Ahmad Muhdlor Ali, Bupati Nonaktif Sidoarjo akhirnya menjalani sidang perdana kasus dugaan korupsi dana insentif ASN Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Sidoarjo dengan agenda pembacaan dakwaan. Setelah mendengar dakwaan dari JPU Gus Muhdlor menyatakan tidak akan mengajukan eksepsi.
Sidang perdana Gus Muhdlor itu digelar di Ruang Sidang Cakra, di Pengadilan Tipikor Surabaya di Jalan Raya Juanda Sidoarjo, Senin (30/9/2024). Dalam sidang dakwaan yang dibacakan JPU dari KPK Arif Usman tersebut, Gus Muhdlor dinyatakan melanggar pasal 12 huruf F UU Tipikor.
JPU menilai Gus Muhdlor terlibat dalam kasus pemotongan dana insentif ASN BPPD Sidoarjo senilai Rp 8,5 miliar. Disebutkan bahwa Gus Muhdlor menerima dana insentif itu senilai Rp 1,4 milliar, lebih kecil dari nominal yang diterima Eks Kepala BPPD Ari Suyono sebanyak Rp 7,1 miliar.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Terdakwa mendapat Rp 50 juta per bulan yang diberikan Siska Wati (Eks Kasubbag BPPD Sidoarjo) kepada sopir terdakwa," kata Arif Usman dalam dakwaannya, Senin (30/9/2024).
Menanggapi dakwaan yang dibacakan JPU itu, Gus Muhdlor melalui kuasa hukumnya Mustofa Abidin mengatakan pihaknya menghormati apa yang disampaikan oleh JPU. Menurutnya, Gus Muhdlor tidak akan mengajukan eksepsi.
"Kami lihat secara formil surat dakwaan sudah memenuhi ya, jadi kami tidak akan menyia-nyiakan waktu untuk mengajukan eksepsi. Jadi setelah kami dengar dakwaan tadi, kami meminta majelis hakim untuk melanjutkan sidang," kata Mustofa.
Dia menambahkan, pihaknya akan berpatokan pada fakta-fakta di persidangan sebelum mengambil langkah pembelaan. Mustofa memprediksi akan ada cukup banyak saksi yang akan dihadirkan di persidangan yang tidak ada pada saat sidang Ari dan Siskawati.
Dia menambahkan, pihaknya akan berpatokan pada fakta-fakta di persidangan. Mustofa memprediksi akan ada tambahan saksi-saksi yang akan dihadirkan di persidangan, yang tidak ada saat sidang Ari dan Siskawati.
"Kalau dari jaksa kemarin kemungkinan ada 120-an saksi. Dari BAP sendiri total ada 126 saksi. Tapi berapa yang akan dihadirkan jaksa, kami belum tahu. Itu kewenangan jaksa. Kami akan menunggu fakta persidangan, apakah perlu menghadirkan saksi yang meringankan," pungkasnya.
Seperti diketahui, kasus ini berawal dari adanya OTT KPK di kantor BPPD Sidoarjo pada 25 Januari lalu. Saat itu KPK mengamankan 11 orang termasuk Ari Suryono dan Siskawati. KPK kemudian mengembangkan kasus itu dengan memeriksa Gus Muhdlor hingga sang bupati lalu ditetapkan sebagai tersangka.
Wakil Ketua KPK Johanis Tanak menjelaskan bahwa Gus Muhdlor berwenang dalam mengatur insentif pemungutan pajak dan retribusi di lingkungan Pemkab. Muhdlor menandatangani SK untuk 4 triwulan selama tahun anggaran 2023 sebagai landasan pencairan dana insentif pajak daerah di lingkungan BPPD.
Atas dasar keputusan itulah Ari Suryono selaku Kepala BPPD Sidoarjo memerintahkan dan menugaskan Siska Wati yang saat itu menjabat Kasubbag Umum BPPD Pemkab Sidoarjo menghitung besaran dana insentif yang diterima para pegawai BPPD sekaligus besaran potongan dari dana insentif itu yang kemudian diperuntukkan untuk kebutuhan Ari dan Bupati. Besaran potongan itu mencapai 10% sampai 30% sesuai besaran insentif yang diterima ASN.
Selanjutnya, Ari memerintahkan Siska agar teknis penyerahan uang dilakukan tunai dikoordinir setiap bendahara yang telah ditunjuk dan berada di 3 bidang pajak daerah dan bagian sekretariat. Penyerahan uang tunai ini diputuskan agar praktik pemotongan dana insentif itu terkesan tertutup. Ari Suryono disebut aktif berkoordinasi mengenai pemberian potongan dana insentif untuk Gus Muhdlor melalui perantaraan beberapa orang kepercayaan sang bupati saat itu.
Potongan dana insentif di lingkungan Pemkab Sidoarjo yang dikumpulkan oleh Siska Wati terkumpul sebanyak Rp 2,7 miliar di tahun 2023. Sebagian dari uang itu menjadi barang bukti saat KPK melakukan tangkap tangan. Atas temuan KPK inilah Muhdlor ditetapkan sebagai tersangka dan kini menjadi terdakwa dalam sidang perdana kasus dugaan korupsi yang menjeratnya.
Ari Suryono dan Siskawati sendiri sebelumnya sudah menjalani rangkaian sidang perkara dugaan korupsi yang sama. Keduanya masing-masing telah menjalani sidang tuntutan. Ari dituntut oleh JPU dihukum 7,5 tahun penjara, sedangkan Siska Wati dalam sidang tuntutan yang dia jalani dituntut penjara 5 tahun.
(dpe/iwd)