Masyarakat adat Osing, suku asli Banyuwangi dikenal memiliki tata krama dan adat yang kuat dalam kehidupan sosial sehari-hari. Salah satu yang paling menonjol adalah tradisi Gupuh, Lungguh, Suguh, yakni tiga nilai utama dalam menyambut tamu dengan penuh hormat dan keramahan.
Tradisi ini tak hanya hidup dalam keseharian, tetapi juga selalu tampak dalam berbagai festival khas Osing seperti Festival Ngopi Sepuluh Ewu, Festival Ider Bumi, hingga Tumpeng Sewu. Di setiap perayaan itu, sikap Gupuh, Lungguh, Suguh tercermin dalam cara masyarakat Desa Kemiren, Kecamatan Glagah, menyambut para tamu.
Ketua Adat Osing Desa Kemiren, Suhaimi mengatakan, tak ada catatan pasti kapan tradisi ini mulai dipraktikkan. Namun, adat tersebut telah diwariskan turun-temurun dan menjadi identitas masyarakat Osing yang dikenal ramah.
"Kita diajarkan suguh, gupuh, lungguh dalam menerima tamu sejak zaman para tetua dulu," ungkap Suhaimi.
Menurutnya, Gupuh merupakan sikap masyarakat Osing ketika menyambut tamu. Kata 'gupuh' dalam bahasa Osing berarti tergesa-gesa atau tergopoh-gopoh-melambangkan antusiasme saat tamu datang.
"Gupuh, kalau ada tamu langsung cepat-cepat menyambut dan mempersilakan," terang Suhaimi.
"Pantangan bagi masyarakat Osing menerima tamu dengan tidak menghargai atau malas dan tidak antusias," tambahnya.
Setelah Gupuh, tahap berikutnya adalah Lungguh, yang berarti duduk. Tamu yang datang akan segera dipersilakan duduk di tempat yang nyaman, sebagai bentuk penghormatan.
"Lungguh itu langsung dipersilakan duduk tamunya itu. Tidak boleh tidak sopan dengan membiarkan tamunya berdiri saja," lanjut Suhaimi.
Tahapan terakhir adalah Suguh, yakni memberikan suguhan kepada tamu. Hidangan sesederhana apapun dianggap wajib disajikan, sebagai simbol penghormatan.
"Meski hanya air putih, suguhan itu selalu disiapkan. Tapi kalau di Kemiren, rata-rata pasti ditawari kopi sebagai suguhnya," kata Suhaimi.
Suhaimi menambahkan, tradisi ini paling kental terlihat dalam Festival Ngopi Sepuluh Ewu. Dalam festival tersebut, setiap rumah di Desa Kemiren menyiapkan tempat duduk dan hidangan kopi sebagai wujud nyata nilai Gupuh, Lungguh, Suguh.
"Ngopi Sepuluh Ewu ini adalah bentuk nyata dari gupuh, lungguh, suguh masyarakat Osing dalam menerima tamu. Kearifan ini perlu kita rawat dan kita wariskan ke anak cucu," pungkas pria yang akrab disapa Mbah Imik itu.
Simak Video "Video: 1.400 Penari Tampil Kompak di Gandrung Sewu Banyuwangi"
(irb/hil)