Di tengah pesatnya modernisasi transportasi, Kota Madiun memiliki satu peninggalan penting yang tak lekang oleh waktu, yaitu jalur kereta api lama, yang pernah menjadi nadi perdagangan dan mobilitas masyarakat pada masa kolonial.
Rel-rel bersejarah itu kini kembali dikenal publik setelah dihidupkan sebagai destinasi wisata edukasi yang menghadirkan pengalaman nostalgia sekaligus pelestarian sejarah. Jalur ini terletak tak jauh dari pusat kota, membentang dari sekitar Stasiun Madiun ke arah barat.
Pada masa kolonial Belanda akhir abad ke-19, rel tersebut dibangun Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij (NIS) sebagai penghubung Madiun, Kediri, hingga Surabaya barat. Perannya sangat vital dalam distribusi hasil bumi seperti tebu, kopi, dan tembakau dari pedalaman Jatim menuju pelabuhan besar di wilayah utara.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sejarah Perkeretaapian di Madiun
Dalam skripsi berjudul "Museum Kereta Api di Madiun" yang ditulis Pita Rahmah Agustina (2007), dijelaskan pembangunan jaringan rel di Jatim, termasuk Madiun, merupakan bagian dari sistem besar NIS pada akhir abad ke-19.
Pada masa itu, Madiun dikenal sebagai daerah agraris yang kaya hasil bumi. Rel kereta api menjadikan kota ini salah satu simpul penting dalam ekonomi kolonial. Pembangunan rel di Hindia Belanda sendiri dimulai lebih awal pada 1864 di Semarang oleh NIS, sebelum akhirnya diresmikan pada 10 Agustus 1867.
Keberhasilan jalur Semarang-Tanggung menjadi pemicu ekspansi rel ke wilayah lain, termasuk Jawa Timur. Dua dekade kemudian, jaringan rel telah menjalar ke kota-kota strategis seperti Surabaya, Madiun, dan Kediri.
Ilustrasi Stasiun tahun 1883 Foto: Tropenmuseum |
Tak hanya untuk kepentingan ekonomi, pembangunan rel juga memperkuat kontrol administratif pemerintah kolonial. Madiun berkembang menjadi salah satu titik sentral perkeretaapian nasional berkat hadirnya Balai Yasa dan Depo Lokomotif, pusat perawatan kereta api terbesar di Indonesia bagian timur.
Dari sinilah tumbuh tradisi keahlian masyarakat Madiun dalam bidang permesinan dan transportasi, yang bertahan hingga kini dan membuat kota ini dikenal sebagai "Kota Kereta Api".
Namun, memasuki masa kemerdekaan, perubahan pola transportasi dan pergeseran jalur logistik membuat sejumlah jalur lama tak lagi digunakan. Pada dekade 1980-an, beberapa segmen rel di Madiun dinonaktifkan seiring menurunnya aktivitas industri tebu yang dulunya menjadi komoditas utama.
Rute Bersejarah Madiun-Slahung
Ilustrasi stasiun pada pemerintah kolonial Hindia Belanda Foto: Tropenmuseum |
Salah satu jalur yang kini menjadi perhatian adalah jalur Madiun-Slahung, rute sepanjang sekitar 58 km yang dibangun oleh Staats Spoorwegen (SS) sejak 1907. Titik awalnya dari Stasiun Madiun, lalu melintasi Kanigoro, Pagotan, Dolopo, hingga Polorejo.
Setelah itu, jalur memasuki Ponorogo dan menuju Stasiun Ponorogo, kemudian diperpanjang melewati Jetis dan Balong hingga mencapai Stasiun Slahung. Pada masanya, jalur ini menjadi rute vital untuk mengangkut hasil bumi, terutama gula dari Pabrik Gula Kanigoro dan Pagotan, serta batu gamping dari Slahung.
Jalur ini resmi nonaktif sekitar 1984 karena kalah bersaing dengan moda transportasi berbasis jalan raya, menandai berakhirnya era penting kereta api sebagai tulang punggung pengangkutan barang di kawasan tersebut. Berikut Rute lengkap dengan keterangan stasiun aktif/non-aktif.
| No | Nama Stasiun | Keterangan Lokasi Saat Ini |
| 1 | Madiun (MN) | Stasiun aktif, menjadi titik awal jalur Madiun-Slahung. |
| 2 | Kanigoro (KNO) | Stasiun nonaktif, berada di Kabupaten Madiun. |
| 3 | Pagotan (PGO) | Stasiun nonaktif, berada di Kabupaten Madiun. |
| 4 | Dolopo (DLO) | Stasiun nonaktif, di Kecamatan Dolopo, Madiun. |
| 5 | Glonggong | Halte/stasiun kecil nonaktif. |
| 6 | Mlilir (MLL) | Stasiun nonaktif. |
| 7 | Polorejo (PLJ) | Stasiun nonaktif, di Kabupaten Ponorogo. |
| 8 | Ponorogo (PO) | Stasiun besar nonaktif, di Kota Ponorogo. |
| 9 | Surodikraman | Stasiun nonaktif (titik percabangan ke Slahung). |
| 10 | Siman | Stasiun nonaktif. |
| 11 | Brahu | Stasiun nonaktif. |
| 12 | Grageh | Stasiun nonaktif. |
| 13 | Demangan | Stasiun nonaktif. |
| 14 | Jetis | Stasiun nonaktif. |
| 15 | Ngasinan | Stasiun nonaktif. |
| 16 | Balong | Stasiun nonaktif. |
| 17 | Nailan | Stasiun nonaktif. |
| 18 | Banggel | Stasiun nonaktif. |
| 19 | Broto | Stasiun nonaktif. |
| 20 | Slahung (SLH) | Stasiun terminus (akhir) nonaktif, di Kabupaten Ponorogo. |
Meski tak lagi berfungsi, rel-rel yang tersisa masih menyimpan kisah perjalanan ekonomi dan sosial masyarakat Karesidenan Madiun dan Ponorogo. Banyak peneliti dan komunitas sejarah menilai jalur ini sebagai salah satu monumen penting perkeretaapian Jawa.
Kebangkitan Jalur Tua sebagai Wisata Edukasi
Pemerintah Kota (Pemkot) Madiun melihat nilai historis jalur kereta api sebagai bagian dari identitas kota. Untuk mengembangkan sektor pariwisata, Pemkot bekerja sama dengan PT INKA (Persero) dan PT KAI (Persero) Daop 7 Madiun melakukan revitalisasi sejumlah titik.
Salah satu lokasi yang menjadi daya tarik adalah rel tua di Jalan Bogowonto. Rel yang puluhan tahun itu tertimbun aspal diangkat kembali dan ditata ulang menjadi ruang publik bernuansa kereta api kuno. Area ini disulap menjadi sentra kuliner dan ekonomi kreatif dengan tema perkeretaapian, sekaligus wahana edukasi sejarah.
Bogowonto Culinary Center yang berlokasi di bekas rel kereta Madiun-BogowontoFoto: Sugeng Harianto/detikJatim |
Selain itu, Kota Madiun memperkuat wisata edukasi melalui Museum dan Kereta Kafe di PT INKA. Museum sederhana ini memamerkan prototipe kereta buatan INKA, dokumentasi sejarah perkeretaapian, hingga perkembangan industri kereta modern Indonesia.
Pengunjung juga dapat menikmati kuliner di Kereta Kafe yang memanfaatkan kereta penumpang lama sebagai ruang makan, menghadirkan pengalaman unik dan penuh nostalgia.
Lembaga pendidikan seperti Politeknik Perkeretaapian Indonesia (PPI) Madiun turut mendukung edukasi sejarah melalui program kunjungan bagi pelajar dan masyarakat. Pengunjung dapat belajar mengenai profesi perkeretaapian, melihat fasilitas perawatan kereta, hingga mencoba simulator masinis.
Menuju Reaktivasi Jalur Madiun-Slahung
Jalur Madiun-Slahung masuk dalam Rencana Induk Perkeretaapian Nasional (RIPNas) 2030 yang dicanangkan DJKA Kementerian Perhubungan. Rencana reaktivasi ini diharapkan tidak hanya untuk transportasi massal, tetapi mendukung pariwisata sejarah di Madiun dan Ponorogo.
Meski demikian, ada sejumlah tantangan besar, terutama terkait keberadaan permukiman yang kini berdiri di atas lahan eks-rel. Pemerintah daerah masih mengkaji pendekatan sosial dan teknis untuk menyelesaikan persoalan tersebut sebelum reaktivasi dilakukan.
Kini, jalur kereta api lama di Madiun tidak sekadar menjadi peninggalan infrastruktur kolonial, tetapi berevolusi menjadi ruang pembelajaran sejarah. Rel-rel tua itu mengajarkan bagaimana jalur besi pernah menjadi urat nadi peradaban di Jatim, menghubungkan masyarakat, dan menggerakkan ekonomi selama hampir satu abad.
Kehadiran Museum Kereta Api Madiun menjadi simbol kesinambungan antara warisan masa lampau dan semangat edukasi modern, sekaligus menegaskan kembali identitas Madiun sebagai kota yang lahir dari perkembangan industri kereta api.
Artikel ini ditulis Fadya Majida Az-Zahra, peserta magang PRIMA Kemenag di detikcom.
(ihc/irb)














































