Sendang Tawun Ngawi dipercaya masyarakat setempat ditemukan oleh Ki Ageng Tawun. Awalnya, sendang ini berada di daerah Padas. Namun ada sebuah peristiwa yang membuat sendang ini pindah ke Desa Tawun, Kecamatan Kasreman, Ngawi.
Pindahnya Sendang Tawun diyakini berasal dari pengorbanan putra Ki Ageng Tawun bernama Raden Lodrojoyo. Ia begitu prihatin melihat pertanian di daerahnya yang sering kekurangan air, padahal ada Sendang Tawun yang airnya tak pernah habis.
Rupanya, Sendang Tawun kala itu berada di bawah area pertanian, sehingga masyarakat sulit mengalirkan air dari tempat itu ke ladang mereka. Raden Lodrojoyo kemudian melakukan laku matirto atau tapa kungkum di Sendang Tawun untuk menemukan solusi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hasilnya, sendang tersebut kemudian berpindah ke utara, lebih tinggi dari ladang pertanian warga. Hal ini tentu membuat mereka senang, sebab air dari sendang bisa dimanfaatkan untuk mengairi ladang.
Namun bersamaan dengan peristiwa itu, Raden Lodrojoyo ikut menghilang. Masyarakat kemudian menganggap pindahnya Sendang Tawun merupakan pengorbanan dari Raden Lodrojoyo. Untuk mengenang jasanya, sejak saat itu mereka rutin menggelar bersih sendang.
"Bersih sendang atau yang biasa disebut masyarakat dengan nama kedhuk beji digelar setahun sekali pada Selasa Kliwon," kata PNS Koordinator Wisata Sendang Tawun, Sriyono pada detikJatim, Kamis (11/7/2024).
Saat pelaksanaan keduk beji, masyarakat berbondong-bondong datang dengan membawa ambeng atau sesajen makanan. Setelah itu, puluhan orang berduyun-duyun masuk ke sumber air beji.
"Sumber (air) beji dibersihkan (atau) dikedhuk (dikuras) oleh orang banyak yang nyebur ke sumber air beji. Yang paling menarik, orang yang masuk ke beji sambil saling main pecutan," tutur Sriyono.
Dalam upacara adat keduk beji, kambing menjadi sesajen wajib. Kepala hewan ini akan dimasukkan ke dalam lubang sumber air. Ritual ini hanya bisa dilakukan sang juru kunci.
"Yang benar-benar membuat menarik, setiap ritual dilaksanakan harus ada kembingnya. Kambingnya itu disujen, dibakar, nanti dagingnya dibagi ke masyarakat sini," terang Sriyono.
"Kepalanya (kambing) dipotong lalu dimasukkan ke sumber (air). Di sumber (air) itu kan ada lubang besar, nanti juru kuncinya yang masuk," sambungnya.
Selain untuk mengenang jasa Raden Lodrojoyo, upacara adat keduk beji diyakini masyarakat menjadi sarana menolak bala. Ada konsekuensi yang dihadapi jika tradisi ini tak dilakukan.
"Kalau ditiadakan, pasti (ada peristiwa yang unsur) mistisnya kuat. Tradisi ini dilakukan untuk menolak bala, biar masyarakat hidupnya (bisa) ayem, tentrem, loh jinawi lah intinya," tukas Sriyono.
Selain upacara adat keduk beji yang digelar setahun sekali pada Selasa Kliwon, Sendang Tawun juga mengadakan pasar jadul setiap Minggu Legi. Pengunjung bisa menikmati aneka makanan tradisional dengan alat pembayaran kayu yang dibuat menyerupai koin.
(irb/iwd)