KPK melakukan OTT di Sidoarjo. Penyidik mengamankan sekitar 10 orang dan menyegel sejumlah ruangan di kantor Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) pemkab Sidoarjo. Meski demikian, KPK belum kunjung mengumumkan siapa saja yang menjadi tersangka.
OTT digelar Jumat (26/1) atau 19 hari menjelang pemilu pada tanggal 14 Februari 2924. OTT yang dilakukan terkait kasus pemotongan insentif pajak dan retribusi di BPPD Sidoarjo. Sejumlah ASN dan diduga Kepala BPPD berinisial AS turut diamankan.
OTT ini dibenarkan oleh Kepala Pemberitaan KPK Ali Fikri. Meski demikian, ia enggan membeberkan lebih lanjut terkait siapa-siapa yang diamankan. Ali berdalih kasus tersebut masih bergulir penyelidikan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Beberapa pihak yang ikut ditangkap dan diamankan belum bisa kita sampaikan karena ini masih berproses. Ditunggu saja," ujar Ali seperti yang dilihat detikJatim dalam keterangannya di akun YouTube resmi KPK RI, Senin (29/1/2024).
Aksi KPK ini mendapat apresiasi dari anggota Komisi III DPR RI Trimedya Panjaitan. Namun ia mewanti-wanti bahwa OTT tersebut agar tak bermuatan politis.
"Iya memang KPK dengan semangat baru, ketua baru, kinerjanya kelihatannya akan lebih baik ya. Walau keadaan sedang 18 hari menjelang tanggal 14 Februari, KPK masih melakukan OTT, semoga tidak mempunyai muatan politis," kata Trimedya seperti dilansir dari detikNews.
Trimedya menyebut memang belum ada kepala daerah atau pejabat politik yang ditangkap dalam OTT KPK di Sidoarjo. Namun, dia meyakini itu akan jadi kepentingan politik jika memang nantinya ada kepala daerah yang tertangkap terkait OTT tersebut.
"Karena pastilah kalau terjadi seperti ini kan walaupun dari 10 yang diangkut ini nggak ada bupatinya, tapi mungkin akan merembet kepada kepala daerahnya, bupatinya. Kalau seandainya saat tahun tahun politik yang sudah hitungan minggu pasti untuk kepentingan politik lah," ucapnya.
Trimedya berharap KPK bisa menahan diri seperti Kejaksaan Agung. Dengan begitu, menurutnya KPK tidak akan dituding melakukan OTT atas muatan politis.
"Kemudian, kita berharap KPK sesungguhnya kalau memungkinkan seperti Kejaksaan Agung, ada moratorium sampai 14 Februari selesai, sehingga tak ada tudingan ada muatan politis. Kita belum tahu ini Sidoarjo bupatinya siapa, dari partai apa, saya mendengar bupatinya dari PKB, gitu loh," ujar dia.
"Nah jangan sampai ada asumsi KPK juga digunakan untuk kepentingan politik tertentu, mudah-mudahan tidak," lanjutnya.
Trimedya lantas bicara terkait dampak jika KPK melakukan OTT untuk kepentingan politik praktis. Dia menyebut para politisi pasti memiliki pendukung militan yang bisa membuat suasana pemilu menjadi tidak kondusif.
"Tanpa menghalangi proses penegakan hukum, apa lagi menyangkut orang politik, sebagaimana disampaikan Jaksa Agung. Bukan tidak dilanjutkan, di-hold, ditahan, sampai perhelatan nasional jalan. Apa lagi sekarang eskalasi politik naik terus sampai tanggal 14 Februari kan, masing masing partai ada pendukung, gitu. Itu yang harus kita jaga sama sama supaya kita namanya pesta benar-benar bisa pesta, jangan sampai kita jadi nggak bisa pesta," tandas Trimedya.
(abq/iwd)