Kekayaan dan keunikan budaya Indonesia sudah tersohor hingga dunia internasional. Kebudayaan yang hidup lestari mencerminkan cara hidup dan nilai-nilai yang dimiliki masyarakat. Seperti budaya Sapi Sonok yang berasal dari Madura.
Detikers mungkin sudah tidak asing lagi pada karapan sapi, perlombaan antar sapi jantan dari Madura, yang menarik wisatawan dari berbagai daerah. Hadirnya kegiatan ini tak terlepas dari kultur agraris masyarakat Madura dalam pengelolaan lahan pertanian.
Budaya Sapi Sonok juga termasuk jenis karapan sapi, tetapi yang dilombakan adalah keindahan sapi betina yang telah dimandikan dan dihias dengan berbagai aksesori menarik. Lalu, bagaimana awal mula tradisi Sapi Sonok? Simak selengkapnya dalam uraian berikut ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Awal Mula Tradisi Sapi Sonok
Dirangkum dari situs Kemendikbud, kontes Sapi Sonok Madura dimulai pada tahun 1960-an. Pertama kali dicetuskan warga Batu Kerbui yang terletak di pesisir utara Pamekasan. Para sapi setelah selesai bekerja membajak sawah di ladang akan dimandikan pemiliknya.
Setelah dimandikan, sapi yang telah bersih itu didiamkan ke satu tiang atau "tancek". Kebiasaan ini tak hanya dilakukan satu orang, tetapi juga dilakukan petani lainnya, yang tergabung dalam satu area persawahan sehingga tampak ramai.
Seiring berjalan Waktu, muncul ide dari para petani untuk memilih dan melombakan sapi yang paling bersih dan rapi ketika sedang berdiri. Pasangan sapi itu juga didandani dengan aksesori yang indah. Dari sinilah tradisi sapi sonok itu muncul, yang pada akhirnya menjadi sebuah budaya masyarakat Pamekasan dan Madura pada umumnya.
Kontes Sapi Sonok
Sapi yang akan dikonteskan dirawat ekstra sejak berumur tiga bulan. Sapi-sapi itu dilatih berdiri tegak di tempat pengikatan khusus antara pukul 15.00 WIB dan pukul 18.00 WIB. Dengan demikian, sapi-sapi itu terbiasa berjalan dengan posisi tegak dan kelihatan anggun.
Agar kulit sapi bersih dan mengilap, pemilik sapi sonok memandikan sapi-sapinya dua kali sehari. Kandang sapi pun dijaga agar selalu bersih. Pelatihan tersebut menjadikan sapi seperti layaknya model yang hendak melenggang di panggung.
Pada saat perlombaan, sapi yang menjadi peserta juga didandani dengan selempang keemasan di leher dan dada untuk menambah daya tariknya. Di leher sapi, juga dipasang pangonong, yaitu kayu perangkai sapi yang diukir indah dengan perpaduan warna merah dan kuning emas.
Selain itu, ada mahkota yang dipasang di kayu pangonong yang berhiasan untaian manik-manik keemasan. Begitu juga selempang yang menutup leher sapi tampak berhiaskan aneka manik warna-warni.
Sebelum acara dimulai, beberapa pemilik sapi menari sambil menggiring sapi-sapi mereka keliling lapangan. Grup musik Saronen, yang terdiri atas tiga pemain kenong, satu pemain kendang, satu pemain gong, dua pemain terompet, dan dua pemain kecer mengiringi pasangan sapi yang melenggang dengan kepala tegak bak seorang model manusia.
Penilaian pada kontes Sapi Sonok adalah terhadap keindahan berjalan, pakaian yang dipakai pasangan sapi. Selain itu, keserasian pasangan sapi ketika sampai di garis finish juga menjadi poin penting.
Kaki depan kedua pasangan Sapi Sonok harus bersamaan naik ke atas altar yang terbuat dari kayu. Setelah mencapai garis finish, para pemilik sapi langsung menari dengan para sinden untuk meluapkan kegembiraan, dan tidak lupa memberi sawer kepada para sinden yang menari mendampingi pasangan sapi kebanggaannya.
Makna Tradisi Sapi Sonok
Sapi Sonok bukan hanya menjadi perekat hubungan sosial, namun juga memiliki makna budaya dan penguatan teknologi peternakan. Dari aspek sosial budaya, Sapi Sonok mendekatkan hubungan sosial masyarakat Madura, dan sebagai sebuah hasil kreasi masyarakat yang menjadi kebanggaan.
Sedangkan dari aspek teknologi, lahirlah teknologi untuk membibitkan sapi yang berkualitas dan menjaga kelestarian spesies sapi Madura. Sapi Madura memiliki karakteristik unik. Misalnya, ukuran tubuh kecil, warna bulu bervariasi, tanduk panjang dan melengkung, serta daya tahan kuat. Sapi Madura juga memiliki potensi sebagai sumber protein hewani, bahan baku industri kulit, dan penggerak pertanian.
Tradisi Sapi Sonok juga berperan penting dalam peningkatan teknologi perawatan sapi agar menghasilkan seekor sapi yang unggul. Petani Madura misalnya, satu bulan sekali memberikan jamu yang terbuat dari adonan tepung jagung dicampur gula jawa, bawang, daun bawang, asam jawa, kelapa, dan telur.
Dua kali sebulan, sapi sonok juga diberi susu segar dicampur dengan 25 butir kuning telur, agar sapi makin sehat. Sapi sonok menunjukkan kekayaan dan keragaman budaya Indonesia yang patut dilestarikan dan dikembangkan.
(ihc/irb)