Kasus penganiayaan dan pemerkosaan mahasiswa di Kecamatan Balung, Jember berinisial SF (21) berbuntut panjang. Ini karena kepala desa (kades) setempat yang dilapori korban menolak malah menyarankan korban untuk menikahi pelaku SA (27).
Saran kades kepada korban tersebut ternyata bukan tanpa alasan. Pasalnya, pelaku diketahui masih keponakan kades. Hal ini dibenarkan oleh Inspektorat Pemkab Jember, meski tak menyebut secara detail.
Karena alasan itu lah, kades sempat memberikan saran kepada korban agar dugaan pemerkosaan itu diselesaikan secara kekeluargaan bukan ke ranah hukum. Salah satunya dengan menikahi pelaku.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kades memang mengakui bahwa pelaku masih memiliki hubungan kerabat dengannya," ujar Kepala Inspektorat Jember, Ratno Cahyadi Sembodo saat dikonfirmasi detikJatim, Minggu (26/10/2025).
"Namun korban menolak penyelesaian kekeluargaan dan memilih melapor (ke kantor polisi setempat)," imbuh Ratno.
Ratno menambahkan, kades juga sebenarnya sempat menggelar pertemuan lanjutan sehari setelah kejadian. Pertemuan itu mempertemukan keluarga korban dan sejumlah perangkat desa setempat.
"Kades dalam pertemuan itu kembali menawarkan 2 opsi serupa. Namun, korban dan keluarganya akhirnya sepakat membawa kasus tersebut ke jalur hukum," ujarnya.
Korban bersama keluarga akhirnya memilih melapor ke Polsek Balung. Saat korban melapor kades tidak ikut mendampingi. Kades lalu memerintahkan kepala dusun untuk mengawal tapi juga sama kepala dusun tak ikut mendampingi.
"Namun perintah itu tidak dijalankan sehingga pelaporan berlangsung tanpa pendampingan pemerintah desa," beber Ratno.
Akibat kelalaian kades itu, Inspektorat Jember mengaku telah menyiapkan sanksi administratif. Kasus itu bahkan kini akan dilaporkan ke Bupati Jember.
"Rekomendasi sanksi administratif sudah kami siapkan dan akan kami sampaikan kepada Bupati Jember," kata Ratno.
Ratno menegaskan tindakan kepala desa itu dianggap telah melanggar asas netralitas, perlindungan warga, dan kewajiban pelaporan cepat. Seorang Kades, harusnya memberikan perlindungan dan memastikan proses hukum berjalan bukan menawarkan kompromi atas tindak pidana.
Inspektorat Jember pun telah memanggil sang kades untuk dimintai klarifikasi. Hasilnya, kades dinilai lalai dalam melakukan pelayanan publik.
"Dari hasil klarifikasi, kami menilai terjadi kelalaian dalam pelayanan publik," kata Ratno.
Dari klarifikasi itu ditemukan fakta bahwa Kades tidak melaporkan kejadian itu kepada camat selaku pembina pemerintahan desa. Akibatnya, pengawasan dari tingkat kecamatan baru berjalan setelah kasus ini mencuat ke publik dan viral di medsos sepekan pasca-kejadian.
Akibat kelalaian dan ketidaknetralan kades juga, pelaku kemudian diketahui kabur. Kaburnya pelaku ini setelah mendengar korban melapor ke Polsek Balung yang kemudian diambil alih Polres Jember.
"Alhamdulillah, sudah bisa kami tangkap pelakunya," kata Kata Kapolres Jember AKBP Bobby C Saputro.
Bobby membenarkan bahwa Polres Jember memburu pelaku setelah perkara itu diambil alih dari Polsek Balung pada 19 Oktober 2025. dan kemudian tak lama berhasil ditangkap di tempat persembunyiannya.
"Setelah kami ambil alih, langsung kami kerahkan personel untuk melakukan pengejaran," tandas Bobby.
Sebelumnya, Ketua PC Fatayat NU Jember, Nurul Hidayah yang mendampingi korban menceritakan bagaimana kronologi pemerkosaan yang dialami SF. Pelaku melakukan tindakan bejat itu pada 14 Oktober 2025 dini hari.
SA masuk ke kamar korban melalui jendela rumah ketika korban sedang tertidur. Korban sempat berteriak dan melawan tapi pelaku memukul dan mencekik korban hingga mengalami luka di wajah dan lengannya.
"Pelaku kemudian mengancam akan membunuh korban bila berteriak lagi sebelum akhirnya memperkosanya," ujar Nurul.
Pelaku yang diduga melakukan pemerkosaan itu saat berada di bawah pengaruh minuman keras juga sempat mengaku kepada korban bahwa dia sudah merencanakan aksi itu.
Setelah kejadian yang membuat korban begitu trauma, korban dan keluarganya melaporkan kejadian itu kepada kepala desa setempat. Namun apa yang disampaikan oleh kepala desa sangat mengejutkan.
"Bukan perlindungan yang diterima, korban justru disarankan untuk menyelesaikan secara kekeluargaan dengan menikahi pelaku," katanya.
"Korban dengan tegas menolak usulan kades. Tanpa pendampingan dari pihak desa, korban akhirnya mendatangi Polsek Balung bersama kerabatnya untuk membuat laporan resmi pada Rabu 15 Oktober 2025," tandasnya.
(dpe/abq)











































