Dalam e-journal Unesa berjudul 'Mitos-mitos di Gunung Lawu: Analisis Struktur, Nilai Budaya, dan Kepercayaan' dijelaskan bahwa mitos-mitos tersebut memiliki kedudukan penting di hati masyarakat sekitar. Juga di hati para pendaki dan wisatawan.
Mitos yang menyelimuti Gunung Lawu selalu dipelajari masyarakat dan pendaki. Sebab, mitos tersebut juga memiliki peran untuk menjaga norma dan aturan yang ada di gunung tersebut.
Wisatawan dan pendaki yang datang ke Gunung Lawu, ada yang percaya dan tidak percaya dengan mitos tersebut. Ada juga yang perasaan dan takut.
Mitos tersebut dipercaya agar norma-norma yang ada di sekitar gunung tidak menjadi lebih buruk. Teori struktural Levi-Strauss yang ada dalam mitos-mitos di Gunung Lawu meliputi tataran geografis, techno-economic, tataran sosiologis dan tataran kosmologis.
Tataran techno-economic merupakan struktur yang berkaitan dengan mata pencaharian, yang terdapat di daerah sekitar. Masyarakat sekitar Gunung Lawu sebagian besar bermata pencaharian sebagai petani dan berdagang. Mereka menjual jajanan-jajanan untuk para wisatawan dan pendaki
"Lha piyambakipun kepengen usaha niku menawi sampun dipun anulah, dipun kabulaken. Kan wonten niku wonten tanda-tandane. Mengke usahane napa ngoten sok manggihaken wonten mriku. Teng Pasar Setan niku. Kala rumiyin ngoten," berikut kutipan dalam e-journal yang dilihat detikJatim, Rabu (26/10/2022).
Terjemahannya: "Sendirinya ingin usaha itu pasti dikabulkan. Kan di situ sudah ada tanda-tandanya, nanti usahanya apa gitu pasti diperlihatkan di situ. Di Pasar Setan itu. Dulu begitu".
Berdasarkan penggalan cerita di atas, dapat diketahui bahwa masyarakat dapat melihat Pasar Setan, atau hiruk pikuk seperti pasar yang sesungguhnya.
Konon, Pasar Setan yang terbentuk dari tumpukan batu-batu menggambarkan kegiatan pasar pada malam hari. Khususnya malam Jumat. Terkadang para pendaki dapat merasakan bagaimana makhluk gaib bertransaksi.
Bahkan makhluk gaib tersebut terkadang mengajak para pendaki bertransaksi seperti di pasar.
Masyarakat di Gunung Lawu memang kebanyakan berdagang kebutuhan dapur seperti sayuran dan makanan pokok. Seperti beras, singkong, jagung, serta buah-buahan.
Banyak juga masyarakat yang menjual jajanan dan menu makanan untuk wisatawan dan pendaki. Salah satunya sate kelinci.
(sun/iwd)