik rumah berasal dari kelompok saudagar.
6. Rumah Jamu
Rumah Jamu terletak di Jalan AR. Hakim II Nomor 7, yang dibangun sekitar 1940-an. Dulunya digunakan sebagai tempat pengobatan Shin She atau pengobatan tradisional asal Tiongkok.
Sehingga dibuatlah aneka jamu seduh dengan ramuan sendiri untuk menunjang pengobatan tersebut. Hingga kini, bangunan bergaya arsitektur kolonial ini digunakan sebagai tempat berjualan aneka jamu seduh.
7. Pasar Krempyeng
Pasar Krempyeng atau Pasar Talun berada di tengah pemukiman warga, tepatnya di RW 01, Kelurahan Kauman, Kecamatan Klojen. Pasar ini hanya menjual sarapan di pagi hari dan makanan sore hari.
Kuliner yang disajikan pun kebanyakan berupa jajanan tradisional. Hingga pada tahun 2019, pasar ini diperbaharui karena sebelumnya sempat berhenti beroperasi.
Kini, pasar ini menjadi lokasi yang menarik untuk dikunjungi karena terdapat rombongan penari topeng Malang dari Kampoeng Budaya Polowijen. Wisatawan juga dapat menyaksikan pertunjukan keroncong musik Kajoetangan.
8. Terowongan Semeru
Terowongan Semeru dulunya menjadi bagian dari struktur jembatan Sekabrom (Semeru-Kajoetangan Bromo). Tempat ini terletak di Jalan Semeru, yang di bawahnya terdapat Kali Sukun.
Diperkirakan berdiri pada tahun 1850-an sebagai jalan penghubung kawasan pemukiman Ijen menuju pusat pemerintahan. Bahkan, terowongan ini sempat dijadikan sebagai tempat persembunyian pejuang ketika Agresi Militer Belanda II.
9. Makam Mbah Honggo
Makam Mbah Honggo berada di wilayah RT 01/RW 09. Mbah Honggo mempunyai garis keturunan langsung dari Majapahit. Bahkan, lokasi makam ini dulunya merupakan komplek besar bagi para sesepuh keturunan Adipati Malang, sekaligus komplek makam di belakang Masjid Jami.
Pada tahun 1830, setelah peristiwa penangkapan Pangeran Diponegoro, seluruh panglima perang berpencar ke seluruh penjuru Jawa Timur. Pangeran Honggo Koesomo yang kemudian berganti nama menjadi Mbah Honggo adalah seorang penyebar agama Islam di wilayah Kampoeng Kajoetangan.
10. Kopi Hamur Mbah Ndut
Di samping Makam Mbah Honggo, wisatawan akan menjumpai Kedai Kopi Hamur Mbah Ndut, yang merupakan kedai kopi pertama di Kampoeng Kajoetangan. Tempat ini masih menyajikan menu tradisional, di antaranya kopi tubruk, kopi susu, sekoteng, dan onde-onde yang ramah di kantong.
Rumah ini diperkirakan berdiri pada tahun 1923. Lokasinya berada di Jalan Basuki Rahmat Gang IV Nomor 938. Rumah Kopi Hamur Mbah Ndut menggunakan atap pelana berukuran 8,5x17,5 meter persegi.
Hingga kini, bangunan ini masih terjaga keasliannya. Kedai ini beroperasi setiap hari mulai pukul 08.00 WIB sampai dengan waktu menjelang maghrib. Kopi Hamur Mbah Ndut akan buka lagi setelah Isya.
Artikel ini ditulis oleh Savira Oktavia, peserta Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.
(irb/sun)