Celah Menjerat Pemerkosa Jasad Siswi SMP dengan Pasal Perusakan Barang

Round-up

Celah Menjerat Pemerkosa Jasad Siswi SMP dengan Pasal Perusakan Barang

Amir Baihaqi - detikJatim
Jumat, 16 Jun 2023 08:01 WIB
Ilustrasi
Foto: Dok.Detikcom
Surabaya - Polisi telah menetapkan AB (15) dan Adi (19) sebagai tersangka pembunuhan siswi SMP di Mojokerto, AE (15). Namun, terhadap Adi yang diketahui memerkosa jenazah AE hingga 2 kali, polisi masih kesulitan menentukan pidana yang bisa menjerat perbuatan tersebut.

Kapolres Mojokerto Kota AKBP Wiwit Adisatria yang menyatakan bahwa perbuatan Adi memerkosa jenazah korban itu sulit dipidana. Sebab, bekas pemerkosaan itu tidak bisa dideteksi ketika mayat korban diautopsi. Apalagi tersangka mengeluarkan spermanya di luar kemaluan korban.

Selain itu, jasad korban yang baru ditemukan setelah kematian sekitar 4 minggu juga sudah rusak. Mengenai sulitnya memidana perbuatan pemerkosaan terhadap jenazah korban itu, pakar pidana menyampaikan pendapatnya.

kriminolog asal Binus University Dr Ahmad Sofian mengatakan bahwa pasal yang sepatutnya dikenakan terhadap Adi adalah Pasal 406 KUHP. Menurutnya, manusia yang sudah tak bernyawa ditafsirkan sebagai barang. Dengan begitu Adi bisa dianggap telah melakukan perusakan barang.

"Itu objeknya barang dan saya menganggap bahwa jenazah itu barang. Memang ada dalam pasal 180 KUHP juga, itu mengambil, memindahkan, atau mengangkut jenazah dari kuburan lalu dipindahkan dan diangkut," katanya.

Sofian menilai perbuatan yang dilakukan Adi sesuai pasal 180 KUHP karena melakukan perusakan terhadap benda. Berbeda dengan perkosaan sesuai pasal 285 KUHP yang menyatakan 'barang siapa dengan kekerasan atau ancaman perkosaan, melakukan persetubuhan kepada perempuan yang bukan istrinya'.

"Tafsir pasal itu adalah untuk orang hidup, jadi 285 KUHP ditujukan kepada manusia yang hidup, bukan manusia yang mati. Karena, begitu sudah mati, sifat kemanusiaannya sebagaimana diatur dalam hukum pidana atau KUHP sudah tidak ada lagi, sehingga itu bukan perkosaan namanya," katanya.

Lulusan Fakultas Hukum Universitas Indonesia di bidang Criminal Law itu mengakui memang agak sulit untuk menyatakan bahwa Adi telah melakukan pemerkosaan. Secara filosofis pada pasal 285 KUHP itu ditujukan kepada orang yang hidup, bahkan didahului dengan ancaman kekerasan atau kekerasan.

"Kalau sudah mati ancaman kan sudah tidak ada lagi, kecuali sebelumnya dipastikan dia sebelumnya masih hidup. Kalau sebelumnya orang itu hidup dilanjutkan diperkosa, bisa (dikenakan) perkosaan. Tapi, kalau sudah mati dan diperkosa tidak bisa masuk dalam tindak pidana perkosaan," ujarnya.

"Jadi, menurut saya, itu perusakan terhadap benda atau barang yang bisa dikenakan. Apakah itu bentuknya pemerkosaan, memotong jenazah, memutilasi. Kalau untuk delik perkosaan tidak bisa dipidana, tapi kalau untuk delik pidana lainnya bisa saja," kata dia.

Sementara itu, pakar Hukum Kriminal Unair Dr Maradona membenarkan bahwa apa yang telah diperbuat Adi sulit dipidana. Maradona menjelaskan bahwa berdasarkan tempus kejadian, yakni dibunuh lebih dulu baru diperkosa bila dijerat dengan pasal perkosaan memang tidak bisa.

Dia jelaskan kenapa hal itu terjadi. Sebab, subjek hukum yang dilindungi adalah korban atau manusia yang masih hidup. Karena itu, dia menyebutkan bawa konteks yang tepat memang pada pidana pembunuhannya.

"Kalau kita ngomong pemerkosaan, korban memang harus hidup. Analoginya, kalau hidup itu penculikan karena merampas kemerdekaannya. tapi kalau mati itu pencurian. Ya pencurian jenazah misalnya," ujar Maradona dikonfirmasi detikJatim via telepon, Kamis (15/6/2023).

Dia jelaskan juga bahwa apa yang terjadi dan dilakukan oleh Adi terhadap jenazah AE itu termasuk dalam concursus realis atau gabungan dari beberapa perbuatan. Menurutnya, memang delik dan pidana khusus pemerkosaan jenazah itu tidak ada.

"Karena itu setelah dibunuh, entah terangsang atau bagaimana lalu diperkosa. Nah, delik yang khusus tentang pemerkosaan itu untuk manusia yang hidup, jadi yang bisa dikenakan adalah pasal pembunuhan," ujarnya.

Bilamana pelaku yang melakukan pemerkosaan dan pembunuhan adalah 1 pelaku, maka yang terkena pidananya adalah kasus pembunuhannya. Namun, kata Maradona, tidak demikian untuk kasus pemerkosaan jenazah.

"Kalau pasal yang dipasang tentu yang paling berat dulu, setelah jadi jenazah kemudian diperkosa atau dirusak, ya pasal yang dikenakan utama adalah pembunuhan. Tinggal dicari apakah itu berencana atau tidak, meski yang menarik korbannya di bawah umur dan pelaku sudah berusia 19 tahun," ujarnya.

Maradona menganalogikan kasus itu dengan maling yang tertarik dengan korbannya dan diperkosa. Menurut dia, ada 2 kejahatan dan sama-sama bisa menjadi delik dan menjadi dakwaan berlapis.

Namun, untuk kasus yang menimpa korban di Mojokerto ini, Maradona menyatakan hal itu tidak bisa diterapkan meski pada kenyataannya korban dibunuh AB dan diperkosa Adi saat sudah meninggal.

"Pasal tentang pemerkosaan bisa berlaku (hanya) jika korban masih hidup," terangnya. (abq/iwd)



Hide Ads