Salah satu spot wisata yang menjadi kebanggaan warga Kota Surabaya adalah Monumen Kapal Selam (Monkasel). Monumen itu adalah kapal selam asli yang pernah digunakan Tentara Angkatan Laut (TNI-AL) Indonesia.
Monkasel berlokasi di tengah kota Surabaya, tepatnya di Jalan Pemuda No.39, Genteng, Surabaya. Berdampingan dengan Sungai Kalimas.
Assisten Manager Urusan Dalam Monkasel, Pelda Laut (Purn) M. Wagino, menjelaskan bahwa monumen tersebut merupakan kapal selam asli. Kendaraan militer itu merupakan Kapal Selam KRI Pasopati 410.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kapal selam itu buatan Uni Soviet (sekarang Rusia) tahun 1952 dan mulai digunakan TNI-AL tahun 1962," kata Wagino saat dihubungi detikJatim, Kamis (9/3/2022)
Menurut dia, KRI Pasopati 410 digunakan TNI-AL hampir 30 tahun, yakni hingga tahun 1989. Berbagai macam operasi khusus telah dicapai. Salah satunya operasi Tri Kora tahun 1962 dalam rangka mempertahankan Irian Barat agar tetap berada di pangkuan bumi pertiwi Indonesia.
Pada 25 Januari 1990, KRI Pasopati 410 menurunkan bendera ular-ular perang (sebagai tanda kapal selam itu diturunkan) di Dermaga Ujung Surabaya. KRI Pasopati 410 itu juga dinonaktifkan di tahun yang sama.
Beberapa tahun kemudian, para purnawirawan prajurit kapal selam mengajukan kendaraan militer tersebut untuk dijadikan monumen. Tujuannya untuk sarana edukasi bagi masyarakat.
"Serta sebagai sarana pewarisan nilai sejarah tentang keberhasilan tugas para prajurit KRI Pasopati 410 dalam menjalankan misinya," imbuh Wagino.
Rencana menjadikan monumen kapal selam itu pun direalisasikan tahun 1995. Saat itu, posisi monumen sengaja dipilih di Jalan Pemuda karena dianggap strategis.
"Posisinya strategis karena bersebelahan dengan Delta Plaza (Plaza Surabaya), Sungai Kalimas, dan Stasiun Gubeng. Sehingga wisatawan mudah menjangkau," jelas Wagino.
Setelah melalui serangkaian proses pemindahan, Monkasel akhirnya diresmikan tanggal 27 Juni 1998. Kondisi kapal selam pun sama dengan aslinya.
"Hanya ada beberapa alat yang dikurangi demi kenyamanan pengunjung. Seperti 4 mesin diesel di ruang V. Agar pengunjung lebih leluasa menggunakan ruangan itu untuk berfoto misalnya," papar Wagino.
Saat pandemi, jumlah pengunjung Monkasel mencapai 10 ribu per bulan. Mayoritas pengunjung adalah anak-anak dan pelajar, seperti TK, SD, SMP, SMA, hingga mahasiswa.
Wagino mengatakan bahwa jumlah pengunjung itu memang cukup besar. Sebab, antusias masyarakat, terutama pelajar sangat tinggi.
"Karena Monkasel ini sangat edukatif. Dari monumen ini bisa diambil pelajaran bahwa teknologi kapal selam yang diterapkan saat canggih pada masanya. Terlebih, Indonesia belum bisa membuat seperti itu. Tentunya bisa dijadikan inspirasi bagi pelajar," tandas Wagino.
(hse/fat)