Sebelum dikenal sebagai Kota Wisata, masyarakat di Kota Batu yang sebagian besar petani sebenarnya sudah membudidayakan bunga sebagai mata pencaharian. Setelah wisata Kota Batu makin dikenal, lokasi budidaya bunga pun menjadi salah satu destinasi wisata yang banyak dikunjungi.
"Sebetulnya, Batu sebelum menjadi Kota sendiri awalnya memang sudah menjadi tempat penghasil bunga. Tapi dengan Kota Batu berkembang menjadi Kota Wisata menjadi lebih viral lagi untuk tanaman hias di Kota Batu," ujar Ketua Gapoktan Sidomulyo, Nayamani kepada detikJatim, Jumat (8/12/2023).
![]() |
Nayamani menceritakan bahwa petani pembudidaya bunga dan tanaman hias di Kota Batu semakin banyak jumlahnya dan berkembang memiliki fase perjalanan sejarah tersendiri. Terutama berkaitan dengan krisis moneter (krismon) yang melanda Indonesia sejak 1997.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebenarnya, kata dia, para petani tanaman hias termasuk bunga di Kota Batu sudah ada sejak tahun 1980-an. Usaha pertanian tanaman hias dan bunga itu lantas diwariskan secara turun temurun oleh masyarakat petani di Kota Batu.
Para petani tanaman hias, kata dia, semakin menjamur setelah terjadinya krismon karena banyak petani sayur dan buah yang sering merugi seiring keadaan pasar yang lesu mulai beralih ke tanaman hias dan bunga yang tetap cuan.
"Dulu petani tanaman hias itu tidak menyeluruh dan masih sedikit. Kemudian terjadi krismon itu harga obat-obatan tinggi dan para petani sayur dan buah di masa itu mayoritas selalu merugi karena pasarnya lesu imbas over panen," ungkapnya.
![]() |
Atas dorongan itu para petani sayur dan buah mencoba mencari peluang lain. Mereka mulai melirik bahwa tanaman hias memiliki prospek yang cukup tinggi bahkan di tengah krisis moneter, sehingga banyak para petani sayur dan buah mulai beralih menanam tanaman hias, termasuk bunga.
"Dari situ, banyak yang melihat para petani bunga itu kok enak dan akhirnya banyak yang beralih ke petani tanaman hias. Karena tanaman hias ini meski tidak laku dan dibiarkan itu tidak masalah, bahkan ada tanaman tertentu yang semakin berusia makin mahal," sambungnya.
Ia mencontohkan di Desa Sudomulyo sebagai sentra tanaman hias di Kota Batu, awalnya hanya 25% penduduk di sana yang berprofesi sebagai petani tanaman hias. Seiring berjalannya waktu, jumlahnya semakin banyak hingga hampir 90% penduduk di Desa Sidomulyo bekerja sebagai petani tanaman hias.
"Jadi meskipun warga itu bekerja sebagai Guru, anggota DPRD, atau apapun, pasti di rumahnya itu juga punya usaha kecil-kecilan budidaya tanaman hias. Memang peningkatan jumlah petani tanaman hias ini sejak terjadinya krismon itu," katanya.
![]() |
Dari waktu ke waktu, ketika masyarakat di daerah lain mulai mengenal Kota Batu sebagai Kota Wisata, menurut Nayamani hal itu makin mendongkrak kepopuleran tanaman hias dan bunga yang telah dibudidayakan oleh para petani Kota Batu.
"Bahkan, Sidomulyo yang dulu hanya sebagai sentra jual beli tanaman hias, kini menjadi salah satu destinasi wisata juga," kata Nayamani.
(dpe/iwd)