Pada malam yang cerah dengan sinar rembulan menerangi langit, suasana di gapura pintu masuk Desa Kemiren, Banyuwangi, tampak semarak. Begitu melangkah masuk, para pengunjung langsung disambut sapaan hangat warga Desa Kemiren, Kecamatan Glagah, Kabupaten Banyuwangi.
"Selamat datang di Kemiren, silakan mampir untuk ngopi, gratis," seru seorang warga dengan ramah.
Sambutan seperti itu menjadi tradisi warga setiap kali tamu datang ke desanya. Di depan rumah-rumah penduduk, kursi berjajar rapi, lengkap dengan sajian kuliner khas serta kopi hitam murni yang memenuhi setiap meja. Senyum ramah dan tatapan hangat menghiasi wajah para warga, menciptakan suasana akrab dan penuh kehangatan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sabtu (8/11/2025) menjadi malam puncak Festival Ngopi Sepuluh Ewu. Sebanyak 1,5 kuintal bubuk kopi diseduh menjadi sepuluh ribu cangkir dan disuguhkan gratis kepada siapa pun yang datang ke Desa Kemiren.
Kepala Desa Kemiren, Mohamad Arifin, mengatakan festival ini digelar dengan dukungan anggaran dari Alokasi Dana Desa (ADD) serta iuran warga. Ia menegaskan bahwa seluruh masyarakat ikut berpartisipasi aktif, terutama para pemuda yang turut memajukan desa dan menjadikannya kebanggaan Banyuwangi.
"Desa Kemiren selama ini menjuarai banyak event. Yang terbaru, penghargaan dari lembaga Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada kategori The Best Tourism Villages," ujar Arifin, Jumat (11/8/2025).
Suasana Festival Kopi Sepuluh Ewu tahun 2025 di Desa Kemiren Banyuwangi Foto: Istimewa |
Menurut Arifin, masyarakat Kemiren hidup dalam adat dan budaya yang kental. Keramahan, kata dia, sudah menjadi ciri khas warga Banyuwangi dari berbagai golongan.
"Kemiren ini potret kecil dari Banyuwangi. Keramahan warganya menggambarkan keramahan hampir seluruh warga Banyuwangi. Sepuluh ribu cangkir kopi membuat suasana semakin istimewa," tambah Arifin.
Sementara itu, Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani menyampaikan bahwa kopi Banyuwangi kini telah dikenal hingga mancanegara. Ia menyebut, dalam musim panen, satu eksportir kopi bahkan bisa mengirim hingga satu ton kopi per hari. Menurutnya, Festival Ngopi Sepuluh Ewu tidak hanya melestarikan tradisi, tetapi juga menjadi ajang promosi kopi lokal.
"Kopi kita sudah terkenal bahkan sudah ekspor. Salah seorang eksportir dari Kalibaru setiap hari bisa mengirim satu ton kopi yang diambil dari sejumlah kecamatan di Banyuwangi," ujar Ipuk.
Suasana Festival Kopi Sepuluh Ewu tahun 2025 di Desa Kemiren Banyuwangi Foto: Istimewa |
Ia menambahkan, keberadaan festival ini ikut menggerakkan roda ekonomi masyarakat. Festival juga menjadi bukti nyata bagaimana tradisi lokal bisa berpadu dengan pengembangan pariwisata.
"Ini adalah trigger untuk mengenalkan kearifan tradisi Osing di Desa Kemiren yang kemudian berkembang menjadi destinasi wisata menarik," terang Ipuk.
Ipuk menegaskan, Pemkab Banyuwangi terus mendorong pelestarian budaya serta pengembangan potensi lokal di berbagai desa. Upaya kreatif seperti ini dinilai mampu memberi nilai tambah bagi pertumbuhan ekonomi masyarakat.
"Saya kira tidak hanya di Kemiren. Inisiatif positif seperti ini perlu terus didorong di berbagai desa lain di Banyuwangi," tutup Ipuk
(ihc/abq)














































