Amira Sintya Ramadhani harusnya sekarang berusia 15 tahun. Malang, bocah asal Pasuruan itu ditemukan tewas di kebun pisang saat dia masih berumur 5 tahun. Hampir 10 tahun berlalu, penyebab kematian Amira masih menjadi misteri.
Kasus ini berawal saat Amira hilang dari rumah pada Rabu, 13 Agustus 2014. Putri dari pasangan Umar dan Mulianingsih itu awalnya tidur bersama kakeknya, Mulyono, di ruang tamu rumahnya, Jalan Dr Wahidin Sudirohusodo, Gang 12 no. 18, Kelurahan Petamanan, Kecamatan Panggungrejo, Kota Pasuruan.
"Waktu itu tidur sama kakeknya, terus kakeknya ngira sudah tidur, kakeknya ke belakang. Selang nggak begitu lama sekitar 5 menit, dilihat lagi kok nggak ada," kata sang ayah, Umar diwawancarai detikcom, 16 Agustus 2014.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Amira menghilang dari rumah sekitar pukul 14.30 WIB. Terkahir kali terlihat, Amira memakai kaus berwarna putih dan rok oranye.
"Kami sudah lapor polisi tapi sampai sekarang belum tahu dan masih belum ketemu," tambah Umar kala itu.
15 hari berselang sejak hilangnya Amira, tepatnya pada 29 Agustus 2014, warga sekitar dikejutkan dengan penemuan mayat balita. Mayat itu ditemukan membusuk di kebun pisang, Jalan Wahidin Sudirohusodo Selatan Gang III, Kelurahan Petamanan, Kecamatan Panggungrejo. Jaraknya hanya sekitar 200 meter dari rumah Amira.
Mayat itu ditemukan oleh warga sekitar bernama Abdul Khamid. Saat itu dia sedang mengerjakan proyek bangunan di sekitar lokasi. Sekitar pukul 11.00 WIB, Khamid bermaksud untuk mencari pisang sebagai camilan para pekerja bangunan yang bekerja bersamanya.
"Saat cari buah pisang, tiba-tiba saya menemukan bayi. Awalnya saya kira boneka," beber Khamid, Jumat, 29 Agustus 2014.
![]() |
Khamid mengaku kondisi mayat tersebut begitu mengenaskan. Posisinya telentang.
"Sudah nggak bisa dikenali mas. Saya juga nggak berani lama-lama melihat, langsung lapor ke pak RT," tambahnya.
Perangkat desa setempat lantas melaporkan penemuan mayat itu ke polisi. Polisi yang datang langsung melakukan olah TKP. Selanjutnya, mayat bocah itu dibawa ke rumah sakit untuk divisum.
Polisi lakukan tes DNA, tapi sampai sekarang kasus tewasnya Amira belum terungkap. Baca halaman selanjutnya...
Polisi langsung menduga jika mayat tersebut adalah Amira. Dasarnya adalah persamaan jenis kelamin, perkiraan waktu penemuan mayat yang berselang dua minggu dari waktu penculikan Amira, dan juga hasil kerja anjing pelacak.
"Jadi tadi anjing pelacak mengendus sandal terduga pelaku penculikan yang tertinggal di rumah korban. Dari situ ternyata anjing mengarah ke lokasi penemuan mayat dan kemudian ke depan rumah korban. Ini membuktikan bahwa pelaku penculikan pernah ke kedua lokasi tersebut," tegas Kasat Reskrim Polres Pasuruan Kota saat itu, AKP Bambang Sugeng, Minggu, 31 Agustus 2014.
Kendati demikian, kala itu polisi tak berani langsung mengambil kesimpulan. Sebab, orang tua Amira yakin mayat bocah di kebun pisang itu bukan anaknya. Alhasil, polisi memutuskan untuk melakukan tes DNA.
"Kedua orang tua Amira sudah kami perlihatkan jenazah saat di RSUD dr R Soedarsono, tapi mereka menyangkal. Ibu Amira bilang dia bukan Amira. Amira masih hidup. Jadi kami harus melakukan tes DNA," imbuh Bambang.
Sampel darah kedua orang tua Amira, Umar dan Mulianingsih kemudian diambil. Polisi juga mengambil sampel serupa dari jenazah balita di kebun pisang. Jenazah diautopsi di RS Bhayangkara, Porong, Sidoarjo.
"Kami sudah lalukan tes DNA mayat bocah itu dengan ibu Amira. Hasilnya bisa sebulan karena dibawa ke Mabes Polri," ujar Bambang.
Hasil tes DNA itu baru diungkap polisi 7 bulan setelah penemuan mayat. Berdasar penelusuran detikJatim di beberapa arsip pemberitaan, keterangan hasil tes DNA itu disampaikan pada 2 April 2015. Kapolres Pasuruan Kota saat itu, AKBP Asep Akbar Hikmana menegaskan bahwa mayat di kebun pisang itu memang benar Amira.
"Ada kecocokan hubungan susunan data forensik antara mayat yang ditemukan dengan darah orang tua Amira. Dari situ kami memastikan bahwa mayat bocah di kebun pisang itu positif adalah Amira," tegas Asep kepada salah satu media lokal di Pasuruan.
![]() |
Asep menambahkan, hasil tes DNA itu sudah disampaikan kepada keluarga Amira. Asep lantas mengungkap rumitnya mengungkap kasus kematian Amira. Polisi tidak menemukan adanya barang bukti yang dipakai untuk membunuh korban.
"Kami tidak menemukan alat atau barang bukti yang digunakan untuk membunuh korban di TKP. Sidik jari pelaku juga tidak ditemukan," tambahnya.
Hingga sekarang, satu dasawarsa berlalu, kematian Amira masih jadi teka-teki. Beberapa kali Kapolres Pasuruan Kota dan Kasat Reskrim Pasuruan Kota berganti orang, belum ada titik terang untuk menyingkap tabir dugaan penculikan dan pembunuhan tersebut.
Keluarga sendiri memang sudah merelakan kepergian Amira untuk selama-lamanya. Mereka sudah ikhlas. Namun, mereka tetap menggantungkan harapan tinggi kepada Korps Bhayangkara untuk menangkap pelakunya.
Jatim Flashback adalah rubrik spesial detikJatim yang mengulas peristiwa-peristiwa di Jawa Timur serta menjadi perhatian besar pada masa lalu. Jatim Flashback diharapkan bisa memutar kembali memori pembaca setia detikJatim. Jatim Flashback tayang setiap hari Sabtu. Ingin mencari artikel-artikel lain di rubrik Jatim Flashback? Klik di sini.