Selain dikenal memiliki pantai dengan panorama terbaik. Kabupaten Tulungagung memiliki budaya unik yang masih dilestarikan hingga saat ini, yakni tradisi nyethe selepas meneguk secangkir kopi.
Tradisi nyethe merupakan kegiatan mengoleskan endapan kopi ke batang rokok. Kopi yang digunakan untuk nyethe pun tidak sembarangan, harus memakai bubuk kopi yang halus. Banyak warung di Tulungagung sengaja menjual kopi cethe. Alhasil, Tulungagung juga dikenal sebagai kota warung kopi cethe.
Baca juga: Candi-candi Bercorak Buddha di Jawa Timur |
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Asal-usul Cethe
Dilansir perpus.petra.ac.id, kebudayaan cethe di Tulungagung berawal dari secangkir kopi, khususnya limbah atau endapan kopi yang dimanfaatkan kembali. Namun, sejarah pasti nyethe masih belum jelas, termasuk kapan dan oleh siapa dimulai.
Cethe bermula ketika para petani di masa lalu, setelah menyelesaikan pekerjaan di sawah, biasanya mampir ke warung kopi di jalan pulang. Di warung ini, mereka beristirahat, minum kopi, bertemu teman, berdiskusi tentang pertanian, dan merokok.
Kebiasaan unik muncul ketika rokok yang dihisap diolesi dengan endapan kopi dari cangkir mereka. Awalnya, ampas kopi digunakan untuk membuat rokok lebih awet saat dihisap, sekaligus memberikan aroma dan rasa yang lebih nikmat dibanding rokok biasa.
Tradisi ini sudah ada sejak rokok masih terbuat dari klobot (kulit jagung), bahan dasar rokok kretek pertama. Para petani mengoleskan endapan kopi kasar, yang disebut "kopi klethik", ke rokok agar lebih awet dan menambah sensasi saat dibakar.
Seiring waktu, kebiasaan ini semakin melekat di masyarakat Tulungagung, dari generasi tua hingga muda. Banyak warung kopi atau kedai menjadi tempat berkumpul, di mana pemuda maupun orang tua bisa melakukan nyethe sambil minum kopi dan mengobrol. Semakin sering nyethe, semakin banyak motif baru yang tercipta.
Bagi warga Tulungagung, cethe menjadi ciri khas kota mereka. Menjamurnya tradisi kopi cethe di Tulungagung mendorong pemerintah daerah mengadakan perlombaan cethe.
Perlombaan ini digelar untuk memeriahkan hari jadi Tulungagung ke-801 pada tahun 2006. Keunikan dan skala besar lomba ini membuatnya mencatatkan rekor di Museum Rekor Dunia Indonesia (MURI) sebagai "Peserta Lomba Cethe Terbanyak".
Perkembangan modern pun hadir, di mana kegiatan nyethe yang identik dengan kopi dan rokok kini diaplikasikan ke media porselen seperti cangkir. Ide kreatif ini digagas Sasang Priyo Santoso sejak 2008. Pengaplikasian di media positif ini membantu mengurangi pandangan negatif terhadap cethe.
Dalam proses pembentukan motif, inovasi modern tidak lagi meniru salah satu batik tertentu, melainkan mengembangkan desain baru. Kebiasaan ini tidak hanya bernilai ekonomis, tetapi mendukung pelestarian batik dan menambah keanekaragaman jenis batik.
Warung kopi cethe di Tulungagung
Berbagai warung kopi di kota ini menyajikan kopi khas dengan cita rasa unik, sekaligus menjadi tempat berkumpulnya masyarakat dari berbagai kalangan. Dari warung legendaris hingga yang baru dibuka, setiap warkop memiliki ciri khas tersendiri yang membuatnya menarik untuk dikunjungi.
Daftar Warung Kopi Cethe di Tulungagung
Berbagai warung kopi di kota ini menyajikan kopi khas dengan cita rasa unik, sekaligus menjadi tempat berkumpulnya masyarakat dari berbagai kalangan. Dari warung legendaris hingga yang baru dibuka, setiap warkop memiliki ciri khas tersendiri yang membuatnya menarik untuk dikunjungi.
1. Warkop Mak Waris
Terletak di gang Desa Bolorejo, Kecamatan Kauman. Warung ini legendaris karena menyajikan kopi ijo, yaitu campuran kopi dan kacang hijau, yang memberikan rasa khas dan aroma unik.
2. Warkop Mak Tin
Warkop Mak Tin berada tepat di depan gang menuju Warkop Mak Waris. Meski dekat, Warkop Mak Tin memiliki basis pelanggan sendiri dan tetap ramai dikunjungi.
3. Warkop Cak Yun
Terletak di Dusun Morangan, Desa Bolorejo, Kecamatan Kauman. Menonjol dengan cita aroma kopi yang khas, membuat pengunjung menyukai sensasi minum kopi di Warkop Cak Yun.
4. Warkop BG
Berlokasi di Jalan Agus Salim, Kelurahan Kenayan. Walau tergolong baru, warkop ini menarik banyak pengunjung dengan varian kopi mulai dari kopi hijau hingga kopi grasak (kopi kasar).
5. Warkop Pinka
Terletak di pinggir Kali Ngrowo, Kecamatan Tulungagung. Warkop Pinka menjadi sentra kopi anak muda, banyak dikunjungi karena suasana yang santai dan cocok untuk berkumpul.
6. Warkop Cethoel Ngunut
Berada di Gang Roda, Kecamatan Ngunut. Meskipun tidak di pusat kota, warkop ini tetap ramai pengunjung, menunjukkan bahwa kopi cethe tetap diminati di berbagai wilayah Tulungagung.
Artikel ini ditulis Eka Fitria Lusiana, peserta magang PRIMA Kemenag di detikcom.
(auh/irb)












































