Selebgram wanita berinisial KH bugil saat live show di sebuah toilet kafe di Pasuruan. Pengamat sosial Ratna Azis Prasetyo mengkhawatirkan itu akan sering terjadi di era media sosial saat ini.
Dia mengatakan bahwa aksi pornografi (telanjang) di video itu merupakan salah satu bentuk kejahatan cyber (menggunakan teknologi).
"Jika dilihat kasusnya, ini bisa menjadi salah satu pelacuran model baru dengan menggunakan aplikasi media sosial (medsos)," kata Ratna saat dihubungi detikJatim Jumat (4/3/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ratna memberi contoh sebuah aplikasi yang banyak diperbincangkan karena kerap disalahgunakan, terutama untuk aksi pornografi. Yakni aplikasi percakapan MiChat.
"MiChat itu kan ada fitur mengirim foto, video, dan menemukan orang-orang di sekitar pengguna. Salah satu aktivitas medsos sekarang yang banyak disukai adalah berbagi video sebagaimana WhatsApp," papar dosen Sosiologi Universitas Airlangga (Unair) itu.
Menurut Ratna, pada aplikasi MiChat, pengguna bisa menemukan hal yang sama dengan WhatsApp. Namun, fitur menemukan pengguna di sekitar (people nearby) bisa menjadi keunggulan MiChat. Terlebih, MiChat bisa menemukan sesama pengguna hanya dalam radius 50 meter-1 kilometer.
"Saat ini MiChat juga banyak digunakan sebagai alat prostitusi online (open BO) karena dimudahkan oleh 3 fitur tersebut," jelas dia.
Ratna menambahkan, transaksi open BO juga bisa dilakukan melalui chatroom MiChat, lalu berkirim foto atau video. Dalam hal ini, algoritma MiChat akan membantu pengguna menemukan orang di sekitar dengan minat yang sama.
"Dengan begitu orang akan lebih mudah menemukan penjaja seks online di sekitarnya atau iklan web, dan hal terkait prostitusi online lainnya," lanjut Ratna.
Ratna mengatakan fitur menemukan pengguna lain di sekitar itu mempermudah mereka (pengguna) untuk menemukan penjaja seks online.
"Jadi semakin mudah dan nyamanlah," imbuh alumnus Sosiologi Unair itu.
Karenanya, Ratna menyarankan agar pemerintah bisa memberikan regulasi tentang medsos dan kontennya. Untuk mencegah konten-konten yang sejenis merebak. Seperti di Tiongkok yang membuat regulasi tentang larangan membuat konten flexing (pamer).
"Satu lagi yang tak kalah penting adalah meningkatkan kemampuan literasi digital di masyarakat supaya bisa memilah mana konten yg sebaiknya dikonsumsi dan tidak. Termasuk melindungi anak-anak di bawah umur dari aktivitas sosial media yang menyimpang," pungkas Ratna.
(hse/sun)