Di tengah tantangan besar yang dihadapi Indonesia setelah proklamasi kemerdekaan, muncul sosok yang berani dan visioner dalam dunia perbankan. Raden Mas (RM) Margono Djojohadikusumo, seorang tokoh penting yang lahir pada tahun 1894 di Purwokerto.
Ia menjadi pionir dalam mendirikan lembaga keuangan yang menjadi pilar stabilitas ekonomi bangsa. Dengan semangat nasionalisme dan dedikasi yang tinggi, RM Margono berperan aktif dalam membangun Bank Negara Indonesia (BNI) pada 5 Juli 1946.
Kontribusinya tidak hanya mengubah wajah perbankan di Indonesia, tetapi juga membentuk masa depan ekonomi negara yang merdeka. Siapakah sosok RM Margono? Kakek Prabowo Subianto ini diusulkan menjadi Pahlawan Nasional.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Biografi RM Margono Djojohadikusumo
Dilansir Dinas Arsip dan Perpustakaan Daerah Kabupaten Banyumas, Raden Mas Margono Djojohadikusumo lahir pada 16 Mei 1894 di Purwokerto. Ia adalah tokoh penting dalam sejarah perbankan Indonesia. RM Margono berasal dari keluarga bangsawan.
Ia merupakan anak dari Raden Tumenggung Mangkuprodjo, keturunan dari Raden Kartoatmodjo serta R.Ay Djojoatmojo. RM Margono adalah cucu buyut Raden Tumenggung Banyakwide, pengikut setia Pangeran Diponegoro.
RM Margono menempuh pendidikan dasar di Europeesche Lagere School (sekolah dasar kolonial) pada tahun 1901. Setelah lulus pada tahun 1907, ia melanjutkan pendidikannya di Opleiding School Voor Inlandsche Ambtenaren (OSVIA, sekolah pegawai negeri) di Magelang hingga tahun 1911.
Ia lalu menikah dengan Siti Katoemi Wirodihardjo dan memiliki tiga orang anak, termasuk Prof Dr Soemitro Djojohadikoesoemo, seorang ekonom terkemuka. Ia juga memiliki anak bernama Kapten Anumerta Soebianto Djojohadikoesoemo dan Taruna Soejono Djojohadikoesoemo, yang gugur dalam Pertempuran Lengkong.
Dari pernikahan Soemitro dan istrinya, RM Margono memiliki empat orang cucu, yaitu Biantiningsih Djiwandono Sigar, Maryani Lemaistre Djojohadikusumo Sigar, Hashim Djojohadikusumo, dan Prabowo Subianto.
RM Margono dikenal sebagai pendiri Bank Negara Indonesia (BNI) pada 5 Juli 1946. Berawal setelah proklamasi kemerdekaan, Indonesia menghadapi tantangan besar dalam bidang ekonomi. De Javasche Bank, bank sentral era kolonial, tidak mengakui kedaulatan Indonesia.
Dalam kapasitasnya sebagai Ketua Dewan Pertimbangan Agung, RM Margono mengusulkan pembentukan bank sentral untuk mendukung stabilitas ekonomi negara. Atas mandat Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Hatta, RM Margono memimpin upaya mendirikan Bank Sentral Negara Indonesia.
Pada 16 September 1945, bank ini resmi dibentuk dan diberi wewenang untuk menerbitkan Oeang Republik Indonesia (ORI) sebagai alat pembayaran sah. Kemudian, melalui Perpu No 2 tahun 1946, BNI ditetapkan sebagai bank sirkulasi.
RM Margono menjadi Direktur Utama BNI yang pertama hingga tahun 1950. Di bawah kepemimpinannya, bank ini tidak hanya berfungsi sebagai bank sentral, tetapi juga melakukan kegiatan perbankan umum seperti pemberian kredit dan penerimaan simpanan.
Ia berjuang melawan berbagai rintangan untuk memastikan keberlangsungan BNI dan stabilitas ekonomi Indonesia. Pada 1955, peran BNI berubah menjadi bank pembangunan dan mendapatkan hak untuk bertindak sebagai bank devisa. Status hukum BNI kemudian ditingkatkan menjadi Persero pada tahun 1969.
Kecakapan RM Margono di bidang ekonomi menurun kepada anaknya Soemitro. Ayah Prabowo ini terkenal sebagai seorang ekonom terkemuka. RM Margono meninggal pada 25 Juli 1978, tetapi warisannya tetap hidup melalui BNI yang kini menjadi salah satu bank terbesar di Indonesia dengan lebih dari 2.000 cabang di dalam dan luar negeri.
Keberanian dan dedikasinya dalam mendirikan BNI menjadikannya salah satu pahlawan ekonomi bangsa. Dalam perjalanan hidupnya, RM Margono tidak hanya berkontribusi dalam bidang perbankan, tetapi juga aktif dalam organisasi pergerakan nasional seperti Jong Java dan Partai Nasional Indonesia (PNI).
Ia memainkan peran penting dalam Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) untuk membantu merumuskan dasar negara. Tak hanya itu, pada pelantikan Soekarno dan Hatta sebagai presiden dan wakil presiden, dibentuklah Kabinet Presiden serta Dewan Pertimbangan Agung Sementara (DPAS).
RM Margono diangkat sebagai Ketua DPAS yang pertama, menandai langkah penting dalam struktur pemerintahan baru Indonesia. Pembentukan lembaga ini bertujuan memberikan nasihat dan pertimbangan kepada pemerintah dalam menjalankan tugasnya di tengah situasi politik yang masih rentan pasca-kemerdekaan.
Dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia, Hak Angket pertama kali diterapkan DPR pada tahun 1950-an. Inisiatif ini berawal dari usulan RM Margono yang mendorong DPR untuk melakukan penyelidikan mengenai usaha pemerintah dalam memperoleh dan menggunakan devisa.
Sebagai hasil dari usulan tersebut, dibentuklah Panitia Angket yang terdiri dari 13 anggota, dengan RM Margono sebagai ketuanya. Tugas panitia ini untuk menyelidiki keuntungan dan kerugian dari penerapan sistem devisen-regime berdasarkan Undang-Undang Pengawasan Devisen Tahun 1940, beserta perubahan-perubahannya.
RM Margono meninggal pada 25 Juli 1978 di Jakarta, dan dikenang sebagai pahlawan ekonomi yang berkontribusi besar terhadap kemajuan Indonesia. Warisannya terus hidup melalui generasi keluarganya yang berpengaruh dalam berbagai bidang.
(irb/irb)