Gunung Budeg, Kisah Kutukan Abadi dan Keindahan yang Memikat

Gunung Budeg, Kisah Kutukan Abadi dan Keindahan yang Memikat

Eka Fitria Lusiana - detikJatim
Minggu, 16 Nov 2025 17:00 WIB
Gunung Budeg Tulungagung.
Gunung Budeg Tulungagung. Foto: Website Desa Tanggung Tulungagung
Tulungagung -

Selain dikenal sebagai Kota Marmer, Kabupaten Tulungagung juga memiliki sejumlah gunung yang menjadi tujuan favorit para pendaki. Salah satunya adalah Gunung Budeg yang berlokasi di Desa Tanggung, Kecamatan Campurdarat, Kabupaten Tulungagung.

Gunung Budeg memiliki ketinggian sekitar 550 meter di atas permukaan laut (mdpl). Masyarakat Tulungagung tentu tak asing dengan gunung berapi nonaktif ini. Di balik lanskapnya yang indah, Gunung Budeg menyimpan legenda penuh duka. Berikut rangkuman kisahnya.

Legenda Gunung Budeg

Gunung Budeg yang tenar akan panorama alamnya ternyata menyimpan cerita kelam tentang seorang pemuda yang dikutuk ibunya. Mengutip dari repository UIN SATU, kisah ini berawal dari Joko Tawang yang jatuh hati kepada Roro Kembang Sore.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Keduanya berasal dari kasta berbeda, di mana Joko Tawang merupakan kaum sudra atau rakyat miskin, sementara Roro Kembang Sore adalah putri bangsawan dari Kerajaan Lembu Peteng.

Sebagai keturunan ningrat, Roro Kembang Sore tentu tidak dapat dengan mudah menerima cinta pemuda sudra tersebut. Namun, ia juga merasa sungkan kepada Mbok Rondo, ibu Joko Tawang,yang pernah menolongnya ketika ia menolak dijodohkan dengan Adipati Kalang.

ADVERTISEMENT

Karena itu, Roro Kembang Sore menetapkan syarat bagi Joko Tawang jika ingin menikahinya. Ia meminta Joko Tawang untuk menempa diri agar memiliki kekuatan spiritual yang dapat melindunginya dari bahaya.

Bertekad membuktikan kesungguhan hati, Joko Tawang berangkat bertapa ke sebuah gunung sambil membawa cikrak (tempat sampah) untuk melindungi kepalanya dari panas. Sesampainya di puncak, ia duduk bersila menghadap gunung kecil di barat daya. Ia menjalani tapa dengan ikhlas demi cintanya.

Saat Joko Tawang pergi bertapa, Roro Kembang Sore juga meninggalkan Desa Dadapan menuju utara gunung. Ketika Mbok Rondo pulang, ia mendapati rumah sepi dan berbeda dari biasanya. Ia pun menyusul ke Gunung Kidul, tempat yang sering dikunjungi Joko Tawang untuk mencari rumput.

Benar saja, ia menemukan Joko Tawang tengah bertapa dengan cikrak di kepalanya. Mbok Rondo memanggil anaknya, tetapi Joko Tawang tetap diam karena sedang berkonsentrasi memenuhi permintaan Roro Kembang Sore.

Merasa marah dan tersinggung, Mbok Rondo melontarkan kata-kata kasar, "Dasar anak budek seperti batu!". Seketika itu, Joko Tawang berubah menjadi batu. Dalam bahasa Jawa, budeg berarti tidak dapat mendengar. Sejak itu, Joko Tawang dikenal sebagai Joko Budeg.

Pesan Moral dari Legenda Gunung Budeg

Kisah Joko Tawang mengajarkan bahwa seorang anak hendaknya mengutamakan bakti kepada orang tua. Dalam tata krama Jawa, penghormatan kepada orang tua berada di atas kepentingan cinta kepada kekasih.

Kisah ini juga memiliki kemiripan dengan legenda Malin Kundang di Sumatera Barat. Selain itu, legenda Joko Budeg menjadi memori kolektif yang mengaitkan Gunung Budeg dengan fungsi pertapaan pada masa Hindu-Buddha.

Rute dan Jalur Pendakian Gunung Budeg

Dilansir Diskominfo Jatim, waktu terbaik untuk menikmati keindahan Gunung Budeg adalah saat matahari terbit. Karena itu, pendaki disarankan mulai trekking sekitar pukul 03.00 WIB.

Jalurnya cukup menanjak dan cenderung ekstrem di beberapa titik. Dari puncak, hamparan Kota Tulungagung terlihat jelas, lengkap dengan kerlap-kerlip lampu kota dan siluet Gunung Wilis di kejauhan.

Perjalanan menuju puncak membutuhkan waktu sekitar dua jam. Saat mendaki malam, pendaki perlu berhati-hati terhadap semut hitam, ulat, serta ular yang kerap bersembunyi di balik bebatuan.

Setibanya di puncak, rasa lelah akan terbayar lunas oleh pemandangan matahari terbit yang menyinari kota. Gunung Budeg memiliki dua area puncak, Puncak Timur dan Puncak Barat, sehingga pengunjung juga dapat menikmati momen matahari terbenam dari sisi barat.

Jalur pendakian Gunung Budeg tidak memiliki pos istirahat. Pendaki harus terus melalui jalur menanjak dengan kemiringan tajam di jalan setapak berbatu. Jika beruntung, pendaki dapat menjumpai elang jawa, monyet ekor panjang, ayam alas, serta berbagai jenis burung.

Pendaki juga mungkin bertemu anak-anak desa yang hafal jalur pendakian. Mereka biasanya menunjukkan jalur aman dan bisa membantu membawa barang bawaan. Sebagai bentuk apresiasi, pendaki bisa memberi mereka sedikit uang jajan.

Sebelum naik, pendaki diwajibkan menyerahkan KTP untuk dicatat di sekretariat sebagai prosedur keamanan, lalu mengisi buku tamu dan membayar biaya kebersihan sebesar Rp 5.000 per orang.

Setelah itu, pendaki mendapat pengarahan di basecamp, termasuk aturan yang harus dipatuhi seperti larangan berbuat mesum, merusak hutan, atau membakar ilalang. Panitia juga menyediakan penyewaan tenda berbagai ukuran dengan tarif Rp 30.000-50.000 per tenda.

Daya Tarik Gunung Budeg

Gunung Budeg tak hanya dikenal lewat legenda Joko Budeg yang mewarnai sejarah lokal Tulungagung. Di balik kisah tragis itu, gunung setinggi 550 mdpl ini justru menawarkan panorama alam yang memesona, jalur pendakian yang ramah bagi pemula, hingga nuansa spiritual yang masih terasa kuat di kawasan puncaknya.

1. Akses yang Mudah

Jalur pendakian Gunung Budeg termasuk salah satu yang paling ringan di Tulungagung. Waktu tempuh menuju puncak hanya sekitar 30-45 menit, sehingga cocok bagi pendaki pemula, keluarga, hingga wisatawan yang ingin mencoba hiking singkat tanpa peralatan khusus.

2. Panorama dari Ketinggian

Sesampainya di puncak, pengunjung disajikan lanskap Tulungagung dari sudut yang berbeda. Pada siang hari, hamparan perbukitan dan persawahan terlihat jelas. Sementara pada malam hari, lampu-lampu kota yang berkelip menciptakan pemandangan yang menenangkan.

3. Spot Favorit Sunrise dan Sunset

Gunung Budeg kerap menjadi incaran pemburu momen matahari terbit dan terbenam. Siluet matahari yang muncul di balik perbukitan menghasilkan pemandangan dramatis dan fotogenik, menjadikannya lokasi favorit para fotografer maupun penikmat alam.

4. Area Camping yang Luas

Puncak Gunung Budeg memiliki area yang cukup lapang untuk mendirikan tenda. Banyak pendaki memilih bermalam di sini demi menikmati sunset sekaligus sunrise dari satu titik yang sama.

5. Kental dengan Unsur Sejarah dan Spiritual

Selain menawarkan keindahan alam, Gunung Budeg juga menyimpan sejarah dan spiritual yang kuat. Wisatawan dapat mempelajari legenda Joko Budeg yang telah menjadi bagian memori kolektif masyarakat. Tak sedikit pula yang datang untuk bertapa atau berziarah karena meyakini adanya energi spiritual di kawasan tersebut.

Tips Berkunjung ke Gunung Budeg

Agar pengalaman menjelajahi Gunung Budeg semakin aman dan menyenangkan, wisatawan perlu memperhatikan beberapa hal sebelum dan selama pendakian. Tips berikut dapat menjadi panduan untuk menikmati keindahan gunung ini tanpa kendala.

1. Hindari Berkunjung Saat Cuaca Hujan

Saat hujan, jalur pendakian Gunung Budeg menjadi licin dan berisiko membahayakan pendaki. Selain itu, pemandangan dari puncak akan tertutup kabut atau hujan sehingga tidak dapat dinikmati secara optimal.

2. Gunakan Sepatu dan Peralatan yang Nyaman

Walau rutenya tergolong mudah, alas kaki yang nyaman dan tidak licin sangat penting. Peralatan pendukung seperti senter, jaket, atau air minum juga sebaiknya disiapkan untuk memperlancar perjalanan.

3. Datang pada Sore Hari

Pendaki yang ingin menikmati sunrise bisa datang pada sore hari dan mendirikan tenda di area puncak. Malamnya, pengunjung dapat menyaksikan gemerlap lampu kota, disusul panorama matahari terbit keesokan paginya.

4. Jaga Kebersihan dan Etika

Pengunjung wajib menjaga lingkungan dengan tidak meninggalkan sampah dan tidak merusak fasilitas maupun benda-benda di sekitar gunung. Hormati pula nilai-nilai dan tradisi masyarakat lokal yang masih dijunjung di kawasan tersebut.




(auh/irb)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads