Istilah kartu kuning atau kartu merah tentu tidak asing terdengar dalam dunia sepakbola. Sebab, kartu-kartu itu digunakan wasit untuk menghukum pemain 'nakal' yang melakukan pelanggaran di atas lapangan.
Seorang pemain yang mendapatkan kartu kuning atau kartu merah tidak hanya diskors. Tapi mereka juga menerima sanksi denda. Besaran denda tentu berbeda-beda tiap kompetisi. Hal itu tergantung dengan ketentuan dari federasi negara masing-masing.
Di regulasi BRI Liga 1 2023/2024 disebutkan kartu kuning dan kartu merah berada dalam Pasal 58. Pemain yang kena skorsing akibat akumulasi 4 kartu kuning harus membayar denda sebesar Rp 5 juta.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Nilai dendanya bakal lebih besar apabila kemudian pemain kembali terkena skorsing akibat akumulasi 3 kartu kuning dan seterusnya. PT LIB menetapkan denda senilai Rp 7 juta.
Sementara, pemain yang mendapatkan kartu merah tidak langsung (2 kartu kuning dalam suatu pertandingan) dikenakan denda Rp 7 juta.
Nominal dendanya akan jauh lebih besar jika pemain mendapatkan kartu merah langsung. Pemain bakal dikenakan denda sebesar Rp 10 juta.
Lantas, siapa yang harus membayar denda jika pemain mendapatkan kartu kuning atau merah? Jawabannya adalah klub yang menaunginya.
Baca juga: Josep Gombau Sesali Kartu Merah Arief Catur |
Hal itu tertuang dalam Pasal 57 tentang Tingkah Laku dan Etika pada ayat 1.
"Klub bertanggung jawab untuk tingkah laku dan etika dari: (a) pemain dan ofisial; dan/atau (b) penonton; (c) setiap orang yang terlibat atau bertugas dalam pelaksanaan BRI Liga 1," demikian bunyi Pasal 57 ayat 1.
Adapun regulasi soal pembayaran denda diperkuat dalam Pasal 62 tentang Finansial pada ayat 2 poin (a).
"Klub memiliki kewajiban finansial sebagai berikut: (a) membayar denda definitif yang ditetapkan oleh Komite Disiplin PSSI atas pelanggaran-pelanggaran sebagaimana diatur dalam Regulasi BRI Liga 1 dan Kode Disiplin PSSI."
(abq/iwd)