Malam di Surabaya saat itu riuh. Gedung Negara Grahadi dipenuhi massa yang mengamuk. Terdengar teriakan, suara kaca pecah, dan langkah tergesa-gesa mereka yang menjarah.
Di tengah keramaian itu, ada satu sosok yang tak ikut larut dalam kekacauan. Ia berdiri di balik bayangan, mengamati, menunggu.
Helm hitam menutupi kepala, masker putih menyamarkan wajah, dan jaket abu-abu melekat rapat. Tak ada yang benar-benar memperhatikan kehadirannya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dari luar, ia terlihat seperti bagian dari kerumunan, tapi cara ia berdiri, cara ia bergerak, menyiratkan sesuatu yang berbeda. Tenang. Terukur. Seperti seseorang yang sudah lama berlatih untuk momen singkat ini.
Pukul 21.53 WIB. Ruang kerja Wakil Gubernur Emil Dardak sudah porak-poranda. Beberapa orang masih keluar-masuk, membawa barang hasil jarahan. Ia tidak ikut.
Justru saat itulah ia mulai bergerak. Dengan satu lompatan ringan, ia memanjat pagar samping ruangan. Gerakannya efisien, nyaris tanpa suara.
Di halaman samping, matanya langsung menangkap apa yang ia cari: sepotong kayu masih menyala akibat kobaran api yang membara di halaman bangunan.
Tanpa ragu, ia mengangkatnya, lalu membawanya masuk ke dalam ruangan Emil. Potongan kayu itu segera menyalakan tirai, meja, dan dokumen yang terserak. Api langsung membesar, menjilat dinding, merambat cepat.
Ia tidak menoleh ke belakang. Hanya butuh 20 detik untuk meninggalkan ruang kerja yang kini berubah menjadi tungku api. Dengan gerakan yang sama cepatnya, ia memanjat pagar kembali, lalu menghilang ke kegelapan. Seolah-olah tak pernah ada di sana.
Kerumunan di luar tak menyadari apa yang baru saja terjadi. Bagi mereka, api hanyalah konsekuensi dari kerusuhan. Tapi kamera wartawan menangkapnya: sosok yang masuk, menyalakan api lebih besar, lalu pergi.
Tiga menit kemudian, pukul 21.56 WIB, api sudah membara. Dari rekaman lain, terlihat tangan berbeda yang menyalakan torch gas untuk memperbesar kobaran. Namun pemicu sesungguhnya adalah pria itu.
Ia bukan penjarah, bukan sekadar pengacau. Ia tampak seperti seseorang yang tahu persis apa yang harus dilakukan, dengan ketepatan seorang yang terlatih.
Di balik topengnya, ia meninggalkan Grahadi yang mulai runtuh oleh api dengan jejak yang hampir tak terlihat kecuali oleh mereka yang benar-benar mengamati.
(dpe/abq)