Pesantren-pesantren di Jawa memiliki tradisi Suronan yang dilakukan untuk menyambut hari ke-10 di bulan Muharram. Yuk, mengenal tradisi Suronan pada hari Asyura 10 Muharram di pesantren.
Melansir situs resmi Nahdlatul Ulama (NU), tradisi Suronan pesantren memiliki makna dan sejarah panjang. Di mana, tradisi ini berkaitan dengan peristiwa luar biasa pada masa lalu yang terjadi di hari Asyura 10 Muharram.
Sejarah Tradisi Suronan
Hari Asyura adalah hari yang sangat dihormati dalam Islam. Pada hari Asyura, berbagai peristiwa penting terjadi. Peristiwa-peristiwa bersejarah itu meliputi Allah SWT mengampuni dosa Nabi Adam AS.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Allah SWT juga menyelamatkan dan mendaratkan Nabi Nuh AS dengan kapalnya, menyelamatkan Nabi Musa AS dan kaumnya, menenggelamkan Firaun bersama bala tentaranya, dan menyelamatkan Nabi Yunus AS dari ikan huut (paus). Termasuk peristiwa Karbala yang mengenang syahidnya cucu Nabi Muhammad Imam Husain.
Sementara dalam tradisi Jawa, Asyura dikenal sebagai Suro dan menjadi bulan yang dipenuhi berbagai kegiatan spiritual. Tradisi ini telah ada sejak zaman Wali Songo, para penyebar Islam di Jawa, yang memadukan ajaran Islam dengan budaya lokal.
Kegiatan Tradisi Suronan
Pada hari Asyura, Allah SWT mengampuni hamba-hamba-Nya yang berdoa memohon ampunan. Sehingga muslim diperintahkan memperbanyak ibadah, berpuasa, dan sedekah kepada anak yatim pada hari Asyura.
Sejalan dengan itu, tradisi Suronan pesantren dilakukan para santri dengan berpuasa. Amalan sunah pada hari Asyura ini mengikuti ajaran Nabi Muhammad SAW. Seperti yang ada dalam hadis berikut ini.
"Ketika Nabi SAW tiba di Madinah, beliau melihat orang-orang Yahudi puasa pada hari Asyura, beliau bertanya, 'Hari apa ini?' kemudian mereka menjawab, 'Hari ini hari yang baik. Pada hari ini Allah menyelamatkan Bani Israil dari musuh-musuh mereka, karena itu Musa mempuasainya,'. Sabda Nabi SAW, 'Aku lebih berhak dari padamu dengan Musa,'. Karena itu Nabi SAW mempuasainya dan menyuruh mempuasinya." (HR. Al-Bukhari).
Tak hanya menjalankan puasa Asyura, kalangan pesantren biasanya membuat bubur Asyura. Bubur ini terbuat dari nasi, yaitu bubur abang (bubur merah) yang rasanya manis karena dibubuhi gula merah, dan bubur putih yang rasanya gurih.
Warna-warna dalam bubur ini merupakan simbol dua hal yang selalu berlawanan di dunia. Misalnya laki-laki dan perempuan, siang dan malam, ataupun baik dan buruk. Hal ini seperti bulan Suro yang dipercaya masyarakat Jawa sebagai bulan peperangan antara yang baik dan buruk.
Tradisi Suronan di pesantren-pesantren Jawa NU biasanya dilakukan dengan berbagai kegiatan keagamaan. Selain itu, juga ada kegiatan sosial untuk memperkuat iman dan ketakwaan santri serta masyarakat sekitar.
Mulai dari puasa pada tanggal 9 dan 10 Muharram, memperbanyak zikir dan salawat yang dikerjakan bersama-sama, hingga tahlil dan doa bersama untuk mendoakan leluhur, ulama, dan seluruh umat Islam.
Beberapa pesantren ada juga yang menggelar pengajian akbar dengan mengundang ulama atau kiai. Kegiatan ini tidak hanya dihadiri santri, tapi bisa mengundang masyarakat sekitar dan tamu undangan lainnya.
Amalan sunah kepada Allah SWT sudah, tak lupa mengamalkan kebaikan untuk umatnya. Kalangan pesantren biasanya mengadakan santunan anak yatim, fakir miskin, dan saudara-saudara yang membutuhkan. Bisa dengan membagikan makanan bubur Asyura, nasi tumpeng, kue tradisional, atau dalam bentuk lainnya.
Jadwal 10 Muharram 2024
Ada perbedaan penetapan tanggal 10 Muharram 2024 antara pemerintah, Muhammadiyah, dan NU. NU menetapkan hari Asyura 10 Muharram 1446 Hijriah jatuh pada Rabu 17 Juli 2024. Sementara pemerintah dan Muhammadiyah menetapkan 10 Muharram pada Selasa 16 Juli 2024. Berikut jadwal puasa Asyura selengkapnya.
Versi NU
- Puasa Tasua: Selasa 16 Juli 2024
- Puasa Asyura: Rabu 17 Juli 2024
Versi Pemerintah
- Puasa Tasua: Senin 15 Juli 2024
- Puasa Asyura: Selasa 16 Juli 2024
Versi Muhammadiyah
- Puasa Tasua: Senin 15 Juli 2024
- Puasa Asyura: Selasa 16 Juli 2024
(irb/fat)