Kabupaten Pasuruan yang hari ini genap berusia 1096 tahun bukan hanya dikenal dengan panorama alamnya yang indah, tetapi juga dengan kekayaan sejarah dan budaya yang masih lestari hingga kini.
Berkunjung ke Pasuruan serasa diajak berdialog dengan sejarah panjang peradaban Jawa Timur, di mana setiap peninggalan, tradisi, dan kearifan lokal memiliki kisah tersendiri yang diwariskan dari generasi ke generasi.
Budaya Pasuruan ibarat mozaik, setiap potongannya menyimpan warna berbeda, mulai dari candi bersejarah, tarian khas, hingga ritual tradisional masyarakat pesisir. Namun, ketika potongan itu disatukan, lahirlah lukisan besar tentang identitas daerah yang kuat, penuh makna, dan kebanggaan sebagai warisan leluhur.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ngulik Budaya Kabupaten Pasuruan
Kabupaten Pasuruan menyimpan beragam warisan budaya yang hingga kini tetap terjaga keasliannya. Dirangkum dari unggahan Instagram Pemkab Pasuruan, sejumlah ikon budaya khas daerah ini masih eksis dan lestari, menjadi kebanggaan sekaligus daya tarik bagi masyarakat maupun wisatawan.
1. Candi Gunung Gangsir, Jejak Sejarah Abad ke-11
![]() |
Candi Gunung Gangsir yang terletak di Desa Gunung Gangsir, Kecamatan Beji, disebut-sebut sebagai bangunan tertua di Jawa Timur. Berdiri di ketinggian 23 mdpl, candi ini diperkirakan dibangun pada masa pemerintahan Raja Airlangga sekitar abad ke-11.
Uniknya, Candi Gunung Gangsir tersusun dari batu bata merah, berbeda dengan kebanyakan candi di Jawa yang berbahan batu andesit. Masyarakat setempat menyimpan legenda bahwa candi ini dibangun untuk menghormati Nyi Sri Gati.
Ia adalah sosok dermawan yang berjasa memperkenalkan sistem bercocok tanam di wilayah tersebut. Meski banyak detail sejarah yang masih misterius, Candi Gunung Gangsir menjadi bukti nyata peradaban masa lalu yang tetap dilestarikan hingga kini.
2. Candi Jawi, Warisan Zaman Singasari
![]() |
Candi Jawi yang berdiri megah di ketinggian 24,5 meter memiliki bentuk ramping dengan relief halus di bagian kaki. Relief tersebut diyakini menggambarkan Pradaksina, ritual penghormatan terhadap para dewa.
Meski sebagian relief sudah rusak, pesona Candi Jawi tetap memikat para peneliti dan wisatawan. Candi yang dibangun sekitar abad ke-13 ini sering dikaitkan dengan Raja Kertanegara.
Sebagian ahli menyebutkan fungsinya sebagai tempat pendhermaan abu jasad, sementara pendapat lain meyakini candi ini adalah kuil pemujaan. Setelah sempat runtuh, Candi Jawi dipugar pada 1938-1941 dan kini menjadi cagar budaya yang dilindungi.
3. Tari Ujung, Simbol Keberanian dan Kewibawaan
![]() |
Selain peninggalan candi, Pasuruan juga memiliki tradisi seni pertunjukan khas, salah satunya Tari Ujung. Tarian ini sudah ada sejak zaman dahulu dan hingga kini masih dipentaskan di beberapa wilayah seperti Prigen, Sukorejo, dan Purwodadi.
Tari Ujung memiliki makna mendalam, mulai dari uji ilmu hingga perebutan kewibawaan. Versi Suku Tengger bahkan dikenal dengan nama Tari Pujan, yang biasa dilakukan saat penutupan Hari Raya Karo. Pada mulanya, tarian ini juga dipercaya sebagai ritual permohonan hujan.
4. Tradisi Petik Laut, Rasa Syukur Nelayan Pasuruan
![]() |
Di pesisir, masyarakat Pasuruan masih melestarikan tradisi Petik Laut sebagai wujud syukur atas hasil tangkapan ikan yang melimpah. Ritual ini digelar setiap tahun, tepat pada 1 Sura dalam kalender Jawa. Tradisi Petik Laut diawali dengan kegiatan religius seperti Khotmil Quran, lalu dilanjutkan prosesi melarung sesaji ke laut.
Ratusan perahu nelayan yang dihiasi bendera dan umbul-umbul memenuhi lautan, sementara ribuan warga turut serta dalam perayaan. Sesaji berupa kepala sapi dan nasi tumpeng dalam replika perahu dilarung ke tengah laut sebagai simbol penghormatan kepada laut yang memberi kehidupan.
Perjalanan budaya Kabupaten Pasuruan adalah bukti nyata bahwa warisan leluhur dapat terus hidup di tengah perkembangan zaman. Dari peninggalan candi, tarian tradisi, hingga ritual laut, semuanya membentuk identitas daerah yang kaya akan sejarah dan kearifan lokal.
Merayakan hari jadi ke-1096, Pasuruan tidak hanya mengenang masa lalu, tetapi juga merawat budayanya sebagai warisan berharga untuk generasi mendatang
(ihc/irb)