Dalam suatu pernikahan, pada umumnya mempelai pria akan melamar mempelai perempuan. Namun di Lamongan ada tradisi yang menafikan kelaziman itu. Di Lamongan, justru pihak perempuan yang melamar pihak laki-laki.
Tradisi itu adalah tradisi ganjuran. Memang tidak semua warga Lamongan melakukan tradisi ini. Meski tradisi ini mulai terkikis, namun keunikan ini layak diceritakan sebagai bagian budaya yang pernah eksis karena memiliki sejarah di masa lalu.
Tradisi turun temurun ini dipercaya sudah ada sejak masa pemerintahan Raden Panji Puspokusumo, penguasa Lamongan pada 1640 - 1665. Seperti apa tradisi Ganjuran ini?
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Safari, warga Karanggeneng, Lamongan mengenang bagaimana dulu orang tua calon istrinya datang ke rumah untuk melamarnya. Setelah itu dibalas dengan kunjungan orang tuanya ke rumah orang yang sekarang menjadi istrinya untuk memberi jawaban atas permintaan calon mempelai perempuan.
Usai melakukan ganjuran, kedua keluarga kemudian bersepakat untuk menentukan hari H pernikahan.
"Dulu mertua saya yang datang ke rumah untuk melamar saya. Ketika itu (saat ganjuran), ya bawa makanan atau jajanan semampunya saja," kenang Safari kepada detikJatim pada tahun 2021 silam.
Hal senada diungkapkan Muhammad (46). Warga Gumining, Tikung, ini pernah dilamar calon istrinya 20 tahun lalu. Saat itu calon istrinya membawa keluarga melamar dirinya ke Pandaan, Pasuruan.
"Dulu saya dilamar pihak keluarga istri, lalu keluarga saya membalas dengan mendatangi keluarganya. Lalu ditentukan hari pernikahannya," kata Muhammad.
Muhammad mengaku saat itu memang tradisi ganjuran masih lekat dan dipegang kuat warga Lamongan atau keluarga calon istrinya.
"Ya senang aja dilamar perempuan, ikut tradisi warga Lamongan. Sebab di daerah saya, pria yang melamar perempuan, bukan sebaliknya," tandas Muhammad.
Sekretaris Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Lamongan Mifta Alamuddin mengakui jika sebagian warga Lamongan masih ada yang menganut tradisi ganjuran sebelum pernikahan.
"Tradisi perempuan melamar atau ngganjur laki-laki ini di sebagian warga masih ada yang menjalankannya," kata Mifta.
Mifta menyebut dalam tradisi lamaran ini sendiri terdapat beberapa tahapan yang pertama adalah Njaluk atau meminta. Tahap berikutnya adalah ganjuran yang berarti lamaran. Pada tahap ini, pihak perempuan melamar pihak laki-laki lalu selang beberapa hari pihak laki-laki akan membalas ganjuran tersebut ke pihak perempuan.
"Selama prosesi lamaran ini kedua belah pihak juga membawa seserahan berupa makanan atau jajanan sesuai dengan kemampuan masing-masing. Tahap ketiga ialah milih dino atau memilih hari baik untuk melangsungkan akad nikah," jelasnya.
Meski sudah langka, Mifta menyebut sebagian warga Lamongan masih ada yang menerapkan tradisi lamaran ganjuran. Mifta mengakui dia sendiri ketika menikah dulu tidak mengikuti tradisi Lamongan ini karena beristrikan orang dari luar Lamongan.
"Saya (yang melamar) karena kebetulan istri saya dari luar Lamongan," tandas Mifta.
Urban Legend adalah rubrik detikJatim tentang legenda, kisah rakyat, dan tradisi yang ada di masyarakat. urban Legend tayang setiap Kamis. Lebih lengkapnya bisa dibaca di sini
(irb/iwd)