Fenomena Korean Wave tak ada habisnya. Mulai dari drama Korea (drakor) hingga grup idol. Bahkan, budaya Korea seolah diadaptasi di kehidupan sehari-hari masyarakat, termasuk di Surabaya.
Tak hanya memengaruhi keseharian pecintanya, Korean Wave ternyata mampu mempererat hubungan diplomasi antar negara. Seperti yang terjadi di Surabaya. Kota Pahlawan memiliki taman seluas 1.848 meter persegi yang dijadikan sebagai simbol persahabatan Indonesia dengan Korea Selatan.
Taman yang diberi nama Taman Korea Surabaya ini dibangun atas atas dasar kerja sama Pemerintah Korea Selatan dengan Pemerintah Kota Surabaya. Pada 8 Mei 2010, Ketua Asosiasi Masyarakat Korea Selatan di Surabaya Lim Taek Sun dan Wali Kota Surabaya Bambang D. H. saat itu meresmikan Taman Korea Surabaya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Terdapat monumen tugu prasasti yang memuat penjelasan tentang tujuan berdirinya monumen dalam tiga bahasa, yaitu Indonesia, Inggris, dan Korea Selatan. Tujuan monumen tersebut untuk mempromosikan hubungan erat dan persahabatan antara warga Korea dan Indonesia, serta menciptakan perdamaian dunia.
Taman Korea Surabaya bisa dijadikan destinasi wisata loh. Kamu bisa melakukan olahraga hingga duduk-duduk santai sore hari di tempat wisata ini. Misalnya, menyusuri setiap sudut taman yang ditumbuhi pepohonan rimbun. Nikmati udara sejuk dengan suasana khas kota metropolitan.
Tempat ini bisa dijadikan lokasi olahraga outdoor seperti lari atau jalan santai karena tersedia jogging track. Kamu juga akan menemukan pengunjung melakukan meditasi atau yoga karena lokasinya yang cukup berjauhan dari pusat keramaian.
Tak hanya itu, Taman Korea Surabaya pun sering dijadikan tempat berkumpul komunitas. Ada yang mengadakan kegiatan fotograsi, menggambar, melukis, dan banyak lagi.
Buat kamu yang tertarik mengunjungi Taman Korea Surabaya, bisa menuju Jalan Dr. Soetomo Nomor 67, Tegalsari, Surabaya, Jawa Timur. Jam operasional taman dibuka setiap hari selama 24 jam, sehingga memberikan keleluasaan untuk menghabiskan waktu senggang di sana.
Artikel ini ditulis oleh Savira Oktavia, peserta Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.
(irb/iwd)