Asal Usul Nama dan Filosofi di Balik Berdirinya Ponorogo

Asal Usul Nama dan Filosofi di Balik Berdirinya Ponorogo

Irma Budiarti - detikJatim
Minggu, 10 Agu 2025 11:15 WIB
HARI JADI KABUPATEN PONOROGO.
HARI JADI KABUPATEN PONOROGO. Foto: Davira Aurelly/detikJatim
Ponorogo -

Apa arti sebuah nama bagi sebuah kota? Bagi masyarakat Ponorogo, nama bukan sekadar label, melainkan cerminan dari filosofi hidup. Kisah berdirinya kota ini tak lepas dari sosok legendaris Bathoro Katong.

Ponorogo adalah sebuah kabupaten di Jawa Timur yang kaya sejarah dan budaya, terutama terkait dengan seni Reog. Namun, apa arti dan filosofi nama Ponorogo?

Sejarah berdirinya Ponorogo tidak lepas dari sosok Raden Katong atau yang lebih dikenal dengan nama Bathoro Katong.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kabupaten Ponorogo di Jawa Timur dikenal sebagai Kota Reog, namun sejarahnya menyimpan kisah panjang yang tak kalah menarik. Asal usul nama Ponorogo diyakini terkait erat dengan perjalanan para pendiri wilayah ini.

Kisah berdirinya kota ini sendiri tak lepas dari sosok legendaris Bathoro Katong, seorang pangeran Majapahit yang berjuang mendirikan sebuah peradaban di tanah Jawa Timur. Yuk, simak asal-usul nama hingga filosofi berdirinya Ponorogo.

ADVERTISEMENT

Perjalanan Bathoro Katong

Melansir buku Babad Ponorogo karya Poerwowidjojo (1997), jauh sebelum menjadi kabupaten yang dikenal sekarang, Ponorogo adalah bagian dari wilayah bernama Wengker. Kisah pembangunannya dimulai dari seorang tokoh karismatik bernama Raden Katong atau Bathoro Katong.

Ia adalah seorang pangeran dari Kerajaan Majapahit yang memilih untuk meninggalkan kemewahan istana demi menyebarkan ajaran Islam. Perjalanannya membawanya ke wilayah Wengker.

Bersama para pengikut setianya, seperti Selo Aji dan Ki Ageng Mirah, Bathoro Katong memilih sebuah lokasi yang strategis untuk pemukiman. Yaitu daerah yang kini dikenal sebagai Kelurahan Setono, Kecamatan Jenangan.

Namun, mereka menghadapi banyak tantangan, terutama dari kekuatan lokal yang saat itu dipimpin Ki Ageng Kutu. Meski begitu, dengan pendekatan kekeluargaan dan kebijaksanaannya, Bathoro Katong berhasil memenangkan hati Ki Ageng Kutu beserta pengikutnya.

BathoroKatong pun memulai konsolidasi wilayah pada 1482 Masehi. Dengan dukungan penuh dari masyarakat setempat, BathoroKatong akhirnya berhasil mendirikan KadipatenPonorogo pada akhir abad ke-15 dan menjadi adipati pertamanya.

Selain sejarah berdirinya, Ponorogo juga memiliki hubungan erat dengan Kerajaan Majapahit. Sejarawan menduga Wengker, wilayah tempat Ponorogo berdiri, adalah salah satu vasal atau wilayah kekuasaan Majapahit yang sangat penting. Keberadaan Bathoro Katong, yang dipercaya sebagai putra Prabu Brawijaya V dari Majapahit, semakin menguatkan hubungan ini.

Hari Jadi Ponorogo

Tanggal 11 Agustus 1496 adalah hari bersejarah. Pada hari itu, Bathoro Katong secara resmi dilantik sebagai adipati pertama, sekaligus menandai berdirinya Kadipaten Ponorogo. Tanggal ini kemudian diresmikan sebagai hari jadi Ponorogo.

Penetapan ini didasarkan pada kajian mendalam terhadap bukti-bukti purbakala dan sumber sejarah, termasuk buku Hand book of Oriental History, yang menguatkan tanggal pelantikan Bathoro Katong sebagai Adipati Ponorogo.

Filosofi Nama Ponorogo

Nama Ponorogo bukan dipilih sembarangan. Menurut Babad Ponorogo, nama ini berasal dari musyawarah yang dihadiri Bathoro Katong dan para pengikutnya. Mereka sepakat untuk menamai kota baru ini "Pramana Raga".

Pramana artinya adalah kekuatan batin, rahasia hidup, atau spiritualitas. Raga merujuk pada badan atau fisik. Nama ini adalah sebuah harapan. Pramana Raga berarti sebuah tempat di mana manusia bisa menyeimbangkan antara kekuatan batin dan fisik.

Sebuah tempat di mana orang-orangnya tidak hanya kuat secara jasmani, tetapi juga memiliki kedalaman batin yang stabil, mampu mengendalikan amarah, dan memiliki kebijaksanaan dalam hidup. Seiring waktu, nama ini lebih mudah diucapkan menjadi "Ponorogo".

Kota Reog

Ponorogo dikenal sebagai "Kota Reog" karena kesenian Reog Ponorogo berasal dari daerah ini. Reog merupakan tarian tradisional yang menceritakan kembali kisah peperangan dan pertarungan antara Prabu Klono Sewandono dan Singa Barong untuk memperebutkan putri cantik Dewi Songgo Langit.

Pertunjukan Reog yang gagah dan penuh semangat adalah warisan budaya yang diyakini berhubungan erat dengan kisah-kisah di masa lampau, menambah kekayaan sejarah dan budaya daerah ini. Inilah yang membuat Ponorogo tidak hanya dikenal karena sejarahnya, tetapi jiwa seni yang terus hidup di setiap sudut kotanya.




(hil/irb)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads